ZONASULTRA.COM, WANGGUDU – Jetty atau terminal khusus bongkar muat ore nikel milik PT Sriwijaya Raya (SR) di blok mandiodo, Desa Tapuemea, Kecamatan Molawe, kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) dituding dibangun dengan menerobos lahan masyarakat setempat.
Hal itu dikemukakan Alfian Tajudin, salah satu pemilik tanah yang menjadi korban penyerobotan PT Sriwijaya Raya, Sabtu (20/1/2018).
Dia menegaskan, perusahaan tambang nikel itu telah mencaplok tanahnya seluas 20×25 meter yang digunakan sebagai tempat penampungan ore nikel PT Sriwijaya Raya sejak tahun 2009 lalu.
Padaha, pemerintah desa setempat telah memediasi Alfian dengan pihak perusahaan itu. Dimana dalam perjanjiannya, PT Sriwijaya Raya akan membayar konpensasi kepada Alfian sebesar Rp 3 juta setiap ore nikel tongkang yang terjual. Setiap satu tongkang berisi 7.500 metrik ton.
Namun, perjanjian itu hanya menjadi ‘pemanis telinga’ bagi Alfian. Sebab, hingga kini, dana konpensasi itu tak kunjung dibayar oleh PT Sriwijaya Raya.
(Baca Juga : DPRD Konut Tuding PT BKM dan Sriwijaya Sengaja Cemari Laut Desa Tapunggaya dan Tapuemea)
“Sampai hari ini dana kompensasi itu tidak ada. PT Sriwijaya ini acuh tak acuh dengan kesepakatan itu. Ini jelas sudah melakukan pembodohan dan merugikan kami selaku pemilik lahan,” tukas Alfian.
Dibeberkannya, selain menerobos, aktifitas penambangan PT Sriwijaya Raya itu juga diduga ilegal karena belum mengantongi Surat Kepemilikan Tanah (SKT).
Padahal, dalam pembuatan Jetty, setiap perusahaan tambang wajib memegang SKT sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenub) tentang syarat ketentuan pendirian terminal khusus pertambangan.
“Selaku pemilik kuasa lahan, secara tegas saya meminta PT Sriwijaya Raya untuk segera mengeluarkan tumpukan tanah ore nilkel dari lahan saya itu yang dibuat pelabuhan dan memindahkan pelabuhannya. Karena kami mau mendirikan rumah tinggal di tempat itu,” katanya.
Dugaan penyerobotan lahan milik Alfian oleh PT Sriwijaya itu dibenarkan oleh Sekeretaris Desa (Sekdes) Tapuemea, Hargono. Kata dia, polemik kepemilikan lahan antara itu sudah berlarut-larut karena pihak perusahaan tidak mau memenuhi komitmennya.
Walau masalah ini selalu dimediasi oleh berbagai pihak. Hampir setiap tahun, pemerintah desa, pemerintah kecamatan bahkan pihak kepolisian sudah berupaya untuk menjembantani penyelesaiaan masalah itu. Sayangnya, pihak PT Sriwijaya Raya terkesan tutup mata dan tak peduli dengan upaya mediasi itu.
“Pendirian pelabuhan jetty PT Sriwijaya masuk dalam lahan yang bersangkutan dan itu sudah 4 tahun dibahas terus. Tiap tahun kita dudukan bersama pihak perusahaan, tapi malahan ini perusahaanya yang belum-belum juga selesaikan,” kata Hargono.
Atas dasar ini, Alfian meminta Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kabupaten Konut untuk meninjau kembali kelayakan lingkungan pelabuhan PT Sriwijaya Raya. Sebab dalam proses pembangunannya, jetty itu tidak memiliki SKT serta tidak menerobos lahan masyarakat.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada satupun dari pihak PT Sriwijaya Raya yang dapat dimintai klarifikasi atas tudingan tersebut. Saat dihubungi oleh awak ZONASULTRA.COM, nomor kontak telepon seluler milik sejumlah karyawan di perusahaan itu tidak tersambung. (A)
Reporter : Jefri Ipnu
Editor : Abdul Saban