ZONASULTRA.COM, BAUBAU – Pasangan Calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra) Roslina Rahim dan La Ode Yasin (RossY) nampaknya masih berberat hati menerima hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) karena menolak permohonan perselisihan hasil Pilkada yang mereka ajukan.
Ketua Tim Kuasa hukum Paslon RossY, Dian Farizka menilai, putusan itu menggambarkan MK tidak konsisten dengan penyampaiannya saat menggelar Bimbingan Teknik (Bintek) sengketa Pilkada, di Pusdiklat Cisarua Bogor.
“Kami dari Kuasa Hukum RossY tentunya menerima hasil putusan Mahkamah Konstitusi, meskipun tidak sesuai dengan harapan kami,” ungkap Dian Farizka melalui ponselnya, Jumat (10/8/2018).
(Baca Juga : Tampil Manis Apresiasi Putusan MK)
Kata dia, pada bintek di Pusdiklat Cisarua Bogor itu, hakim MK menegaskan agar peserta Pilkada tidak takut dengan adanya persentase atau ambang batas. Apabila terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif akan menjadi pertimbangan. Namun hal ini hanyalah sebuah janji-janji yang disampaikan oleh Narasumber dan Juru Bicara Mahkamah Konstitusi.
“Ini buat pembelajaran bagi para calon kepala daerah berikutnya yang mau mengajukan ke MK harus dipikir baik-baik agar tidak ada rasa kecewa terhadap hasil putusan di MK, karena sekali lagi kami tekankan MK tidak konsisten,” singkatnya.
Muhammad Taufan Ahmad yang juga kuasa hukum Rossy menambahkan, pada dasarnya pihaknya menilai putusan tersebut sama sekali tidak memenuhi rasa keadilan bagi pencari keadilan.
(Baca Juga : Gugatan Ditolak, KPU Baubau Segera Tetapkan Tampil Manis)
“Dengan terpaksa kami menerima putusan ini. Menurut kami MK tidak konsisten dalam membuat putusan, karena hanya mempertimbangkan ketentuan ambang batas, mengesampingkan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif,” ungkapnya.
Kata dia, hari ini lembaga kekuasaan kehakiman itu seakan-akan bukan lagi sebagai pengawal konstitusional melainkan Mahkama kalkulator.
“Ini agak aneh memang. Mereka (MK) bukan lagi menyuarakan demokrasi dari segi konstitusinya. Mereka tidak lagi melihat apa yang sebetulnya terjadi, tetapi langsung melihat ketentuan selisih. Apa bedanya dengan Mahkamah Kalkulator,” tukasnya. (A)