Kisah La Ore, Kakek di Muna yang Bangun Masjid untuk Warga Kampung Lama

9592
La Ore
La Ore

ZONASULTRA.COM, RAHA – Tubuhnya sudah membungkuk. Langkahnya kadang tertatih, tak mampu menopang berat badannya karena usia yang sudah uzur. Namun semangatnya untuk terus bermanfaat bagi orang lain tak pernah surut.

Dia adalah La Ore. Di usianya yang sudah senja, 82 tahun, pensiunan guru di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) ini tetap semangat menjalani sisa umurnya. Aktif menjalani rutinitas kesehariaannya. Bercengkerama bersama sanak keluarga, menimang cicit hingga bercanda tawa dengan cucu.

Meski kondisi fisiknya sudah mulai terbatas, La Ore mampu menaklukan jalan rusak di beberapa titik kecamatan di Muna menggunakan sepeda motor miliknya demi menghabiskan sisa usia mendulang investasi akhirat.

Ya. La Ore kini aktif sebagai salah satu pendiri pembangunan Masjid Nur Hijrah yang terletak di kampung lama Desa Laloya, Kecamatan Tongkuno. Bersama ketuanya, Supu Alimin (72) yang juga seorang pensiunan ASN, mereka membangun masjid untuk warga kampung lama yang sejak puluhan tahun minim akan syiar agama.

Baca Juga : Kisah Inspiratif Siswi MAN 1 Kolaka Ubah Sekam Padi Jadi Sabun Wajah

Tak hanya itu, kampung lama juga diketahui sulit akan sumber air bersih, jauh dari hiruk pikuk perkotaan dan fasilitas yang memadai.

“Di kampung lama ini hampir sepanjang jalan tak ada masjid. Dari Desa Ondoke Kecamatan Lohia hingga sejauh sekitar 18 kilometer tak satu pun berdiri masjid. Sementara dari arah barat, sekitar 17 kilometer ke sini juga tak ada masjid. Maka di situlah muncul dalam hati saya bersama pak Supu untuk membangun masjid ini,” cerita La Ore pada awak zonasultra.id.

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

Masjid ini dibangun sejak 2015 lalu dengan anggaran yang dikumpulkan dari tabungan dan sumbangan keluarga. Masjid yang telah lama dirindukan masyarakat sekitar itu telah menelan anggaran sebanyak Rp300 juta.

Memiliki luas sekitar 10×10 meter persegi, masjid yang kini terus digenjot pengerjaannya masih membutuhkan bantuan dana dari donatur untuk merampungkan pembangunannya.

“Kita masih butuh dana sekitar Rp150 jutaan untuk buat plafon, beli tehel, cat dan bangun pagar,” kata mantan pensiunan guru selama 17 tahun ini.

Sejak istrinya meninggal dunia, pria yang berdomisili di Kelurahan Palangga, Kecamatan duruka ini mulai giat mengejar akhiratnya. Awal pembangunan masjid hampir tiap hari ia bolak balik menyusuri jalur kampung lama hingga sejauh 30 kilometer.

Hampir tak ada pemukiman yang nampak. Sepanjang jalan suguhan pemandangan perkebunan jagung selalu dijumpainya.

“Di rumah kami tinggal bertiga dengan anak-anak. Waktuku lebih banyak di luar. Apalagi sejak masjid ini dibangun hampir tiap hari bolak balik di sini,” jelasnya.

Ramadan Spesial Bagi Warga Kampung Lama

Puluhan tahun warga kampung lama jauh dari syiar islam karena tak memiliki masjid. Keseharian warga banyak dihabiskan hanya membuka lahan perkebunan untuk bercocok tanam jenis palawija seperti jagung, kacang tanah, ubi kayu, dan jenis tanaman lainnya hingga berternak jadi kesibukan setiap hari.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih
Masjid Nur Hijrah
Masjid Nur Hijrah

Keberadaan masjid dengan desain minimalis di tengah perkampungan merupakan hidayah bagi masyarakat setempat. Sejak tahun 2018 lalu, masjid Nur Hijrah mulai difungsikan.

Momentum bulan suci ramadan tahun ini pun kian ramai dipadati warga yang mayoritas muslim itu. Sejak hari pertama ramadan, ibadah lima waktu hingga salat sunah tarawih kumandang takbir terus menggema memecah keheningan.

Baca Juga : Merajut Mimpi di Tengah Keterbatasan, Kisah Inspiratif Pasangan Tunanetra Asal Kendari

“Alhamdulilah, masjid ini sudah dua tahun digunakan, dan antusias masyarakat kampung lama mulai dari Dusun Lakadedea, Wanse, Mawoli, Pentiro, Laloya, hingga Latongku ikut meramaikan ibadah ramadan,” kata La Ore.

Kata La Ore, hari pertama ramadan jumlah jamaah masih kurang. Nanti setelah malam kedua jamaah mulai berdatangan. “Malam kedua sekitar 40 orang yang datang. Ya, mudah-mudahan ini terus berlanjut dan kesadaran masyarakat untuk beribadah bisa meningkat,” harapnya.

Rencananya, hingga akhir ramadan nanti, ia akan bolak balik menempuh perjalanan sekitar 30 kilometer demi mengisi ibadah ramadan. “Saya rencana salat idulfitri di sini. Mudah mudahan Allah terus memberi kekuatan kepada saya untuk beribadah di masjid ini,” ucap La Ore. (SF/*)

 


Kontributor: Nasrudin
Editor: Jumriati

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini