Kades Tambeanga Konsel Diduga Selewengkan Dana Desa Hampir Rp 1 Miliar

Dana Desa Mulya Jaya di Koltim Digunakan Tidak Tepat Sasaran
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Kepala Desa Tambeanga, Harno, diduga telah melakukan korupsi anggaran dana desa selama tiga tahun dari 2016 sampai 2019. Angka penyalahgunaan anggaran negara itu hampir menyentuh angka Rp 1 miliar. Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Pro Jokowi (Projo) Sulawesi Tenggara (Sultra) Edi Suyatno, Selasa (25/2/2020).

Ia memaparkan, beragam praktik culas yang diduga dilakukan oleh kades itu antara lain mark up anggaran (penggelembungan), kegiatan fiktif dan pekerjaan lewat tahun.

Edi merinci, total dugaan korupsi yang telah masuk ke kantong pribadi kepala desa yakni Rp 933 juta. Ditambah lagi proyek pekerjaan yang terindikasi mark up anggaran yakni pembangunan tanggul pemecah ombak.

Dalam rencana anggaran biaya (RAB), pembangunan tanggul dianggarkan senilai Rp 490 juta termasuk ongkos kerja, dan anggaran pembelian material. Khusus pembelian material sendiri, di dalam RAB sejumlah Rp. 317 juta.

Projo lalu menemukan bahwa nilai anggaran diduga telah digelembungkan oleh kades. Sebab, dalam pelaksanaannya, anggaran yang dihabiskan hanya Rp 166 juta. Sementara sisanya 148 juta diduga disunat oleh sang kades.

“Sampai sekarang tidak diketahui ke mana sisa anggaran itu. Bahkan setelah selesai pekerjaan papan anggaran juga tidak ada. Selama tiga tahun praktek curang itu terus dilakukan, hingga kami mencatat total anggaran yang digelapkan Rp 309 juta,” ujar Edi Suyatno saat ditemui di Kendari, Selasa (25/2/2020).

(Baca Juga : Pjs Kades di Kolut Jadi Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Dana Desa, Kerugian Negara Rp293 juta)

Selain Mark up anggaran, terdapat kegiatan fiktif. Misalnya saja sewa mesin cor (molen), biaya mobilisasi molen dan biaya mandor sebesar Rp 36 juta. Menurut Edi, sejumlah paket pekerjaan itu masuk dalam laporan pertanggungjawaban (LPJ) penggunaan dana. Tapi faktanya, realisasi di lapangan tidak ada sama sekali.

“Kami di sana langsung melihat pelaksanaan kegiatannya. Awalnya kami tidak tahu, tapi setelah dapat informasi, kemudian mengecek RAB dan ABPDdes, setelah itu kami tahu bahwa ada anggaranya dan dilaporkan dalam surat pertanggungjawaban,” tegasnya.

Selain itu, paket pekerjaan yang diduga fiktif yakni kegiatan penimbunan badan jalan satu sepanjang satu kilometer pada 2016. Projo yang dipimpin Edi tersebut menemukan kegiatan fiktif. Contohnya saja belanja biaya material tanah timbunan untuk meratakan tanah dianggarkan senilai Rp 230 juta.

Dalam pelaksanaannya, jalan sepanjang satu kilometer itu membutuhkan material tanah timbunan. Projo melihat pengadaan material dilakukan oleh kepala desa dengan menggunakan tanah milik warga setempat. Tetapi, kepala desa mengambil secara cuma-cuma material tersebut tanpa membeli menggunakan biaya ratusan juta yang telah dianggarkan itu.

Menurut Edi, tiga orang warga pemilik material sendiri menyatakan tidak pernah sama sekali menerima harga ganti rugi tanah tersebut. Pengakuan kepala desa kepada warga tidak menganggarkan dana untuk pengambilan tanah timbunan tersebut.

“Karena merasa bahwa ini untuk swadaya pembangunan kampung. Tapi ternyata kades membohongi pemilik tanah karena anggarannya ada RAB. Tiga orang pemilik lahan membuat surat pernyataan bermaterai menerangkan bahwa tak pernah mendapat bayaran material,” tegasnya.

Modus korupsi yang lain adalah proyek pekerjaan lewat tahun. Pemerintah Desa Tambeanga merencanakan pembangunan rumah bagi warga yang memiliki rumah tapi tidak layak huni. Satu unit bangunan rumah dibiayai Rp 55 juta, dan total anggaran seluruhnya dalam RAB tercatat sejumlah Rp. 185 juta.

“Satu unit rumah dianggarkan Rp 55 juta dengan bahan kayu. Faktanya dilihat dari rumah yang dibangun anggaran digunakan hanya Rp 24 juta bahkan menggunakan kayu kelas 3. Dianggarkan 2018 tapi realisasi pada 2019,” terangnya.

Edi menjelaskan, selama kurun waktu tiga tahun tersebut setelah proyek selelai dilakukan, kades tak pernah memasang papan anggaran kegiatan. Nanti ketika ditegur oleh tim pengawas yang datang, kades baru memasang papan anggaran itu.

“Hanya di 2016 dan 2019 dia pasang, itupun setelah turun tim lalu mendapatkan teguran. Papan APBDdes juga tidak pernah dipasang,” kata Edi.

Ia mengungkapkan bahwa, kasus ini sudah pernah dilaporkan ke Kepolisian Daerah (Polda) Sultra ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra dan ke Inspektorat, namun hingga kini tak ada satupun lembaga tersebut yang memproses laporannya.

Projo bersama masyarakat setempat lebih dulu melaporkan kasus dugaan korupsi tersebut di Mapolda Sultra pada 20 Maret 2017 lalu. Hal itu ditandai dengan surat tanda registrasi terima pengaduan yang diterima oleh petugas SPKT Bripda Ardiman.

Selanjutnya, pelaporan juga dilakukan di Kejati Sultra pada 5 Agustus 2019 lalu. Pihak Kejati melalui petugasnya Darmanto menerima aduan itu. Aduan itu dibubuhkan dengan stempel resmi kejaksaan.

“Kami meminta para lembaga penegak hukum untuk memproses kasus ini dan segara turun mengecek kegiatan pembangunan menggunakan dana desa di sana. Karena kami punya bukti kuat bahwa kades diduga melakukan tindak pidana korupsi,” pungkasnya.

Kades Tambeanga, Harno saat dihubungi melalui telepon selulernya sejak Selasa hingga Rabu (26/2/2020) tidak pernah aktif. Sementara dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Harno juga hanya membaca dan tidak membalas pesan dari jurnalis ZonaSultra. (a)

 


Kontributor : Fadli Aksar
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini