ZONASULTRA.COM, LASUSUA – Aroma busuk begitu terasa ketika anda menginjakkan kaki di sudut pasar Ladongi yang letaknya berdekatan dengan jembatan. Bau busuk itu bersumber dari tumpukan yang berada di bak sampah berukuran kurang lebih 2×3 meter.
Bak yang dibuat pada 2018 lalu itu adalah satu-satunya tempat penampungan sampah yang ada di pasar Ladongi. Bukan hanya sampah dari pasar, tetapi bak yang tersedia tersebut juga mengakomodir sampah rumah tangga warga yang berdomisili di sekitar pasar.
Dahulu, warga cenderung membuang sampah di sungai Ladongi. Namun karena sudah dinormalisasi, maka warga tak berani lagi membuang sampah ke sungai.
“Kalau dulu kami sering buang sampah ke sungai tapi sekarang sudah dilarang. Jadi kami terpaksa membuang sampah di bak itu, “kata adi, salah seorang warga Kelurahan Ladongi, Senin (4/3/2019).
Tempat kontrakan lelaki berusia 31 tahun ini memang paling dekat dengan tumpukan sampah. Jaraknya hanya kurang lebih 7 meter. Aroma menyengat sampah memang sangat terasa sekali dari rumah kontrakannya.
“Seandainya sampah kering yang dibuang mungkin tidak apa-apa. Tapi ini ada juga sampah basah seperti isi dalam ayam potong, sayur kol rusak dan lain-lain. Kalau hujan wah baunya minta ampun,”tuturnya.
Menurut Adi, sampah yang menumpuk biasanya baru diangkat antara dua sampai tiga minggu. Itupun katanya, tidak semuanya diangkut ke dalam mobil pengangkut sampah. “Jadi sampah yang terlanjur tinggal di bawah tidak terangkut. Biasanya banyak ulat-ulatnya (belatung) terhambur, “ucapnya.
Sebetulnya, lanjut Adi, dulu ada satu bak sampah di belakang pasar. Akan tetapi sudah dibongkar warga karena tak tahan dengan bau yang dikeluarkan.
“Saya harap masalah ini bisa segera diatasi. Kalau bisa sampahnya cepat-cepat diangkut, paling tidak 2 kali seminggu sudah diangkut. Karena kalau dibiarkan menumpuk begitu bisa menjadi penyakit. Bisa menjadi virus. Kalau bisa, dibuat juga bak sampah yang baru lagi,”pinta Adi.
Saat ini, tingkat kepadatan penduduk di sekitar pasar semakin terlihat. Otomatis volume sampah akan semakin membesar pula. Satu bak sampah yang ada tentu tidak dapat diandalkan guna menampung bobot sampah pasar dan warga.
Aki (30), warga yang tinggal tak jauh dari bak sampah juga merasakan kekhawatiran dan keresahan dengan penumpukan sampah.
Menurutnya, pemandangan sampah berserakan dan menumpuk sudah berlangsung sejak tiga bulan terakhir. “Sangat mengganggu sekali kalau kita lewat. Apalagi kalau dibiarkan berserekan lama maka banyak sekali lalat. Kasian kalau sampai masuk ke rumah warga bisa jadi penyakit,”sebutnya.
Aki menyebutkan, dirinya pernah , mengkonfirmasi terkait masalah sampah kepada kepala pasar Ladongi. Namun, kepala pasar mengaku tidak mampu membayar sewa mobil pengangkutan.
“Seandainya kalau hanya sampah pasar bisa saja tapi ini kata dia warga buang sampah juga disitu,”Aki menirukan jawaban kepala pasar.
Dilanjutkan, semestinya pengelolah pasar harus melakukan kordinasi dengan pihak dinas kebersihan atau lingkungan hidup. Paling tidak, bisa segera menambah satu lagi bak sampah dan dibangun di sudut pasar yang lain.
“Kalau bisa bikin dua bak sampah. Satu bak sampah untuk pasar dan satu bak sampah lagi untuk warga sekitar pasar Ladongi, “tandasnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Pasar Ladongi, Hamdan mengatakan bahwa sampah yang dibuang berserakan di bak sampah belakangan ini bukan semata-mata berasal dari sampah dalam pasar, melainkan juga berasal dari sampah warga.
Hanya yang menjadi persoalannya sekarang, ada warga yang membuang sampahnya ke bak sampah pasar. Ada dari Putemata, desa Lalowosula, bahkan dari warga Ladongi sendiri. ” Saya juga sebenarnya dilematis, serba salah. Saya tidak angkut cepat itu sampah, mengeluh masyarakat di situ. Saya angkut lagi, biaya yang saya keluarkan tidak sedikit. Bahkan biasa saya gunakan uang pribadi untuk bayar pengangkutan sampah, “ujarnya.
Hamdan mengungkapkan, dana retribusi kebersihan yang dikumpulkan dari pedagang selama ini tidak mencukupi untuk membayar biaya pengangkutan sampah. Apalagi hari pasar ramai hanya dua kali dalam seminggu.
“Satu kali hari pasar, kami pungut retribusi kebersihan Rp. 1.000. Berapa saja itu kasian. Mana saya gaji juga bagian pembersihan pasar 500 ribu per bulan.Belum lagi mana harus bayar sewa angkut sekali angkut kami bayar 250 ribu. Kalau empat kali dalam satu bulan berarti satu juta. Kalau secara jujur, bagi saya lebih bagus bak sampah yang ada di pasar Ladongi di bongkar saja. Karena kita yang setengah mati biayai pengangkutannya,” tegasnya.
Hamdan menyampaikan, seandainya sudah berlaku peraturan daerah (perda) retribusi persampahan, maka masalah sampah di pasar Ladongi sudah bisa teratasi. Begitu sampah menumpuk langsung diangkut mobil pengangkut sampah dari dinas Lingkungan Hidup. (a/SF)