Kisah Nenek Penjual Ikan, Dorong “Lori” Keliling Kampung

Kisah Nenek Penjual Ikan, Dorong "Lori" Keliling Kampung
PENJUAL IKAN - Massaalang, seorang perempuan tua berumur 70 tahun, penjual ikan keliling di Desa Muara Tinobu, Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). (Murtaidin/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, WANGGUDU – “Ikan, Ikan, Ikan”. Itulah suara lantang dari Massaalang, seorang perempuan tua berumur 70 tahun, penjual ikan keliling di Desa Muara Tinobu, Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Bahkan, sesekali terlontar kata-kata “Balle, Balle, Balle”, sebutan ikan dalam bahasa Bugis.

Dengan mengunakan gerobak dorong atau dalam bahasa daerah Tolaki disebut Lori-Lori, ibu delapan orang anak itu terengah-engah. Urat pun terlihat menonjol dari balik lengannya. Tetesan air hujan di hari itu tak dihiraukannya. Ia terus mendorong gerobak berisikan gabus, di dalam gabus itu berisi ikan dagangannya yang siap dijual keliling kampung.

Menggunakan plastik anti hujan, dan penutup kepala yang terbuat dari bahan anyaman yang oleh suku Tolaki menyebutnya “Boru”. Massaalang tanpa menggunakan alas kaki mulai mendorong Lorinya dari rumahnya.

Meski dalam kondisi berpuasa, dia terus menjajankan dagangannya sepanjang 10 kilometer lebih tanpa sendal yang membalut kakinya hingga ujung Kecamatan Lasolo.

“Saya beli kasian ini Rp.400 ribu per gabus, kalau saya jual paling dapat untung Rp.50 sampai Rp.70 ribu,” tutur Massaalang.

Dia bercerita, awalnya sempat terpikir tidak sanggung mendorong Lori hingga kiloan meter keluar masuk kampung. Maklum, saat itu barang daganganya diletakkan di atas kepala.

Baca Juga : Wa Ati, Perempuan Tangguh dari Kabupaten Muna

“Sejak tahun 90 an mulai menjual ikan dengan berjalan kaki, belum pakai Lori sebagai kendaraannya. “Dulu kasian itu saya menjual masih di junjung diatas kepala, nanti tahun 2.000 an baru saya gunakan lori,” kenangnya.

Pekerjaan itu dilakoninya sejak tahun 1998 setelah ditinggal cerai oleh suaminya. Sebagai kepala rumah tangga, ia harus menghidupi delapan anaknya. Saat ini, anaknya tersisa lima orang karena tiga anaknya yang lain lebih dulu dipanggil Sang Pencipta.

Dikala itu, rasa putus asa dan niat ingin mengakhiri hidupnya pernah terlintas dalam benaknya. Namun, karena dorongan keluarga dan kedelapan anaknya Ia pun bangkit dari keterpurukan.

“Waktu itu anak bungsu saya baru berusia berapa bulan, masih merangkak kasian,” tutur Massaalang sedih.

Kisah Nenek Penjual Ikan, Dorong "Lori" Keliling KampungBenda berharga yang disimpannya sewaktu masih bersama suaminya dulu, terpaksa harus dijualnya demi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Bahkan, rumah tempat berteduh melepas lelah hampir pula di jualnya.

“Masa sulam itu, cincin dan kalung emas saya jual bagaimana bisa makan kasian anak-anakku,” katanya.

Teriknya matahari dan bahkan derasnya hujan harus dilawan, demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk anak ketujuhnya yang kini sedang mengenyam dunia pendidikan di universitas.

Meski dalam kondisi berpuasa di bulan suci Ramadhan, dirinya tidak menjadikan alasan untuk berhenti mendorong Lori sambil menjual ikan di sepanjang jalan. Baginya pekerjaan yang digelutinya itu sangat sulit dilepasnya.

“Saya punya anak pernah dia larang kasian jual ikan, tapi karena dia sudah meninggal saya menjual lagi kasian bagaimana mau makan,” ucapnya.

Di saat ibu-ibu seumurnnya bisa beristihat di rumah dan menikmati masa tuanya, Massaalang harus bekerja membanting tulang.

Baca Juga : Kisah Anak Jadi Tukang Parkir Demi Biayai Sekolahnya

Peluang mengais rezeki selalu ada. Apalagi bagi mereka yang tak kenal pantang menyerah dan tidak cengeng menghadapi kerasnya kehidupan.

Nenek Massaalang mengajarkan kepada kita akan pentingnya kegigihan. Modal semangat dan kemauan dibarengi dengan kesungguhan serta tidak perlu malu mengumpulkan uang halal seperak demi seperak. (A)

 


Reporter : Murtaidin
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini