Kisah Mandra, Naik Haji hingga Punya Banyak Aset Hasil Jualan Bakso

Kisah Mandra, Naik Haji hingga Punya Banyak Aset Hasil Jualan Bakso
Haji Mandra

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Pagi menjelang siang, Minggu (20/2/2022) sekitar pukul 09.40 Wita suara berisik dentingan sendok metal yang beradu dengan mangkuk porselen sesekali terdengar di Rumah sakit Aliyah 2 Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

“Ting ting ting…” bunyi itu berasal dari Haji Mandra yang datang ke rumah sakit itu dengan menggunakan motor lengkap dengan kotak jualan bakso. Piring dan sendok sengaja diadunya untuk menarik pembeli.

Bagi pegawai rumah sakit, pasien dan pengunjung Rumah Sakit (RS) Aliyah 2 sudah terbiasa dengan kehadiran pria kelahiran Pangkajene Kepulauan (Pangkep) Sulawesi Selatan (Sulsel) itu. Bunyi mangkuk vs sendok adalah penandanya.

Security RS Aliyah 2 Kendari, Muhammad Kasim menuturkan bahwa setiap hari sejak pukul 09.00 sampai pukul 20.00, pria berusia 55 tahun itu akan memarkirkan kendaraan roda duanya di kawasan RS itu untuk berjualan. Dalam kotak jualan Haji Mandra berisi bahan-bahan yang akan digunakan untuk menyajikan semangkuk bakso pada setiap pembeli di bawah pohon samping musala RS.

Kisah Mandra, Naik Haji hingga Punya Banyak Aset Hasil Jualan Bakso
Haji Mandra bersama sahabatnya yang merupakan Security Rumah Sakit Aliyah 2, Muhammad Kasim.(ISMU/ZONASULTRA.COM).

“Setiap hari di sini, bahkan sejak RS ini masih sebuah kos-kosan dia sudah sering berjualan di sini. Kalau RS ini baru berdiri 5 tahun lalu. Berarti sudah sekitar 6-7 tahunan dia berjualan di sekitar sini,” ungkap Kasim yang juga sahabatnya itu.

Tak jarang keluarga pasien yang dirawat di RS tersebut datang menghampiri Haji Mandra untuk menikmati semangkuk bakso buatannya agar bisa berdamai dengan perut yang kadang diabaikan akibat rasa khawatir dan penuh harap menjaga keluarga semalaman.

La Ode Darmin Saputra misalnya, seorang lelaki yang baru saja mendapat gelar ayah dari persalinan pertama istrinya di RS tersebut. Ia datang memesan semangkuk bakso milik Haji Mandra dengan membawa perasaan bercampur gembira, mengantuk dan lapar.

“Rasa baksonya mungkin sama seperti bakso pada umumnya, tapi karena yang saya rasa sekarang mungkin bercampur, jadi enak rasanya. Ya meskipun harganya Rp25 ribu, karena memang ini satu-satunya makanan yang dijual di pelataran RS ini,” kata Darmin.

Putus Sekolah dan Belajar Jualan Bakso Sejak Kelas 3 SD

Dengan pandangan menerawang dan juga ingatan samar-samar, Haji Mandra mulai menceritakan kisahnya. Saat itu ia putus sekolah pada kelas 3 sekolah dasar (SD) di Pangkep tahun 80-an dan memutuskan untuk meninggalkan tanah kelahirannya. Ia mengadu nasib ke Kota Kendari mengikut keluarganya, Deilewa yang saat itu bekerja sebagai penjual bakso keliling.

Kepada Deilewa, ia belajar cara mengolah daging sapi menjadi pentol bakso dengan menggunakan alat pemukul karena belum ada mesin penggiling daging saat itu. Bersama Dailewa, ia mendorong gerobak untuk berjualan bakso dengan harga Rp500 semangkuk.

“Saya ikut-ikut ki dulu. Untuk tahu cara jualan seperti apa toh?. Saya dikasi dulu Rp5 ribu sampai Rp12 ribu satu hari. Paling tinggi mi itu kasian,” ucapnya.

Setengah tahun lamanya ia mengikut Deilewa, ia memutuskan untuk melakukan usaha bakso kelilingnya sendiri. Dengan uang yang dikumpulnya dari hasil jualan bersama Deilewa, ia gunakan sebagai modal awal untuk membangun usahanya seperti membeli alat dan bahan termasuk gerobak bekas milik orang Jawa yang akan digunakan untuk berjualan.

