JATAM: Tambang di Wawonii Dikuasai Purnawirawan Jenderal Polisi

Tambang PT WAI
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) bersama Front Rakyat Sultra Bela Wawonii (FRSBW), Forest Watch Indonesia (FWI) dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Anti Kekerasan (KontraS) mensinyalir adanya oknum purnawirawan jenderal polisi yang menguasai investasi pertambangan di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Penelususan JATAM menemukan enam perusahaan tambang yang berstatus dihentikan sementara izin operasinya di pulau kelapa itu dikuasai oleh mantan jenderal polisi.

Enam izin tambang yang dibekukan, yakni, PT Alatoma Karya, PT Bumi Konawe Mining, PT Gema Kreasi Perdana (dua izin), PT Kimco Citra Mandiri, dan PT Konawe Bakti Pratama. Kemudian satu izin dikembalikan pada kementerian ESDM yaitu PT Derawan Berjaya Mining.

Baca Juga : Gubernur Dianggap Langgar Komitmen Soal Tambang di Wawonii

“Dari penelusuran dokumen, 6 perusahaan tambang yang kini mulai beroperasi lagi tersebut, JATAM menemukan sejumlah nama purnawirawan jendral kepolisian, elit politisi dan pengusaha yang memiliki pengaruh kuat, salah satunya Brigjend Purnawirawan Parasian Simanungkalit,” ungkap Koordinator JATAM, Melky Nahar dalam rilis tertulisnya, Jumat (12/7/2019) kemarin.

Nama lain yang muncul, kata Melky adalah Donald Johnny Hermanus yang menjabat sebagai direktur di PT Bumi Konawe dan PT Multi Harita Karya Mineral sekaligus juga Komisaris PT Gema Kreasi Perdana.

“Hal ini diduga melanggar pasal mengenai monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam undang- undang nomor 5 Tahun 1999 karena menjabat direktur di dua perusahaan tambang secara bersamaan,” tegasnya.

Bukan hanya itu, perusahaan tambang PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Desa Roko-roko Raya, Wawonii Tenggara yang kini beroperasi kembali dengan melakukan penyerobotan lahan warga di sana dikawal ketat aparat kepolisian bersenjata lengkap, Selasa (9/7/2019).

Baca Juga : Perusahaan Tambang di Konkep Diduga Serobot Lahan Warga

Namun, warga yang didominasi kelompok ibu-ibu melakukan penghadangan alat berat yang akan mulai menggusur lahan-lahan warga. Seorang ibu tersebut menolak keras aktivitas masuknya alat berat pertambangan nikel yang diduga milik perusahaan PT GKP.

Di sisi lain, PT GKP merupakan salah satu perusahaan yang dibekukan izin usaha pertambangan (IUP) miliknya oleh Pemerintah Provinsi Sultra atas pertimbangan undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (PWPPPK).

“Jika IUP PT GKP masih dalam status diberhentikan, maka aktivitas dari PT GKP adalah ilegal dan penjagaan yang dilakukan oleh anggota kepolisian turut melindungi dan melanggengkan praktik ilegal tersebut,” ucap Melky.

Menurutnya, Kapolri mestinya memerintahkan Kapolda Sultra untuk melakukan evaluasi terhadap anggota-anggotanya yang melakukan backing terhadap pertambangan ilegal, khususnya di Pulau Wawonii.

“Karena itu FRSBW, JATAM, FWI dan KontraS menyerukan kepada Kapolda Sultra dan Kapolres Kendari untuk menarik mundur semua aparat kepolisian diberbagai level yang terlibat dalam mendukung operasi tambang yang tidak sah dan melanggar hukum ini,” pintanya.

Baca Juga : 9 IUP di Wawonii Resmi Dicabut, SK Sudah Diteken Ali Mazi

FRSBW, JATAM, FWI dan KontraS menyatakan bahwa semua operasi pertambangan di atas pulau kecil adalah pelanggaran hukum atas pasal 23 ayat (2) undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang PWPPK yang tidak menempatkan Pertambangan sebagai pilihan pembangunan di wilayah dengan daya dukung dan ekosistem yang khas seperti di pulau kecil ini.

Juga berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat (30), (31), (32), (33), (34), (35) dan (36) di Undang-Undang tersebut, dalam Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya, masyarakat merupakan pemangku utama dalam menentukan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil. (*)

 


Kontributor : Fadli Aksar
Editor : Abdul Saban

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini