ZONASULTRA.COM,KENDARI– Forum Sopir Truk Sulawesi Tenggara (Sultra) mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan sejumlah stakeholder terkait di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra pada Selasa (22/02/2022).
Para sopir truk tersebut membawa kendaraannya hingga menutupi jalan di perempatan area eks-MTQ Kendari dan menyebabkan kendaraan lain harus mengambil jalur alternatif. Pihak kepolisian juga terlihat berjaga di sekitar lokasi tersebut.
Perwakilan Forum Sopir Truk Sultra, Haerul Amin menyampaikan, pihaknya memprotes penerapan pemerintah terkait kebijakan over dimension over loading (ODOL) yang terkesan hanya menindak para sopir kalangan bawah serta kurangnya sosialisasi dari pihak pemerintah.
“Bukan kami menolak kebijakan itu, tapi karena kebijakan ini, tidak dimulai dengan sosialisasi yang menyeluruh. Tadi juga sudah terbaca beberapa narasumber di RDP dari kepolisian, perhubungan, balai, mereka juga mengakui bahwa ini belum ada sosialisasi yang menyeluruh,” terangnya.
Menurutnya, kebijakan tersebut akan menimbulkan konsekuensi terputusnya aktivitas masyarakat yang bekerja sebagai sopir. Selain itu, kebijakan tersebut dinilai hanya menyasar pada masyarakat kecil.
Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa yang disasar penerapan ODOL ini, seolah-olah hanya masyarakat kecil, mobil-mobil truk perusahaan besar seperti Bosowa, SPBU dan semua truk yang melebihi delapan ton tidak dipersoalkan.
“Sehingga kami melihat ini, cenderung hanya menindak pada masyarakat kecil yang tidak punya kemampuan komunikasi kepada pihak-pihak tertinggi,” bebernya.
Jika kemudian harus ditertibkan, pihaknya meminta kepada pemerintah untuk tidak hanya menetapkan regulasi harga material tetapi juga menetapkan terkait biaya ritase sopir yang menurutnya selama ini dikuasai oleh tengkulak.
“Sehingga masyarakat hanya itu pilihannya, kalau tidak over (muatan) tidak mungkin dapat ritase mobil. Misalnya mobil muatan delapan ton dari Moramo ke Morosi, itukan sewa mobilnya hanya Rp63 ribu, dengan harga Rp550 ribu satu rit, kemudian dikurangi bahan bakar, biaya sopir, ritase mobil, PAD perhubungan, itu akan habis,” jelasnya.
Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) XVIII Sultra, Benny Nurdin Yusuf mengungkapkan, pemerintah tidak pernah menghalangi para sopir dalam menjalankan pekerjaan mereka. Namun hal tersebut dilakukan berdasar pada peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kata dia, sopir wajar untuk menyuarakan ini karena mereka tidak tahu akar permasalahannya. Menurutnya, akar masalahnya dari penertiban ODOL ini ada pada tarif angkutan yang begitu rendah yang diberikan kepada masyarakat.
“Berawal dari sini, banyak pihak yang akan dirugikan, dimulai dari para pengemudi hingga pemerintah itu sendiri karena kerusakan jalan yang dialami. Sehingga penerapan aturan tersebut akan memberikan dampak yang baik dari berbagai pihak,” jelasnya. (B)
Kontributor: Bima Lotunani
Editor: Muhamad Taslim Dalma