ZONASULTRA.COM, KENDARI – Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan satuan polisi pamong praja (Satpol PP) dalam aksi demonstrasi tolak tambang di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), di Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu (6/3/2019) menuai banyak kecaman.
Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sultra Hidayatullah mengutuk keras cara aparat kepolisian dan Pol PP menggunakan kekerasan dalam menangani demonstrasi yang dilakukan oleh massa aksi warga Konkep tersebut. Ia menyebut aparat kepolisian dan Pol PP sudah di luar batas prosedur yang semestinya.
Pihaknya pun menuntut Pemprov Sultra dan kepolisian bertanggung jawab atas timbulnya korban dalam aksi kekerasan aparat tersebut. Ia juga meminta Gubernur dan Kapolda Sultra melakukan pengusutan dan penindakan atas aksi kekerasan yang dilakukan aparatnya masing-masing.
(Berita Terkait : Demo Tolak Tambang di Kantor Gubernur Ricuh)
Hidayatullah mengatakan, demonstrasi adalah bagian dari ekspresi menyatakan pendapat, yang keberadaanya dijamin dalam negara demokrasi. Menurutnya, jalannya menyampaikan pendapat tersebut harus dilindungi dan dijauhkan dari tindak kekerasan.
Dayat, sapaan Hidayatullah menyatakan, tidak selayaknya aparat kepolisian dan Pol PP melakukan kekerasan pada kegiatan tersebut. Seharusnya aparat berkewajiban menjaga dan melindungi massa aksi.
“Meminta Gubernur Sultra dan Polda Sultra menyampaikan permohonan maaf secara terbuka atas aksi kekerasan tersebut dan tidak boleh terulang lagi,” ungkap Hidayatullah, Rabu (6/3/2019).
JaDI Sultra juga meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengusut pemberian izin 13 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan terindikasi melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
(Berita Terkait : Demo Tambang Berakhir Bentrok, Sejumlah Pendemo Luka-luka)
“Kabupaten Konawe Kepulauan salah satunya sebagai pulau kecil yang tidak layak dilakukan eksplorasi pertambangan. Maka kami mendesak Gubernur Sultra Ali Mazi agar segera mencabut IUP tersebut karena hadirnya tambang di sana, selain melanggar UU juga merusak lingkungan hidup dan hak asasi manusia (HAM),” tukasnya.
Senada dengan itu, Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sultra Erwin Gayus juga sangat menyayangkan dan mengutuk keras tindakan represif yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan Pol PP terhadap para demonstran.
“Saya atas nama kelembagaan PMII Sultra mengutuk keras tindakan represif yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian berkolaborasi dengan Pol PP kepada para demonstran. Hampir tidak ada alasan untuk menolerir tindakan represif tersebut,” tegas Erwin dalam keterangan persnya, Rabu (6/3/2019)
(Berita Terkait : Walhi Kecam Tindakan Kekerasan Polisi Bubarkan Demo Warga Konkep)
Baginya, ini bukan lagi hanya soal tambang, tetapi juga soal kemanusiaan. Apalagi para demonstran tersebut bukan hanya terdiri dari mahasiswa tetapi juga ada ibu-ibu yang datang untuk menyuarakan haknya malah diperlakukan represif.
“Kepada Kapolda Sultra agar mencopot Kapolres Kota Kendari karena tidak mampu mengontrol bawahannya dan tidak bisa menjadi pelindung masyarakat. Kepada Gubernur Sultra, agar mencopot Kasat Pol PP Sultra yang juga tidak becus dalam mengontrol bawahannya yang terlihat sangat anarkis terhadap demonstran,” tutup Erwin.
Aksi demonstrasi menolak kehadiran tambang di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), berakhir bentrok, Rabu (6/3/2019). Ratusan massa yang menorobos masuk ke halaman Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), dipukul mundur oleh pihak kepolisian dan satpol PP.
Petugas menggunakan tembakan water canon dan gas air mata. Ratusan massa aksi itu dibubarkan secara paksa. Aksi saling serang pun terjadi. Massa yang ditembaki gas air mata dan tembakan air dari water canon membalas dengan lemparan batu dan balok kayu ke arah petugas.
Sejumlah pendemo mengalami luka-luka, akibat terkena tembakan water canon dan pukulan petugas. Salah seorang massa aksi mendapat pukulan bertubi-tubi dari Satpol PP.
Sejumlah ibu-ibu yang juga menjadi bagian dari demonstran tampak menangis saat terkena gas air mata. Salah seorang dari massa aksi, tergeletak di tanah setelah terkena tembakan air dari water canon. (b)