Saat memulai usahanya, ia mengatakan jumlah modal per harinya tidak menentu mulai Rp150 ribu. Penghasilan pun tidak menentu, bisa mencapai Rp500 ribu atau lebih.

Mandra juga mengaku menjual bakso bukan cuma di wilayah Kota Kendari. Ia sempat berkeliling di berbagai daerah seperti di Konawe, Konsel, Bombana sambil mengontrak tempat tinggal beberapa hari di wilayah tersebut untuk berteduh.

Sudah Punya Banyak Aset hingga Naik Haji

Haji Mandra saat menyajikan bakso jualannya kepada pembeli di Rumah Sakit Aliyah 2.(ISMU/ZONASULTRA.COM)

Dengan usaha bakso yang ditekuninya, Haji Mandra mengaku keberhasilan pertama yang dirasakan dari usahanya tersebut adalah dua tahun setelahnya. Ia meminang Mardiah, wanita Pangkep pilihan orang tuanya menggunakan uang pribadi tanpa merepotkan orang tuanya.

Dari pernikahannya tersebut, kini ia memiliki tiga orang anak yaitu Hasnia, Muslimin, dan Yusman serta delapan orang cucu. Setelah berkeluarga, ia berpikir untuk memiliki aset untuk diwariskan kepada anak-anak kelak. Kini ia telah memiliki 10 hektare tanah di daerah Punggaluku Konsel, tanah di jalan Jambu Kendari, serta tanah dan rumah yang ia tempati sekarang.

Selain itu, ia telah memiliki dua unit mobil dan lima unit motor serta bisa membelikan 1 unit rumah seharga Rp100 juta di Labibia Kendari untuk anak bungsunya.

“Saya ini sekarang tinggal saya ikuti maunya anak, selagi lurus saya biarkan saja. Tapi kapan bengkok sedikit saja jalannya saya luruskan lagi,” ucapnya.

Ia juga telah menunaikan ibadah haji bersama sang istri pada tahun 2016 silam. Saat itu ongkos untuk ibadah haji Rp27 per orang sehingga ia mengeluarkan dana sekitar Rp54 juta untuk ke Tanah Suci.

“Semua itu hasil bakso, tiada lagi yang lain. Mau ambil di mana lagi kalau bukan itu,” ucapnya.

Saat mendaftarkan diri untuk naik haji ke Kementerian Agama (Kemenag) Sultra, ia sempat diremehkan. Sebab pegawai Kemenag itu kaget melihat tukang bakso ingin naik haji. Ia hanya tersenyum sambil mengelus dada untuk menenangkan dirinya.

Tanamkan Prinsip Memberi dan Utamakan Agama

Dalam berusaha, anak keenam dari delapan bersaudara tersebut selalu menanamkan prinsip memberi. Hal tersebut dilakukannya sebagai rasa syukur atas nikmat Tuhan yang diberikan kepadanya.

“Saya hanya satu itu ji pak saya pakai, memberi. Kapan pikiran sudah sampai di situ insyaallah ada saja jalan. Seandainya kita diperlihatkan ini, berlomba-lomba orang. Tapi itu rahasia Allah,” kata Mandra.

Setiap masuk waktu salat, Mandra akan menghentikan sementara pelayanannya dan akan langsung menunaikan ibadah. Bagi pria berusia 55 tahun tersebut itulah bekal sesungguhnya untuk di akhirat nanti.

Dengan usianya yang tak lagi dapat dibilang muda tersebut, kini ia hanya menjual di RS Aliyah 2. Kadang ia dibantu oleh keluarganya dari Pangkep bernama Ocang. Ia sengaja tidak merekrut pekerja karena memikirkan penghasilan yang tidak menentu.

Ia juga tidak membuka warung bakso pada umumnya karena menurutnya hal tersebut mengharuskan ia membayar pajak. Di RS Aliyah 2 ia meminta izin kepada pemiliknya untuk membuka warung kecil di dalamnya tapi tak di izinkan. Alasannya, jika sudah buka warung, otomatis penjual-penjual lain akan mengikut sehingga kebersihan RS bisa saja terabaikan.

Pihak RS Aliyah 2 tetap mengizinkannya berjualan menggunakan motor di dalam RS dengan tidak membebani setoran kepadanya. Ia mengaku saat ini menggunakan modal Rp500 ribu per hari dengan penghasilan Rp1,5 juta per harinya. Pendapatan tersebut menurun dari tahun-tahun sebelumnya yang diakibatkan oleh Pandemi Covid-19. (*)


Kontributor: Ismu Samadhani
Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini