Kritik Penahanan Jurnalis di Buteng, Sandiaga Uno: Pemimpin Tidak Boleh Baper

Sandiaga Salahuddin Uno
Sandiaga Salahuddin Uno

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Salahuddin Uno mengecam penahanan dan proses yang menimpa Mohammad Sadli Saleh, Jurnalis liputanpersada.com di Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara (Sultra).

Sandiaga menyebut penahanan Sadli sebagai ancaman bagi demokrasi serta kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi.

Baca Juga : Kisah Sodli Dipenjara Karena Berita

“Saya ingin mengingatkan pers itu hadir memberitakan berita-berita yang akurat, membangun suatu narasi yang positif, menghadirkan optimisme dan sebagai mitra kita tentunya harus melindungi insan-insan pers,” kata Sandiaga saat ditemui di salah satu hotel di Kota Kendari, Senin (10/2/2020).

Mantan calon Wakil Presiden ini, meminta kepala daerah untuk tidak baper (bawa perasaan) dalam menerima kritik serta harus mampu menerima segala masukkan. Sebab itu adalah bagian dari posisi sebagai pimpinan, sebagai bagian dari masyarakat, dan sebagai pejabat publik.

“Kita tidak boleh juniper atau julit, nyinyir, dan baper. Ini adalah aspirasi masyarakat, anggap saja itu adalah bentuk kecintaan mereka dan menginginkan Indonesia yang lebih baik,” ujarnya.

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra ini juga berharap aparat hukum bisa melindungi insan pers. Jangan melakukan kekerasan pada insan pers.

Baca Juga : Kritik Bupati Buteng Berujung Pidana Jurnalis Sodli Saleh

“Masyarakat kan ingin mendapatkan berita-berita yang akurat, berita yang bisa menjadi kontrol sosial pembangunan kita. Jadi jangan sampai kasus seperti ini terus berulang,” ungkapnya.

Sadli Saleh menjabat sebagai pemimpin redaksi di liputanpersada.com. Berita yang dibuat dijadikan dasar pelaporan oleh Bupati Buton Tengah, Samahudin.

Kasus ini bermula pada Rabu, 10 Juli 2019. Sadli menulis opini editorial tentang proyek penataan simpang lima Labungkari di Buton Tengah berjudul ‘Abracadabra: Simpang Lima Labungkari Disulap Menjadi Simpang Empat’.
Sadli menulis, dalam KUA-PPAS Kabupaten Buton Tengah tahun 2018 anggaran penataan tersebut ditetapkan Rp4 miliar. Namun, dalam pelaksanaannya justru melejit menjadi Rp6,8 miliar.

Sadli mengaku heran atas hal itu karena semestinya perencanaan anggaran telah dilakukan dengan matang.

Baca Juga : Kisah Istri Jurnalis Sodli Soleh yang Dipecat sebagai Honorer di DPRD Buteng

“Pertanyaannya, anggaran penambahan 2 miliar lebih itu menjadi Rp 6 miliar sekian disulap lagi untuk apa? Dan, mengapa jadinya hanya empat simpangan?” tulis Sadli.

Sadli lantas menyebarkan tulisan itu via Facebook dan Whatsapp. Kepala Biro Hukum Kabupaten Buton Tengah Akhmad Sabir membaca editorial itu dan melaporkannya kepada Bupati Buton Tengah Samahudin.

Membaca tulisan itu, Samahudin merasa nama Pemkab Buton Tengahtelah dicemarkan sebab menurutnya pengerjaan proyek yang dikerkakan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pemkab Buton Tengah itu telah sesuai aturan dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Dinas PU Pemkab Buton Tengah tahun 2018.
Akhirnya Samahuddin meminta Akhmad Sabir melaporkan Sadli ke kepolisian.

Saat ini, Sadli Saleh menghadapi persidangan di Pengadilan Negeri Pasarwajo. Dalam dakwaan primer Jaksa mendakwa Sadli telah dengan sengaja menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan kepada individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan sementara.

Pada dakwaan alternatif, jaksa menyebut Sadli sengaja mendistribusikan informasi elektronik yang mengakibatkan pencemaran nama baik. Atas hal itu, jaksa mendakwa Sadli telah melanggar Pasal 45 Ayat 2 Jo Pasal 28 ayat 2 dan Pasal 45 Ayat 3 Jo Pasal 27 ayat 3 UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Baca Juga : Sodli Ditahan, Jurnalis Baubau Demo di Polres

Hardi, pengacara Sadli Saleh menyebut, Samahudin mestinya menempuh hak jawab jika keberatan dengan karya jurnalistik yang dihasilkan Sadli.
Polri dan Dewan Pers pada 2017 telah meneken nota kesepahaman yang salah satu poinnya ialah penanganan segala kasus yang melibatkan wartawan harus dikoordinasikan dulu dengan Dewan Pers untuk mengetahui apakah ada unsur pidana atau hanya kesalahan etik belaka.

“Jelas ini merupakan kriminalisasi,” kata pengacara Sadli, Hardi dikutip dari Tirto.id. A

 


Kontributor: Ramadhan Hafid
Editor: Rosnia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini