Inflasi Inti Terjaga, Sultra Catat Deflasi 0,37 Persen

Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Sultra Minot Purwahono
Minot Purwahono

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Maret 2018 Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat deflasi sebesar 0,37 persen (month to month/mtm). Hal ini disebabkan terjaganya inflasi inti di bulan yang sama sekitar 0,14 persen (mtm) dibanding periode sebelumnya tercatat inflasi berada di angka 0,13 persen (mtm).

Selain itu, penyebab utama deflasi yang terjadi pada Maret adalah adanya penurunan harga pada kelompok bahan makanan dan administered price. Secara spasial, Kota Kendari dan Baubau mencatatkan deflasi masing-masing sebesar 0,08 persen (mtm) dan 1,10 persen (mtm).

Kepala Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Sultra Minot Purwahono mengatakan, angka deflasi bulan Maret juga lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, di mana Sultra mencatatkan inflasi sebesar 0,09 persen (mtm).

Kemudian, kelompok komoditas bahan makanan atau volatile food (VF) mencatatkan deflasi sebesar 1,78 persen (mtm) dan memberikan andil sebesar 0,38 persen (mtm) terhadap deflasi di Sultra. Ini disebabkan adanya penurunan harga komoditas ikan cakalang/sisik sebesar 18,04 persen (mtm) dan ikan layang sebesar 10,23 persen (mtm), serta tomat buah sebesar 13,78 persen (mtm).

“Penurunan harga komoditas VF secara umum disebabkan oleh perbaikan pasokan yang didukung kondusifnya cuaca selama Maret 2018. Penurunan harga yang lebih dalam tertahan oleh inflasi komoditas kacang panjang yang tercatat sebesar 9,68 persen (mtm),” ungkap Minot melalui pers rilis, Selasa (3/4/2018).

Deflasi Maret 2018 juga terjadi pada kelompok komoditas administered prices sebesar 0,16 persen (mtm), lebih rendah dari periode sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,33 persen (mtm).

Penurunan tekanan harga pada kelompok administered prices terutama didorong adanya deflasi pada komoditas angkutan udara sebesar 5,24 persen (mtm), sebab terjadi penurunan jumlah penumpang pada Maret 2018.

Kendati demikian, deflasi yang terjadi pada kelompok administered price ini tertahan oleh inflasi rokok putih dan bensin masing-masing sebesar 0,96 persen (mtm) dan 0,73 persen (mtm) dengan andil masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm) dan 0,02 persen (mtm).

“Kenaikan harga rokok putih disebabkan oleh adanya kenaikan cukai rokok. Sementara inflasi komoditas bensin disebabkan oleh penyesuaian harga jual bensin non subsidi (Pertalite dan Pertamax) yang dilakukan Pertamina sebagai dampak dari kenaikan harga minyak di pasar dunia,” tukasnya.

Dengan capaian tersebut, inflasi tahunan Sultra tercatat sebesar 2,39 persen (yoy), lebih rendah dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar 2,59 persen (yoy). Dibandingkan dengan inflasi nasional, deflasi Sultra pada bulan Maret tercatat lebih baik dari pencapaian nasional yang pada saat bersamaan mencatatkan inflasi sebesar 0,20 persen (mtm) atau 3,40 persen (yoy).

Untuk diketahui, inflasi pada kelompok inti didorong oleh inflasi pada komoditas semen 1,62 persen (mtm), emas perhiasan 0,59 persen (mtm) dan air kemasan 3,20 persen (mtm). Peningkatan permintaan semen domestik dan tren kenaikan harga emas dunia menjadi pendorong peningkatan harga kedua komoditas tersebut.

“Sementara peningkatan tekanan untuk inflasi inti tertahan oleh deflasi pada komoditas harga telepon seluler dan sepatu,” jelas Minot.

Menyikapi hal tersebut sekaligus menjaga perkembangan saat ini serta memperhatikan risiko ke depan, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Tenggara telah menyusun program kerja TPID 2018 yang akan menjadi acuan dalam pengendalian harga di Provinsi Sultra. Langkah-langkah terkoordinasi tersebut dilakukan untuk menjaga inflasi Sultra berada dalam kisaran sasaran inflasi 2018 yaitu 3,5 persen atau ±1 persen (yoy). (B)

 


Reporter: Ilham Surahmin
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini