Hidroponik di Kendari: Tren Bertani yang Mendorong Gaya Hidup Sehat (Bagian-1)

926
Hidroponik di Kendari: Tren Bertani yang Mendorong Gaya Hidup Sehat (Bagian-1)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Tertata rapi dengan daun hijau terang yang rimbun, tumbuh di lubang-lubang pipa dengan air yang terus mengalir. Air mengandung unsur hara itu terus terpompa. Bagitulah tanaman hidroponik di lahan kebun Syahril (22).

Lahan itu milik Universitas Halu Oleo (UHO) yang dipinjam Syahril untuk berkebun sayur hidroponik, salah satu metode dalam bercocok tanam dengan menggunakan air tanpa perlu media tanah. Tak luas lahan yang dipakainya, hanya sekitar dua kali luas lapangan bulu tangkis, tapi bisa dimaksimalkannya untuk memproduksi sayuran.

Ia berkebun hidroponik tak hanya di lahan milik kampus itu, tapi juga di pekarangan depan kamar indekosnya. Dua kebunnya itu hanya berjarak sekitar 500 meter dengan luas yang hampir sama. Total ada 10 ribu lubang tanam di dua kebunnya itu, tepatnya di Kelurahan Kambu, Kendari.

Sebagai mahasiswa Jurusan Agrobisnis Fakultas Pertanian UHO, Syahril berada di jalur keilmuannya untuk tak hanya bergulat dengan teori tapi juga langsung bertani, memasarkannya, dan mendapat keuntungan.

Ia menanam selada, kangkung, pakcoi, seledri, dan brokoli. Yang paling banyak ditanamnya adalah selada (sekitar 80 persen) karena banyak dipesan oleh pelanggan dan perawatannya lebih mudah dibanding sayur seperti brokoli yang butuh perhatian ekstra.

Hidroponik di Kendari: Tren Bertani yang Mendorong Gaya Hidup Sehat (Bagian-1)
KEBUN HIDROPONIK – Syahril saat memanen sayur selada pada 15 Maret 2021 di Kendari. Sayur itu akan langsung diantarnya ke pelanggan. (Muhamad Taslim Dalma/ZONASULTRA.COM).

Sore itu, Senin 15 Maret 2021, Syahril sibuk mencabut selada yang sudah memasuki usia panen (usia 40-60 hari). Sesekali ia membuka smartphone-nya membalas chat WhatsApp pelanggannya. Ia harus segera mengantar langsung pesanan ke salah satu rumah makan.

Ia mencabuti selada lalu diisinya ke dalam kantong plastik bening yang hanya muat untuk satu tanaman selada tanpa membuang akarnya, sehingga terlihat segar dan utuh. Ia menjualnya dengan harga Rp10 ribu per tiga kantong. Jadi, bila dihitung, misalnya 8 ribu lubang tanam selada, maka penjualannya bisa mencapai Rp26 juta dalam sekali panen.

“Biasanya selalu ada pembeli. Intinya kita tetap menanam mau ada dengan tidak pembeli, sekarang biasanya sih selalu habis terjual. Kalau dulu masih susah pembeli tapi begitulah namanya usaha ndak mungkin langsung banyak pembeli,” ujar Syahril.

Syahril yang kini sudah masuk semester 10 kuliah, menjalankan usaha dengan mempekerjakan 3 orang temannya yang juga mahasiswa. Mereka memanfaatkan waktu luang dengan bekerja di kebun hidroponik.

Syahril memulai usaha itu 3 tahun lalu. Ia yang memang hobi menanam sayuran, memulainya dengan menanam secara hidroponik di ember. Lalu terus dikembangkannya dengan belajar melalui youtube, dan banyak bertukar informasi dengan pekebun hidroponik lainnya.

Syahril dan sejumlah pekebun hidroponik membentuk komunitas, salah satunya “Anoa Hidroponik,”. Lewat komunitas ini Syahril memperluas jejaring penjualan hingga berbagi ilmu soal hidroponik.

Baginya tantangan berkebun hidroponik ini adalah pemasaran. Misalnya selada hanya dipesan oleh rumah makan, restoran, dan hotel yang menyediakan lalapan, burger, dan masakan ala Korea.

Seiring mulai tenarnya hidroponik, warga kota juga sudah banyak yang menjadi pelanggan Syahril. Selain itu, hasil kebunnya juga tersalur ke perusahaan tambang di Morosi dan Morowali.

Syahril mengaku usaha yang ditekuninya itu cukup menjanjikan, dengan laba kotor per bulan di atas Rp10 juta. Penghasilan itu digunakan untuk keperluan sendiri, menggaji pekerjanya, dan sebagian lagi disisipkan untuk menambah fasilitas lubang tanam.

BACA JUGA :  Seorang Wanita di Kendari Jadi Korban Salah Tembak Polisi

Jika dihitung, modal untuk sarana produksi hidroponik Syahril saat ini sudah lebih dari Rp100 juta, misalnya pipa, alat pompa air, rangka baja, plastik UV, dan waring. Tentu jumlah ini tidak sekaligus, tapi pelan-pelan dengan menyisipkan laba untuk penambahan alat.

Salah satu yang dipekerjakan Syahril adalah Marlan (22), teman seangkatannya di kampus. Dengan gaji Rp1,1 juta per bulan, Marlan sudah dua tahun kerja di kebun teman kelasnya itu.

Hidroponik di Kendari: Tren Bertani yang Mendorong Gaya Hidup Sehat (Bagian-1)
Seorang mahasiswa bernama Marlan yang bekerja di kebun hidroponik, 15 Maret 2021. Ia sedang membersihkan pipa yang baru saja selesai digunakan sebagai wadah budi daya sayuran.

Sehari-hari ia bertugas mulai dari menyiapkan bibit, mengontrol nutrisi air, hingga membersihkan pipa. Salah satu yang paling dijaga Marlan adalah hama, ada yang cukup diatasi secara manual dan kadang juga butuh perlakuan khusus.

Cara mereka mengatasi hama tanpa menggunakan bahan pestisida kimia, salah satunya dengan hanya menggantungkan botol plastik bekas yang diolesi lem. Botol plastik itu digantung di atas tanaman dengan ketinggian sekitar 40 sentimeter.

Mereka juga menggunakan pestisida organik dari racikan bahan-bahan alami seperti daun tembakau, bawang putih, dan daun sirsak. Cara ini efektif mengatasi hama dan membuat sayuran lebih aman untuk dikonsumsi.

“Biasanya kalau sayuran seperti ini kalau serangga itu secara manual saja diatasi, tapi kalau parah barulah kita pakai pestisida organik,” ujar Marlan.

Penggunaan Sayur Hidroponik

Salah satu pelanggan Syahril adalah rumah makan Sari Laut Doa Ibu 02 yang terletak di Kelurahan Korumba, Kendari. Rumah makan ini menggunakan sayur selada sebagai lalapan. Selada disertakan dalam menu nasi ayam, nasi ikan lele, nasi telur, dan nasi goreng.

Hidroponik di Kendari: Tren Bertani yang Mendorong Gaya Hidup Sehat (Bagian-1)
Pemilik rumah makan, Ahmad Asyari menunjukkan selada yang digunakannya sebagai lalapan dalam menyajikan menu makanan, 16 Maret 2021.

Pemilik rumah makan, Ahmad Asyari (27) mengatakan ia menggunakan produk hidroponik baru 1,5 tahun. Awalnya ia kesulitan mendapatkan daun selada karena tidak ada yang menjualnya di pasar. Ia kemudian berselancar di media sosial dan menemukan ada kebun hidroponik yang menjualnya.

Karena selada dihidangkan mentah, maka Ahmad datang mengecek langsung kelayakan sayur di kebun hidroponik milik Syahril. Ahmad melihatnya aman dan cocok sehingga ia mulai memesannya. Bukan hanya selada, tapi jenis sayuran lain di kebun itu juga dipesannya sesuai kebutuhan.

Setiap hari, warung makan Ahmad menghabiskan sekitar 15 paket selada, meskipun saat pandemi Covid-19 sekarang ini. Menurutnya, penggunaan daun selada hidroponik meningkatkan minat pelanggan, apalagi jarang rumah makan yang menggunakannya. Terbukti selada yang disertakannya di piring pelanggan selalu habis.

“Respon pelanggan bagus, kalau ada seladanya dianggap lebih lengkap. Kecuali anak-anak mereka tidak makan. Biasalah kan anak-anak tidak makan sayur mentah,” ujar Ahmad yang sedang mengontrol pekerjanya di dapur, 16 Maret 2021.

Selain digunakan di rumah makan umum, produk hidroponik juga dibutuhkan oleh katering khusus, seperti usaha yang dijalankan oleh Ummi Alifa Arizqi (33). Ia menyajikan menu makanan diet di Kota Kendari yang dipasarkan secara online.

Hidroponik di Kendari: Tren Bertani yang Mendorong Gaya Hidup Sehat (Bagian-1)
Makanan yang disajikan oleh Ummi Alifa Arizqi. Di dalam hidangan tersebut terdapat sayur dari kebun hidroponik.

Ummi biasa memesan produk hodroponik berupa selada dan pakcoi secara online dari sejumlah kebun hidroponik. Ia memilihnya karena sesuai segmen usahanya yaitu orang-orang yang ingin diet sehat dengan mengkonsumsi bahan makanan bergizi seimbang dan bebas dari pestisida kimia.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

“Di Kendari juga kan memang selada dibudi daya dengan media air (hidroponik). Saya belum dapat di media tanah, kalau di Ambon saya lihat petani tanam selada di tanah,” ujarnya saat dihubungi via WhatsApp, 22 Maret 2021.

Ia memilih selada selain sebagai hiasan makanan (garnis) juga sebagai pelengkap tambahan asupan serat. Sementara pakcoi diolahnya untuk menu-menu Chinese food.

Pada awal menjalankan usaha tahun 2018 lalu, ia masih kesulitan mendapatkan sayuran hidroponik di Kendari. Bahkan ia sampai berkebun sendiri di rumah dengan memesan alat-alat hidroponik melalui temannya di Jakarta.

Seiring berjalannya waktu, dari tahun ke tahun produk hidroponik makin banyak di Kendari. Kini Ummi bisa fokus hanya menjalankan usaha tanpa harus menanam sendiri lagi. Ia semakin mudah mendapatkannya dengan harga yang terjangkau.

Hidroponik Cocok untuk Kota Kendari

Pertanian hidroponik di Kota Kendari mulai tren sejak 2017. Dari hanya sekitar 5 pekebun di tahun itu, kini terus berkembang dengan bertambahnya jumlah pekebun dan minat di pasaran yang meningkat.

Dinas Pertanian Kota Kendari mencatat, pada tahun 2021 ini terdapat 42 kelompok tani (poktan) dengan keanggotaan sekitar 100 orang, tersebar di 11 kecamatan se-Kota Kendari. Mereka mayoritas memproduksi sayur selada, pakcoi, dan kangkung cabut yang dipasarkan secara online untuk warga kota, rumah makan, restoran, hotel, supermarket, dan sampai ke perusahaan tambang.

Hidroponik di Kendari: Tren Bertani yang Mendorong Gaya Hidup Sehat (Bagian-1)
Kepala Dinas Pertanian Kota Kendari, Siti Ganef

Kepala Dinas Pertanian Kota Kendari, Siti Ganef mengatakan konsep pertanian hidroponik cocok untuk daerah perkotaan seperti Kendari. Berdasarkan peninjauan di lapangan, ia melihat warga yang mulai bertani hidroponik ini ada yang berawal dari hobi, dan ada pula yang memang petani sayuran.

“Kita kan kota, untuk lahan sayuran itu makin terbatas. Dengan lahan sempit, hidroponik kita dorong, makanya sudah ada arahan dari Pak Wali Kota, bahwa Kota Kendari kita jadikan kota hidroponik,” ujar Siti di ruang kerjanya, 19 Maret 2021.

Meski model pertanian ini belum lama tren di Kendari, Siti menilai prospeknya secara jangka panjang sangat bagus. Hidroponik jadi pilihan peluang usaha pertanian modern dengan keunggulan seperti dapat ditanam secara terus menerus tanpa terpengaruh musim, perawatan yang lebih praktis, dan tidak membutuhkan banyak tenaga kasar.

Selain itu, lanjut dia, hidroponik juga menjawab keinginan masyarakat yang ingin menjalani gaya hidup sehat dengan mengkonsumsi bahan makanan yang sehat dan higienis. Dari segi rasa menurut dia, sayur hidroponik lebih gurih dan enak. Sementara harganya kurang lebih sama dengan sayur yang ditanam secara konvensional.

Sebagai upaya mendukung pertanian hidroponik, Dinas Pertanian menempatkan penyuluh di setiap poktan untuk melakukan pembinaan tentang pertanian hidroponik yang baik, misalnya dengan menggunakan pestisida organik, bukan kimia.

Selain itu, Dinas Pertanian Kendari juga rutin melaksanakan Pasar Tani Mobile setiap hari Jumat dengan berpindah-pindah lokasi. Sayur hidroponik turut terserap lewat pasar ini dengan memfungsikan para penyuluh sebagai penghubung antara dinas dan petani. (Bersambung…)

 


Reporter: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini