ZONASULTRA.COM, KENDARI – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengambil alih kasus dugaan asusila yang dilakukan Kepala SMA Negeri 9 Kendari, Aslan pada 2017 lalu. Hal itu diketahui saat Ikatan Alumni (IKA) melakukan aksi unjuk rasa di gedung wakil rakyat itu, Senin (23/11/2020).
Mereka bertandang di gedung DPRD Sultra itu lantaran tuntutan mereka buntu dan tidak puas dengan keterangan dari Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sultra Asrun Lio. Pasalnya, massa menilai pihak dinas tidak memproses tuntutan mereka untuk mencopot Aslan.
Ketua Komisi IV La Ode Frebi Rifai berjanji akan menjadwalkan agenda rapat dengar pendapat (RDP) untuk menindaklanjuti aspirasi alumni dan para siswa itu. Dirinya mengaku telah mendengar masalah ini jauh hari sebelum mereka mendatangi gedung wakil rakyat itu.
“Aspirasi ini penting untuk ditindaklanjuti, saya sampaikan untuk mengagendakan Rabu lusa. Semua yang kita undang wajib hadir termasuk kalian (perwakilan pendemo) kita akan undang. Nanti ada gabungan komisi I komisi IV dan BKD, yang dipimpin oleh kemungkinan ketua DPRD,” tutur politisi PDI-P ini.
Ketua IKA Alumni SMAN 9 Kendari Riqar Manaba menyatakan demo kali ini merupakan kali ketiga. Mereka menagih janji Kepala Dikbud Asrun Lio yang akan menindaklanjuti tuntutan demontrasi yang dilakukan sebulan lalu, 20 Oktober 2020.
Tuntutan itu, mereka ingin dinas pendidikan mencopot Aslan dari jabatannya sebagai Kepala SMAN 9 Kendari. Karena berbuat asusila terhadap siswanya saat menjabat sebagai Kepala Sekolah Keberbakatan Olahraga (SKO) 2017 lalu.
“Fakta di lapangan, pernyataan Kadis Dikbud sama dengan satu bulan yang lalu, menunggu catatan hukum di kepolisian. Ini artinya tidak ada proses yang dilakukan, kita anggap Kadis Dikbud tidak serius menyelesaikan kasus ini,” ujar Riqar saat ditemui.
Ketika ia menyatakan bahwa Aslan pernah dicopotnya sebagai Kepala SKO akibat perbuatan itu, kemudian Aslan menjadi guru biasa di SMAN 10 Kendari. Tetapi, kata Riqar, Asrun Lio justru meminta dokumen surat keputusan tersebut.
Riqar menilai Asrun Lio keliru. Sebab, dokumen itu ada di dalam administrasi dikbud yang seharusnya masih diarsipkan hingga kini. SK itu juga selayaknya bisa menjadi acuan pemecatan terhadap Aslan sebagai Kepala SMAN 9 Kendari.
“Pada 25 November 2017 kan ada SK itu, kalau itu tidak ada di dokumen arsip dinas pendidikan, berarti ada dugaan penghilangan dokumen negara,” duga Riqar.
Kepala Dikbud Sultra Asrun Lio menyebutkan, saat Aslan menjadi guru di SMAN 10 Kendari tak ada masalah dan keluhan dari siswi terkait tindakan asusila seperti yang dikhawatirkan akan terjadi di SMAN 9 Kendari.
Menurut Asrun Lio masalah ini pelik. Sebab, korban hingga hari ini tak mempersoalkan kasus tersebut. Tetapi ada sekelompok pendemo justru mempermasalahkan kasus itu ketika diangkat menjadi kepala sekolah kembali.
“Seharusnya, tidak jadi kepala sekolah pun kau itu adalah (penyimpangan) moral, dia akan tetap disanksi moral, ada jabatan tidak ada jabatan. Tapi ini kan publik bertanya juga, tidak semua orang kontra dengan kejadian ini, ada juga yang pro, mereka bertanya kenapa menghakimi orang yang tidak bersalah,” jelas Asrun Lio di ruang kerjanya. (A)
Reporter: Fadli Aksar
Editor: Jumriati