Kesbangpol Sultra: Golput itu Pilihan, Tapi di Luar Kewajaran

162
Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Sultra Muhamad Djudul
Muhamad Djudul

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Muhamad Djudul menilai sikap golput dalam pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan hal di luar kewajaran.

“Golput itu juga pilihan, pilihan untuk tidak memilih, akan tetapi itu di luar suatu kewajaran karena rugi kan kita berpartisipasi,” kata Mantan Sekretaris Kota (Sekot) Baubau saat dijumpai di Bandara Haluoleo Kendari, Rabu (3/4/2019).

Ia pun mengimbau kaum milenial atau pemilih pemula serta masyarakat pada umumnya diharapkan datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya pada Pemilu serentak 17 April 2019 mendatang.

“Suara kita, pilihan kita itu menentukan masa depan negara dan daerah kita, marilah kita ikut aktif di era demokrasi ini,” pungkasnya.

(Baca Juga : Sukseskan Pemilu 2019, Kemenag Sultra Imbau Masyarakat Tak Terpancing Isu Agama)

Ia pun optimis target KPU RI untuk mencapai partisipasi pemilih secara nasional adalah 77,5 persen dapat tercapai. Pasalnya, Djudul menilai saat ini masyarakat sudah mulai cerdas untuk memilih calon pemimpin yang akan memberikan perbaikan bagi negara dan daerah.

Untuk diketahui, berdasarkan data KPU Provinsi sultra, partisipasi pemilih saat Pilpres 2014 hanya berada pada angka 60 persen, sementara partisipasi pada pemilihan Legislatif tanggal 9 April 2014 lalu masih lebih baik dari Pilpres dengan presentase 72 persen.

Saat pelaksaan Pilpres 2014, jumlah pemilih tetap yang terdaftar sebanyak 1.827.083 orang. Sementara pemilih yang menggunakan hak suaranya hanya 1.139.678 orang sehingga ada sekitar 688 ribu orang tidak datang memilih. Bahkan dari jumlah pemilih yang mencoblos ada suara suara yang tidak sah 6.327 suara.

Partisipasi pemilih pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sultra 2018 pun tidak mencapai angka 70 persen hanya sekitar 68,45 persen dari total pemilih tetap 1.628.320 orang hanya 1.120.579 orang yang datang memilih.

Dikutip dari Wikipedia Golongan putih atau yang disingkat golput adalah istilah politik di Indonesia yang berawal dari gerakan protes dari para mahasiswa dan pemuda untuk memprotes pelaksanaan Pemilu 1971 yang merupakan Pemilu pertama di era Orde Baru. Pesertanya 10 partai politik, jauh lebih sedikit daripada Pemilu 1955 yang diikuti 172 partai politik. Tokoh yang terkenal memimpin gerakan ini adalah Arief Budiman.

Namun, pencetus istilah “Golput” ini sendiri adalah Imam Waluyo. Dipakai istilah “putih” karena gerakan ini menganjurkan agar mencoblos bagian putih di kertas atau surat suara di luar gambar parpol peserta Pemilu bagi yang datang ke bilik suara.

Dalam kacamata hukum, golput bukanlah sesuatu yang dipersoalkan, Pasal 28 UUD RI 1945 dan pasal 23 UU HAM menjamin hak tersebut. Dalam dokumen resmi PBB tentang hak dan partisipasi dalam politik menyebut negara pihak, termasuk indonesia menjamin hak atas kebebasan berekspresi, jadi kalau ada larangan untuk golput, itu adalah bentuk anti demokrasi dan anti Rule Of Law.

Selain itu juga ada hak yang harus dilindungi, termasuk hak untuk tidak memilih, apalagi kalau masyarakat sudah jenuh pada parpol yang ada yakni pada pasal 25 Konvensi Internasional tentang hak sipil dan politik (ICCPR).

Bahkan dibeberapa negara, golput merupakan sesuatu yang lumrah karena bentuk sikap politik atas ketidakpuasan kinerja parpol dan rezim. Abstain (Golput) ataupun menentukan pilihan dari yang tersedia merupakan ekspresi partisipasi politik yang ada jadi harus pula dihargai. (A)

 


Reporter: Ilham Surahmin
Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini