ZONASULTRA.COM, KENDARI – Ada empat kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tertinggi sepanjang tahun 2020 kemarin.
Adapun daftar jumlah kasus kekerasan di 17 kabupaten/kota di Sultra sepanjang 2020 berdasarkan data Sistem Informasi Online (Simfoni) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) Sultra yakni Kota Kendari 48 kasus, Baubau 44 kasus, Kolaka 30 kasus dan Konawe 23 kasus.
Kemudian menyusul, Buton Selatan 19 kasus, Buton 16 kasus, Bombana 12 kasus, Buton Tengah 11 kasus, Kolaka Utara 10 kasus, Konawe Utara 6 kasus, Muna 6 kasus, Konawe Selatan 4 kasus, Konawe Kepulauan 3 kasus, Kolaka Timur 3 kasus,
Buton Utara 2 kasus, Wakatobi 2 kasus dan Muna Barat 1 kasus.
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sultra ini pun tercatat meningkat tajam. Pada periode Januari hingga Desember 2020 terdapat 240 kasus kekerasan yang tersebar di 17 kabupaten/kota di Sultra. Angka itu mengalami peningkatan apabila dibandingkan tahun sebelumnya.
Jika bertolak dari data Simfoni Dinas PPA Sultra, sepanjang 2019 hanya terdapat 140 kasus kekerasan yang terlaporkan. Sehingga terhitung adanya penambahan seratus jumlah kasus dalam kurun waktu satu tahun terakhir.
Anggota Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Perempuan dan anak PPA Sultra, Lindia Kandau mengatakan, faktor ekonomi masih menjadi pemicu utama meningkatnya jumlah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Apalagi kata dia, masyarakat terus diperhadapkan dengan situasi pandemi covid-19 yang berkepanjangan.
“Banyak yang kehilangan pekerjaan selama pandemi covid-19 membuat orang lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah. Hal itu dapat menjadikan tekanan psikologi yang kuat sehingga rentan terjadi tindak kekerasan,” ungkapnya.
Data Simfoni PPA Sultra mencatat tindak kekerasan dominan dialami anak usia 13 sampai 17 tahun yang mencapai angka 151 jumlah kasus yang dilaporkan. Dari 151 kasus yang ada, sebanyak 113 kasus di antaranya dialami anak perempuan, sedangkan sisanya terjadi pada anak laki-laki.
Masih dari data yang sama, sebanyak 90 kasus yang dilaporkan korban terjadi pada usia dewasa, terdiri laki-laki dan perempuan. Para pelaku sebagian besar merupakan orang terdekat korban mulai dari orang tua, saudara maupun teman.
Hal itu menandakan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak masih sering terjadi di ruang privat, misalnya dalam lingkup rumah tangga. Adapun bentuk kekerasan yang sering dilaporkan cukup beragam, mulai dari kekerasan seksual, fisik, psikis hingga penelantaran.
Sementara itu, Kepala Bidang Data, Informasi dan Pelayanan Masyarakat Dinas PPA Sultra, Murdiana Hasan menyebut tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sultra seperti sebuah fenomena gunung es. Menurutnya, ada kemungkinan tindak kekerasan yang terjadi bisa lebih banyak dari kasus yang terlaporkan.
“Selain karena korban masih merasa takut untuk melaporkan kasus yang dialami, namun juga disebabkan kasus yang dilaporkan tidak terinput ke dalam sistem pendataan Dinas PPA,” ujarnya
Pada tahun lalu saja kata dia, terdapat perbedaan antara jumlah kasus dan jenis kekerasan yang dialami korban. Jika dihitung berdasarkan laporan aduan, untuk korban kekerasan berjumlah 240 kasus. Sementara berdasarkan jenis kekerasannya terhitung sebanyak 247 kasus.
Hal itu disebabkan karena korban mengalami lebih dari satu tindak kekerasan, misalnya seseorang yang dibentak dan dipukul. Itu sudah mendapat dua jenis kekerasan, yakni kekerasan fisik dan psikis.
Di samping itu, pihaknya terus mengapresiasi langkah para korban yang mempunyai keberanian untuk melaporkan kejadian yang dialami. Menurutnya, hal itu menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat dalam melawan segala bentuk tindak kekerasan perlahan mulai muncul. (a)
Penulis: M9
Editor: Ilham Surahmin