ZONASULTRA.COM, KENDARI – Tiga warga Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara dipolisikan oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP) karena diduga menghalangi aktivitas pertambangan di sana secara bersama-sama. Tiga warga tersebut yakni Amin (55), Laba’a (78), dan Wa Ana (37).
Hal itu sesuai surat panggilan klarifikasi oleh Sub Direktorat (Subdit) IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sultra nomor B/587/VII/2019 Ditreskrimsus 14 Juli 2019. Ketiganya dipanggil untuk diperiksa pada Senin, 29 Juli 2019.
Baca Juga : Pulau Wawonii dalam Ancaman Kegiatan Pertambangan
Ketiganya dituding melakukan tindak pidana dalam bidang mineral dan batubara di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT GKP yakni menghalang-halangi aktivitas pertambangan secara bersama-sama, sesuai Pasal 162 juncto 136 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Warga Wawonii tersebut pun menghadap ke Polda dan diperiksa oleh penyidik. Mereka mendapat pendampingan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.
Kepala Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar yang ditemui di Mapolda Sultra mengungkapkan, warga menghargai undangan sehingga datang ke Polda Sultra untuk mengklarifikasi segala dugaan. Menurutnya, warga tersebut sama sekali tidak pernah menghalang-halangi aktivitas apapun dari perusahaan tambang.
“Pertama, karena lahan mereka tidak masuk di posisi tambang PT GKP. Kedua adalah justru ada upaya dari pihak perusahaan untuk membangun hauling atau jalan tambang, itu berhimpitan langsung dengan lahan-lahan dari masyarakat ini,” kata Melky Nahar, Senin (29/7/2019).
Baca Juga : JATAM: Tambang di Wawonii Dikuasai Purnawirawan Jenderal Polisi
Melky menuturkan, ketika ada upaya penyerobotan tersebut masyarakat menuntut haknya untuk dipertahankan saat diterobos begitu saja. Apalagi, lanjutnya, ketiga warga ini dari awal tidak pernah memberikan persetujuan melakukan jual beli lahan, bahkan menolak keberadaan tambang ini.
“Lalu kenapa kepolisian tiba-tiba memberikan surat undangan klarifikasi kepada ketiga warga Wawonii ini. Ini untuk kepentingan siapa, dan untuk kepentingan apa. Adakah ini murni konteks penegakan hukum atau jangan-jangan untuk menjamin kepentingan dari perusahaan supaya aktivitasnya tetap berjalan tanpa ada gangguan masyarakat,” tegas Melky.
Ia menjelaskan, warga bersikukuh mempertahankan lahan tersebut karena merupakan lahan produktif yang sudah lebih dari 30 tahun diolah. Melky menguraikan, Wa Ana dan La Baa misalnya, sudah mengolah lahannya hampir 35 tahun, sementara Amin 31 tahun. Di lahan ini ada begitu banyak jambu mete, pala, pisang yang menghidupi anak istri mereka, termasuk biaya pendidikan anak-anak mereka.
“Ketika lahan-lahan ini dirampas, pihak perusahaan yang didukung aparat keamanan itu sedang membunuh masyarakat di sini. Parahnya, ketika masyarakat mengalami hal-hal seperti ini, pemerintah daerahnya mulai dari aparat desa, camat, bupati bahkan sampai gubernur itu sama sekali tidak berpihak ke masyarakat sampai detik ini,” tandasnya.
Justru, menurutnya, Gubernur Sultra Ali Mazi tampak menjadi juru bicara perusahaan pertambangan. Katanya, dia membantah tidak ada penyerobotan lahan oleh PT GKP, meskipun terakhir perusahaan mengakui salah melihat batas.
Sementara Kepala Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Sultra, Kompol Bungin menerangkan, ketiga warga pulau kelapa tersebut sedang menjalani pemeriksaan atas laporan perusahaan terkait adanya dugaan penghalangan terhadap aktivitas kegiatan tambang.
Baca Juga : Gubernur Dianggap Langgar Komitmen Soal Tambang di Wawonii
“Kami melihat dari beberapa aspek, apakah nantinya ini tercukupi unsur pasal yang kami persangkakan atau bagaimana. Sementara ini kan pemeriksaan awal dulu. Apabila menyalahi aturan undang-undang nanti kami sampaikan lagi perkembangannya bagaimana,” bebernya di Mapolda Sultra.
Kata Bungin, nantinya polisi akan melihat perkembangan, apakah ada pemeriksaan terhadap orang lain lagi atau tidak. Pada pemeriksaan tadi, polisi juga mengecek kepemilikan lahan ketiga warga itu. Hasilnya akan disampaikan nanti.
Dikonfirmasi terpisah, Humas PT GKP Marlion membeberkan pihaknya memang sengaja melaporkan ketiga warga Wawonii ini karena menghalangi aktivitas pembukaan lahan untuk penggunaan jalan hauling. Mereka menghadang eskavator yang hendak beroperasi.
“Mereka juga memasang pagar di lahan kami, memasang pipa. Berteriak-teriak mengahadang eskavator, katanya jangan serobot. Padahal lahan itu merupakan milik kami yang sudah resmi memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) kurang lebih 800 hektar,” bantah Marlion saat dihubungi, Senin (29/7/2019).
Kata Marlion, selama ini pihaknya menghargai keinginan warga. GKP juga tetap melakukan berbagai pendekatan, termasuk secara kekeluargaan, bahkan melibatkan berbagai elemen masyarakat, namun ketiga warga itu tetap bersikukuh hingga terpaksa pihak perusahaan melaporkan ketiganya ke Polda Sultra. (a)
Kontributor: Fadli Aksar
Editor: Jumriati