ZONASULTRA.COM, KENDARI – Bank Indonesia (BI) memperkirakan laju deflasi di Sulawesi Tenggara (Sultra) masih akan terjadi hingga Maret 2019.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sultra mencatat, pada Februari 2019 Sultra mengalami deflasi sebesar 0,15 persen month to month (mtm), mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,64 persen (mtm).
Kepala KPw BI Sultra Suharman Tabrani mengatakan, deflasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain berlakunya penurunan tarif listrik, dampak dari penurunan harga BBM pada Februari 2019, meningkatnya produksi ikan tangkap terutama untuk ikan konsumsi domestik, dan mulai masuknya masa panen raya padi pada Maret-April 2019.
Kemudian, penurunan tarif listrik terjadi seiring dengan pengenaan diskon sebesar 3,84 persen oleh PT PLN bagi pelanggan golongan R-I 900 VA rumah tangga mampu.
(Baca Juga : Kendari Alami Deflasi 0,09 Persen, Terendah di Indonesia)
Sebelumnya, pelanggan listrik tipe tersebut membayar sebesar Rp1.352 per kWh, namun setelah 1 Maret 2019 hanya dikenakan tarif sebesar Rp1.350 kWh.
Dampak penurunan BBM nonsubsidi yang terjadi pada 10 Februari 2019 diperkirakan baru terjadi di Maret 2019 meskipun dengan andil yang relatif terbatas. Beberapa jenis bahan bakar yang mengalami penurunan adalah pertamax (turun 3,37%), pertamax turbo (turun 6,65%), dexlite (turun 0,95%), pertamina dex (turun 0,42%), dan minyak tanah nonsubsidi (turun 1,00%).
“Produksi ikan tangkap juga mengalami peningkatan, bahkan di beberapa daerah hasil tangkapan tidak dapat semua terserap di pasar domestik maupun antar daerah,” ungkap Suharman Tabrani melalui siaran pers resmi BI kepada Zonasultra, Sabtu (16/3/2019).
Meskipun demikian, terdapat beberapa komoditas yang dapat memberikan tekanan terhadap capaian inflasi di Sultra. Harga komoditas sayur-sayuran (kangkung, bayam, dan sawi hijau) dan bumbu-bumbuan (bawang putih, cabai rawit, dan cabai merah) diperkirakan mengalami peningkatan seiring dengan telah berlalunya panen yang terjadi pada periode sebelumnya.
Selain itu, kondisi curah hujan yang diperkirakan meningkat meskipun terjadi secara mendadak dalam jangka waktu yang singkat dapat menyebabkan gangguan produksi hortikultura sayuran dan cabai.
Berdasarkan spasial daerah, deflasi tersebut disebabkan oleh penurunan harga yang terjadi di Kota Baubau, sementara Kota Kendari masih mencatatkan inflasi.
Kota Baubau tercatat mengalami deflasi sebesar 0,63 persen (mtm), mengalami penurunan signifikan dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,61 persen (mtm).
Sebaliknya, inflasi di Kota Kendari masih mencatat inflasi rendah sebesar 0,03 persen (mtm), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya sebesar 0,65 persen (mtm).
Berdasarkan kelompoknya, deflasi di Februari disebabkan oleh penurunan harga pada kelompok bahan makanan dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga serta penurunan tekanan inflasi pada kelompok lainnya kecuali kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.
Oleh sebab itu, untuk menjaga kestabilan harga sejumlah komoditas penekan inflasi seperti sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan, BI merekomendasikan agar Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dapat melakukan beberapa langkah antara lain:
Pertama, melakukan ekspansi atas kegiatan urban farming dengan MAS KENDARI sebagai percontohan untuk menurunkan ketergantungan masyarakat atas sayur-sayuran di pasar dan dapat menjadi sumber pasokan bagi hotel, restoran dan catering.
Kedua, memperbanyak basis data untuk produksi sayur-sayuran dan perkiraan kebutuhan sebagai dasar pengambilan kebijakan pengendalian inflasi.
Ketiga, mendorong pembentukan BUMD atau BUMDes untuk melakukan pengelolaan stok sayur-sayuran sehingga volatilitas harga lebih terjaga.
Dengan kondisi tersebut, perkembangan harga komoditas pada Maret 2019 diperkirakan masih akan mengalami penurunan melanjutkan capaian pada Februari 2019. (b)
Reporter: Ilham Surahmin
Editor: Jumriati