ZONASULTRA.COM, ANDOOLO – Kadek Sutawan (7,6) tahun terbaring lemas di rumah sakit Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra). Selang oksigen terpasang dihidungya, sembari menahan sakit yang sudah bertahun-tahun dirasakan sejak usianya baru memasuki sembilan bulan.
Berbeda dengan anak seusianya, kondisi Kadek memprihatinkan. Tubuhnya kurus, perutnya membuncit, matanya cekung tak bercahaya. Sementara tulang-tulang badannya menonjol.
Di sudut ruangan gedung Melati tempat ia dirawat. Pasien yang lahir tahun 2012 itu ditemani sang ibu Nyoman Nurasih (40). Sambil membelai anaknya yang tampak tengah kegerahan siang itu, menunjukan betapa peliknya perjuangan hidup Kadek melawan penyakitnya.
Kadek sendiri merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Kakaknya saat ini sedang mengenyam pendidikan di sekolah dasar.
Nurasih harus mengurusi anak keduanya itu sendirian di rumah sakit, pasalnya suaminya harus bekerja di kebun merawat tanaman yang sedang mereka olah selama ini sebagai sumber mata pencahariannya.
Mereka merupakan warga Desa Andoolo Utama, Kecamatan Buke, Konsel. Kadek sendiri masuk ke BLUD Konsel sudah 12 hari. Dokter mendiagnosanya sebagai penderita gizi buruk.
“Waktu mulai sakit itu umur sembilan bulan, kerjanya menangis terus siang malam. Kiranya sakit demam biasa, lama kelamaan bolak balik berobat di rumah sakit, kondisinya sekarang yaa seperti ini,” kata Nurasih mengawali cerita perjuangan merawat anaknya itu selama ini saat ditemui wartawan ZONASULTRA.COM, Erik Ari Prabowo pada hari Jumat (1/3/2019) lalu.
Nurasih mengaku, sudah tiga kali membawa kadek untuk dirawat di rumah sakit. Beruntung biaya pengobatan putranya itu geratis, karena biayanya dikalaim oleh BPJS.
Akibat penyakitnya tersebut, Kadek sendiri tak dapat merasakan indahnya dunia pendidikan seperti teman sebayanya. Bahkan untuk mensiasati keluhan sakitnya, Nurasih mengaku harus selalu memutarkan TV agar buah hatinya itu dapat diam meski hanya sesaat.
“Suatu saat saya ingin dia bisa sehat dan bisa masuk sekolah. Dia (kadek) katanya ingin jadi polisi,” ujar Nurasih dengan mata berkaca kaca melihat putranya sesekali meringis kesakitan.
Andai ia bisa memilih, Nurasih jelas tak ingin kehidupan putranya terlahir dengan kondisi seperti itu. Selain harus merasakan sakit setiap saat, beban biaya tentu tak sedikit. Belum lagi penghasilanya bersama suami dari hasil bertani hanya yang pas-pasan.
“Perbulanya nggak menentu pendapatanya, paling kalau lagi musim panen buah-buahan, seperti jeruk dan rambutan, bisa sampe satu jutaan saja udah syukur,” katanya.
Sementara itu, kepala kepala seksi keperawatan BLUD Konsel Siti Hairia Dahlan menjelaskan, kelainan yang diderita Kadek bukan merupakan murni faktor kekurangan pangan, tetapi lebih disebabkan oleh dorongan penyakit bawaan lahir.
“Kadek punya penyakit lain, ini dia alami sejak dia masih bayi. Inilah yang menjadi faktor sehingga dia menderita gizi buruk. Karena menyebabkan asupan gizi di tubuhnya tak berkembang dengan baik,” ungkap Siti.
Menurutnya, kondisi pasien sangat memprihatinkan saat masuk ruang perawatan. Berat badan kadek saat itu hanya 14 kg dengan panjang 110 cm. Idealnya, berat badan untuk anak seusiadia di kisaran 20 kg ke atas.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Konsel, dr. Boni Lambang Pramana. Ia menyebut rata-rata penderita gizi buruk di daerah itu disebabkan oleh kelainan kongenital (kelainan sejak lahir).
“Kalau penyebabnya karena kerawanan pangan, itu belum kita temukan. Rata-rata di sini itu penyakit bawaan yang menyebabkan asupan gizi penderita tidak bagus, kemudian adanya juga pola asuh yang salah yang diakibatkan karena perceraian,” ungkap Boni saat diwawancarai kamis (7/3/2019).
Kata dia, jumlah penderita gizi buruk di Konsel dalam tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Di tahun 2016, data yang masuk di Dinkes mencapai 18 penderita, tahun 2017 ada 17 yang ditemukan dan pada tahun 2018 meningkat derastis hingga mencapai 33 penderita.
Dijelaskan Boni, tingginya angka penderita di tahun 2018 disebabkan akses petugas medis yang terus meluas. Pasalnya selain jumlah petugas yang terus bertambah, fasilitas yang semakin memadai semakin memudahkan petugas dalam melakukan investigasi dilapangan.
Disamping itu, biaya pengobatan khusus bagi penderita penyakit stunting (gizi buruk) sudah geratis karena telah dianggarkan melalui Pemda maupun pemerintah pusat, hal inilah yang membuat masyarakat berani melaporkan para penderita tersebut ke kerumah sakit.
“Target kita tahun ini penderita harus turun dan mengurangi angka kematian, awal tahun 2019 ini sudah ada empat yang kita temukan, termaksud pasien kadek itu,” paparnya.
Untuk mengurangi resiko penderita gizi buruk di wilayah Konsel, Boni mengatkan pihaknya juga terus melakukan upaya sosialisasi di masyarakat dan memberikan makanan tambahan bagi anak. (*)
Penulis: Erik Ari Prabowo
Editor: Abdul Saban