ZONASULTRA.COM, BAUBAU – Siti Marfuah (34) dipanggil menghadap Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Buton Tengah (Buteng), Sultra pada Juli 2019 lalu. Marfuah diperingatkan akan dipecat jika suaminya, Sadli Soleh (Sodli) tidak menghentikan pemberitaan soal simpang lima Labungkari yang kini jadi polemik.
Siti Marfuah tetap kukuh. Lapang dada ia menerima konsekuensi itu demi mendukung sang suami. Awal September 2019 Marfuah resmi dipecat di tempatnya menjadi honorer dengan gaji Rp680 ribu itu.
“Memang dari awal pemberitaan itu muncul, sudah dikasi tahu memang sama sekwan ingatkan suamiku untuk tidak memberitakan ini lagi. Kalau masih memberitakan lagi, kemungkinan namamu dicoret,” begitu Marfuah bercerita pada zonasultra.id lewat panggilan telepon, Senin (10/2/2020), terkait percakapan dirinya dengan Sekretaris DPRD Buteng, Burhanuddin.
Terkait pemecatan ini, Sekretaris DPRD Buteng, Burhanuddin mengelak. Menurutnya pemecatan itu tidak ada, yang benar Marfuah sudah tidak pernah datang bekerja karena malu setelah ditegur.
(Baca Juga : Kisah Sodli Dipenjara Karena Berita)
Burhanuddin mengakui pernah memanggil Marfuah ke ruangannya dan memerintahkan untuk menghentikan berita Sodli Soleh soal simpang lima Labungkari. Burhanuddin berdalih ingin agar berita Sodli berimbang. Pemanggilan itu sendiri ungkap Burhanuddin, diperintahkan oleh Ketua DPRD Buteng periode 2014-2019, Adam.
“Saya cuma sampaikan, tolong sampaikan ke Sadli (Sodli) agar beritanya itu berimbang. Tidak ada kemungkinan dipecat itu. Tapi kalau itu, saya coba tanya di bendahara, kenapa istrinya Sadli ini tidak masuk lagi, dia ngomong katanya dia malu sama bapak. Karena suaminya tidak mau menghentikan berita itu,” aku Burhanuddin saat dihubungi.
Dalih ini menurut Marfuah karena membela diri. Setelah ditegur pada Juli 2019 dirinya masih berkantor. Bahkan Agustus dia masih menerima upah sebagai staf bendahara dan operator Sekterariat DPRD Buteng.
“Pak sekwan menyampaikan pada ibu bendahara, dia bilang tolong sampaikan ke Siti Marfuah bahwa dia begini begitu, maksudnya sudah tidak bisa bekerja di DPRD lagi. Katanya juga, kita sudah tidak bisa tolong,” ungkap Marfuah.
Marfuah mengakui pernah merasa malu, takut jika jadi bahan gunjingan di kantor. Dia bahkan memilih tidak turut serta dalam acara Agustusan, peringatan hari kemerdekaan RI tahun itu. Tapi setelah Agustusan, akunya, dia tetap aktif seperti sedia kala, hingga penyampaian untuk tidak bekerja itu – awal September 2019 didengarnya dari bendahara.
(Baca Juga : Kritik Bupati Buteng Berujung Pidana Jurnalis Sodli Saleh)
Marfuah sendiri sudah jadi honorer sejak 2015. Dia mengaku berat hati saat mengetahui akan dipecat karena pemberitaan suami.
Setelah dipecat dan suaminya hilang pekerjaan karena dibui, perekonomian ibu satu anak itu makin sulit. Gajinya dan suaminya memang kecil, tapi bisa menahan biaya bulanan keluarga kecil yang dikaruniai putra berumur 2 tahun itu.
Untungnya Marfuah masih punya orang tua. Sehari-hari ia membantu menjual ikan asin. Ada juga saudara Sodli yang membatu biaya beli susu dan pampers anaknya.
“Yang susah itu untuk anak saja, untuk beli susu, sama beli pampers. Kalau makan untungnya masih ada orang tua, bantu-bantu mereka saja,” aku dia.
Kini Marfuah hanya bisa berharap pada putusan hakim untuk membebasakan Sodli. Sidang Sodli sendiri akan dilanjutkan pada Rabu 12 Februari 2020, dimana hakim Pengadilan Negeri (PN) Pasarwajo, Buton, sekali lagi memanggil Bupati Buteng, Samahuddin untuk bersaksi setelah dua kali tidak penuhi panggilan.
Sempat Mengira Sudah Damai
Hiruk pikuk masalah Sodli sempat tak terdengar lagi di Buteng setelah pemecatan Marfuah. Saat itu dirinya mengira suaminya dan Bupati Buteng, Samahudin sudah berdamai. Dia tidak tahu menahu lagi, hanya menyerahkan semua keputusan ke Sodli Soleh.
“Sempat berpikir begitu juga untuk menanyakan masalahnya, cuma kan 1 bulan sebelum penahanan, kayaknya suamiku sudah mulai merapat di pemda. Saya kira sudah tidak ada masalah lagi. Ternyata ditahan,” jelasnya.
Marfuah ingin menanyakan surat pemanggilan polisi yang ia ketahui dari rekan honorer di Sekretariat DPRD. Niat itu urung agar suaminya tetap fokus dan jernih berpikir untuk memecahkan masalahnya.
Tiba-tiba dalam beberapa hari Sodli Soleh menghilang. Tidak pulang ke rumah. Tepat 17 Desember 2019, ia dikagetkan denga pesan foto dari WhatsApp adik dari teman suaminya yang jadi sipir Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kota Baubau. Foto itu menunjukan Sodli telah menggunakan rompi tahanan dan berada dalam lapas.
Sodli dibui karena dilaporkan ke Polres Baubau oleh Pihak Pemda Buteng 27 Juli 2019. Tulisan Sodli soal simpang lima labungkari disulap menjadi simpang empat dinilai telah mencemarkan nama baik Bupati Buteng, Samahuddin, karena data-data tulisan itu tidak benar.
Kekuasaan dan Premanisme Sempat Menghantui
Marfuah tidak mempertanyakan korelasi pemecatanya dengan berita suami karena berpikir mereka berkuasa. Ia juga mengaku pernah suatu ketika rumah orang tuanya di Desa Waburense, Kecamatan Mawasangka, Buteng, didatangi orang tidak dikenal. Mereka mengatasnamakan suruhan bupati.
“Jadi orang tuaku yang tahu, dia bicara sama orang tuaku itu preman yang datang,” ujarnya.
Jarak rumah Sodli dan tempat mereka bekerja, Kelurahan Lakudo, puluhan kilometer. Itulah kenapa suami istri itu kadang cuma seminggu sekali berada di rumah. Di Lakudo mereka menginap di rumah keluarga agar tidak telat pergi kerja.
Terkait pemecatannya sebagai honorer, kata Marfuah, pernah suatu saat suaminya Sodli diperintahkan bertemu bupati. Mana tahu status istrinya akan dipulihkan.
“Terakhir disuruh ketemu pak bupati dulu, biar saya lanjut kerja atau tidak. Tapi bagaimana pun suamiku tidak mau,” terangnya mengisahkan lagi.
Gegara tidak mau bertemu bupati itulah, akhirnya Siti Marfuah dipecat dan Sodli dibui. Baik Siti mupun Sodli, tinggal menunggu sidang untuk memastikan segala faktanya. (*/SF)