ZONASULTRA.COM, KENDARI – Setiap saat Stasiun Meteorologi dan Maritim Kendari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) selalu mengeluarkan update peringatan dini gelombang tinggi yang terjadi di perairan Sulawesi Tenggara (Sultra). Hal itu, dilakukan untuk memberikan warning kepada masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan yang beraktivitas di perairan agar selalu mewaspadai kondisi tersebut.
Namun, perlu diketahui peringatan seperti apa saja yang sebenarnya harus diwaspadai oleh masyarakat sehingga tetap berhati-hati dan bahkan harus menghentikan aktivitas jika sudah masuk dalam kategori bahaya.
Prakirawan Cuaca Stasiun Meteorologi dan Maritim Kendari Faisal Habibie mengatakan peringatan dini gelombang dengan ketinggian 1,25 hingga 2,5 meter masuk dalam kategori waspada. Hal ini harus diwaspadai oleh pemilik kapal kecil yang biasanya melaut untuk memacing ikan serta masyarakat pesisir harus tetap waspada akan potensi gelombang tersebut.
Kemudian peringatan pada skala ketinggian 2,5 hingga 4 meter sudah masuk dalam kategori bahaya. Pada peringatan ini BMKG selalu menghimbau agar tidak ada aktivitas melaut yang dilakukan oleh para nelayan dan masyarakat sekitar pesisir untuk tetap siaga. Sedangkan pada skala tinggi gelombang 4 hingga 6 meter seluruh kapal dilarang untuk melakukan pelayaran dan aktivitas lain di perairan.
Berita Terkait : Begini Penjelasan BMKG Terkait Kondisi Cuaca Sultra Awal Tahun 2019
“Jadi perlu dikenali dengan baik peringatan dini ini sebagai edukasi untuk diri sendiri,” ungkap Faisal Habibie saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (24/1/2019).
Selain itu, penting bagi masyarakat untuk selalu mengupdate peringatan dini gelombang yang dikeluarkan BMKG melalui website resmi dan rilis pers melalui media cetak maupun media elektornik.
Lebih jauh, ia menjelaskan nelayan ketika mendapatkan informasi gelombang kategori waspada, untuk lebih jelas mengenai titik potensi gelombang tinggi tersebut dengan menghubungi pihak BMKG. Pasalnya, dikatakan Faisal, perairan itu sangat luas dan tidak semua perairan terkena dampak gelombang tinggi.
“Biasanya juga kan daerah pesisir terlihat tenang sehingga tidak ada keraguan untuk berlayar, namun jangan salah karena kita tidak mengupdate mengenai titik pastinya jangan sampai sudah 10 mil dapat gelombang sudah rugi bahan bakar, keselamatan juga terancam. Sehingga ada baiknya tanyakan ke kami dulu mengenai lokasi pastinya,” jelas Faisal.
Kegiatan lain yang dilakukan oleh BMKG setiap tahun dalam mengedukasi nelayan adalah Sekolah Lapangan Iklim (SLI). Tujuan dari SLI adalah sebagai wadah untuk berbagi ilmu pengetahuan dari BMKG ke penyuluh terkait pelayanan informasi cuaca dan iklim maritim, memberikan pengetahuan kepadan penyuluh perikanan/ petugas dinas terkait tentang iklim dan kemampuan antisipasi dampak gejala iklim ekstrim terhadap kegiatan perikanan.
Selain kepada penyuluh, nelayan pun dilibatkan dalam SLI ini agar mereka dapat mengetahui simbol peringatan dini gelombang. Diharapkan pula seluruh informasi BMKG mengenai peringatan dini gelombang tinggi misalnya dapat sampai ke pada nelayan.
“Kita rutin adakan setiap tahun untuk mengedukasi para nelayan agar mereka paham bagaiman melihat dan menyikapi peringatan cuaca dan gelombang,” jelasnya.
Dalam memberikan peringatan dini gelombang tinggi, BMKG selalu merilis untuk tiga hari ke depan. Alasan dikeluarkannya peringatan untuk tiga hari ke depan adalah agar masyarakat atau nelayan yang akan beraktivitas dapat merschedule (jadwalkan) ulang kegiatan yang akan dilakukan selama peringatan gelombang masih berlaku.
Artinya, diharapkan agar ada aktivitas lain yang dapat dijadikan alternatif nelayan selama tidak melaut karena gelombang tinggi, sehingga masih bisa survive (bertahan) untuk memenuhi kebutuhannya.
“Kalau misal cuman sehari kita berlakukan, terus nelayan mikirnya hanya hari ini saja peringatan besok sudah tidak. Lantas bagaimana jika besok gelombang itu masih terjadi. Maka tidak ada alternatif. Jadi intinya kita selain memberikan peringatan kami juga berharap nelayan dapat berfikir secara rasionalitas. Mungkin, bisa saja ia memperbaiki jaringnya selama masa peringatan kemudian ketika gelombang reda ia dapat bekerja lebih maskimal,” pungkasnya.
#Baubau dan Wakatobi jadi Daerah Terdampak
Perairan Baubau, Buton dan Wakatobi merupakan daerah yang menjadi langganan gelombang tinggi di Bumi Anoa. Sebenarnya apa yang menjadikan perairan di sekitaran wilayah tersebut selalu menjadi daerah terdampak gelombang tinggi.
Faisal Habibie menjelaskan, jika dilihat dari peta tidak ada pulau yang menghalagi tiupan angin dari barat atau Laut Jawa menuju perairan Buton bagian selatan dan Wakatobi bagian selatan. Sehingga tiupan angin pada musim barat seperti saat ini menyebabkan bangkitnya gelombang tinggi termasuk di perairan Pulau Kabaena.
Bukan hanya pada musim barat, saat musim angin timur pun memberikan dampak terjadinya gelombang tinggi di perairan tersebut. Namun, dampaknya lebih meluas hingga perairan Manui dan Teluk Tolo, Sulawesi Tengah (Sulteng). Jadi dapat disimpulkan, jika Perairan Buton dan Wakatobi menjadi wilayah terdampak gelombang tinggi akibat angin musim barat maupun timur.
#Peringatan Gelombang Tinggi dan Cuaca Ekstrim
Berdasarkan hasil analisis dinamika atmosfer (22/01/2019), terpantau pola tekanan rendah 1005 hPa teridentifikasi di Laut Timor atau selatan Nusa Tenggara Timur (NTT). Bersamaan dengan itu, Massa udara basah Lapisan rendah terkonsentrasi di wilayah Sultra, serta indeks labilitas sedang sampai kuat di wilayah Sultra.
Kemudian hangatnya suhu permukaan air laut di wilayah Laut Sulawesi dan Laut Folres, dan juga dilihat dari pergerakan anginnya terdapat belokan dan konvergensi di wilayah Sultra ini menyebabkan tingkat penguapan dan pertumbuhan awan cukup tinggi sehingga berpotensi terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di wilayah Sulawesi Tenggara terutama bagian selatan (Buton Selatan, baubau, Buton, Wakatobi, dan kabaena) serta bagian utara (Konawe Utara. Konawe Selatan, Kendari, Konawe Kepulauan, dan Kolaka Utara) secara khusus.
BMKG melalui Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) di Jakarta memonitor adanya tiga bibit badai tropis di dekat wilayah Indonesia. Salah satu bibit siklon yang saat ini berada di Laut Timor atau selatan NTT ( 94S) berpotensi meningkat menjadi siklon tropis dalam 3 hari ke depan dan mengakibatkan potensi cuaca ekstrem berupa angin kencang yang dapat mencapai diatas 25 knot sehingga berpotensi gelombang dengan tinggi 2.5 hingga 4.0 meter ( Berbahaya) terjadi di wilayah Perairan Bau-bau, Wakatobi, dan Laut Banda Timur Sultra).
BMKG pun menghimbau kepada masyarakat agar tetap waspada dan siaga dalam menghadapi periode puncak musim hujan 2019. Khususnya dampak dari curah hujan tinggi yang akan memicu Bencana Hidrometeorologi seperti banjir, longsor, banjir bandang, dan angin kencang yang meningkat pada akhir Januari 2019.
Masyarakat dihimbau agar tetap waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang dapat ditimbulkan dari curah hujan tinggi dan angin kencang yang akan terjadi pada akhir Januari 2019 ini.
Bencana yang mungkin terjadi, antara lain potensi banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan, angin kencang, pohon tumbang dan jalan licin, resiko tinggi gelombang terhadap keselamatan pelayaran. Olehnya, dimohon kepada masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di pesisir sekitar area yang berpeluang terjadi gelombang tinggi agar tetap selalu waspada. (A)