
DAERAH TERTINGGAL – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Konawe, Sulawesi Tenggara Gusli Topan Sabara menilai, kurangnya lapangan kerja menjadi sebab penetapan Konawe sebagai daerah tertinggal di Indonesia. (Dedi Finafiskar/ZONASULTRA.COM)
ZONASULTRA.COM, UNAAHA – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Konawe, Sulawesi Tenggara Gusli Topan Sabara menilai, kurangnya lapangan kerja menjadi sebab penetapan Konawe sebagai daerah tertinggal di Indonesia.
Menurut Gusli, minimnya lapangan kerja itu berimplikasi pada tinggi angka pengangguran dan meningkatkan angka kemiskinan di Konawe.
Kata dia, ini adalah akibat banyaknya para pekerja yang mudah berlih profesi dari sektor formal ke informal. Dalam proses alih profesi itu, mereka butuh waktu lama untuk mendapatkan pekerjaan baru dan menunjang kebutuhan hidupnya.
Ini diperparah lagi dengan ketersediaan lapangan kerja di Konawe tidak sebanding dengan angka pertumbuhan penduduk yang setiap tahun selalu bertambah.
“Ini tanda-tanda bahwa pertumbuhan pencari kerja saat ini sudah tidak memungkinkan untuk menyerap tenaga baru. Itu yang membuat kemiskinan meningkat. Makanya insentif pemerintah dan dana desa itu penting untuk menciptakan lapangan kerja baru sementara,” kata Gusli, Senin (21/8/2017).
Politisi PAN itu berpendapat, solusi agar Konawe keluar dari predikat daerah tertinggal, maka pihaknya bersama Pemda setempat harus menciptakan kenyamanan investasi kepada para pengusaha untuk membuka lapangan kerja.
“Karena suatu daerah tidak bisa sejahtera jika masyarakatnya tidak bekerja. Salah satu cara agar Konawe keluar dari status daerah tertinggal adalah membuka lapangan kerja,” katanya.
Selain itu, dia juga mengingatkan bahwa semua pihak terkait dituntut bersungguh-sunguh untuk melahirkan inovasi dan trobosan baru dalam menciptakan peluang lapangan kerja. Namun, hal itu harus tetap dalam koridor aturan perundang-undangan.
Kemudian, sSelain membuka lapangan kerja, Pemda juga harus fokus pada pembangunan infarastruktur pertanian, perkebunan, pendidikan dan kesehatan yang terpadu
Sementara itu, Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa mengaku, masalah kemiskinan merupakan hal yang paling urgen dan serius dari aspek pembangunan lainnya. Karena tolak ukur dari suksesnya sebuah kebijakan tidak hanya dapat dilihat dari aspek fisik, namun juga terhadap aspek peningkatan sumber daya manusia (SDM).
Menurutnya, ada banyak strategi Pemda Konawe dalam menangulangi kemiskinan secara merata. Dan kebijakan ini secara bertahap mulai terealisasi. Salah satunya dengan mengelola potensi daerah yang dapat mengasilkan dan membuka lapangan kerja seperti kawasan mega Industri.
“Potensi ini yang paling signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Konawe, karena dapat kita dilihat dampak positif atas keberadaan kawasan industri ini adalah terbukanya lapangan kerja,” terangnya.
Dia menilai, sektor pembangunan proyek mega industri bakal membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat sehingga, minimal mereka akan memiliki penghasilan tetap setiap bulannya.
Buktinya, walau masih dalam tahap penyelesaian konstruksi, lanjut Kery, invesatasi ini sudah mulai menyerap tenaga kerja.
“Paling tidak, angka pengangguran di Konawe sedikit berkurang,” jelasnya.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) Konawe mencatat, tingkat kemiskinan di di daerah itu tahun 2016 mencapai 16,07 pesen. Kemudian di tahun 2017 naik hingga 16,09 persen.
Sebelumnya, Pemerintah Pusat menetapkan Kabupaten Konawe, sebagai daerah tertinggal bersama dengan dua Kabupaten lainnya yakni Bombana dan Konawe Kepulauan (Konkep).
Penetapan predikat itu mengacu pada pertimbangan pelaksanaan ketentuan Pasal 6 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT), yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 4 November 2015 lalu, tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019.
Dimana dalam autran itu menyebutkan bahwa suatu daerah dikategorikan sebagai daerah tertinggal berdasarkan kriteria perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah, aksesibiltas dan karakteristik daerah. (B)
Reporter: Dedi Finafiskar
Editor: Abdul Saban