ZONASULTRA.COM, KENDARI – Susu kental manis (SKM) diduga menjadi pemicu stunting pada anak. Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan Yayasan Abhipraya Insan Cindekia Indonesia (YAICI) bersama Yayasan Peduli Negeri pada 2018 lalu.
Survei ini melibatkan 400 ibu yang memiliki anak bayi dengan mengonsumsi susu kental manis (SKM) di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Survei dilakukan berangkat dari kasus dua balita yang dirawat di RSUD Bahteramas akibat gizi buruk.
Data yang dirilis YAICI, kedua balita itu memiliki berat badan di bawah rata-rata bayi seumuran pada umumnya. Pada tubuh bayi juga tampak banyak luka dan lemas. YAICI pun menemukan fakta bahwa kedua bayi tersebut mengonsumsi susu kental manis sejak usia 4 bulan
Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat membeberkan, berdasarkan data hasil survei yang dilakukan pihaknya bersama Yayasan Peduli Negeri Kendari kepada 400 ibu di Kendari menunjukkan 97 persen masyarakat menganggap SKM sebagai susu bernutrisi untuk anak.
“Sebanyak 95 persen mengaku informasinya dari iklan di TV dan 14 persen dari kemasan produk. Padahal kandungan gula pada SKM dapat membuat anak gemuk atau obesitas dan bahkan stunting. Jadi kami tidak larang tapi penggunaannya harus bijak,” kata Arif saat ditemui di acara talkshow Hari Gizi Nasional (HGN) 2020 sosialisasi kader di Asrama Haji Kendari, Kamis (30/1/2020).
(Baca Juga : 3 Tahun Terakhir, Penderita Stunting di Bombana Capai 639 Anak)
Survei tidak hanya dilakukan di Kota Kendari, tetapi di Kota Batam dan Provinsi Sulawesi Selatan. Hasilnya juga tak berbeda jauh dengan Kota Kendari. Menurut Arif, kurangnya gizi pada anak menjadi penyebab anak stunting (kerdil).
Setelah keluarnya survei itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI lalu merespon dengan mengeluarkan Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 yang mengatur tentang label, iklan, dan pengguna susu kental manis.
“Kami mengapresiasi langkah yang diambil BPOM dalam merespon survei kami, meskipun masih ada cela bagi produsen. Namun, kami berharap BPOM RI bisa berpihak pada konsumen dan masyarakat,” ucap Arif.
Kadar Gula SKM Tinggi
Kepala Balai Besar BPOM Sultra, Jalidun membenarkan keluarnya aturan tersebut. Pihaknya meminta kepada industri televisi agar tidak menayangkan iklan susu kental manis pada jam-jam tertenu.
“Sejak Mei 2018 semua acara televisi tidak lagi menayangkan iklan label SKM di jam-jam anak menonton TV,” tegas Jalidun di tempat yang sama.
Menurutnya, kadar gula yang terkandung dalam SKM sangat tinggi yakni 43 hingga 46 persen, sementara kadar airnya sangat rendah. Sehingga, diminta para orang tua supaya tidak lagi menyuguhkan susu kental manis pada anak berusia 0 sampai 12 bulan.
(Baca Juga : Perangi Stunting, Direktur Poltekkes Kendari Ajak Masyarakat Terapkan PHBS)
“Susu kental manis bukan dilarang, tapi harus dikonsumsi secara bijak. Jangan lagi beranggapan SKM itu pengganti air susu ibu,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Seksi Gizi dan Kesehatan Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Sultra, Almin mengatakan, untuk mencegah stunting di Sultra, pihaknya telah membuat program rumah cegah stunting yang di dalamnya terdapat satgas dari masyarakat setempat, tim pelayanan kesehatan, dan lain-lain.
“Mulai 2020 ini kita punya program rumah cegah stunting. Dan ini belum ada di provinsi lain. Jadi kita beri pengetahuan kepada ibu-ibu hamil untuk meperbaiki pola makan termasuk pemberian ASI itu 0-6 bulan. Jangan berlebihan memberi SKM dan lain-lain,” beber Almin.
Sementara itu, Sekum PW Muslimat NU Kendari, Hj. Ulfah Masfufah mengatakan, PP Muslimat NU turut serta mengedukasi masyarakat mengenai gizi dan SKM sebagai komitmen untuk menciptakan generasi emas 2045.
“Mengingat Kendari sebelumnya menjadi sorotan karena ada anak dengan gizi buruk akibat mengkonsumsi SKM, edukasi yang dilaksakanakan hari ini adalah sebagai tindak lanjut dan komitmen kami bersama YAICI,” ujarnya.
“Ini bukti kepedulian terhadap gizi anak. Anak-anak kita adalah modal ke depan. Sehingga pertumbuhan anak harus selelu kita jaga dengan memperhatikan gizinya,” tutup Ulfah. (A)
Kontributor: Fadli Aksar
Editor: Jumriati