ZONASULTRA.COM, KENDARI – Dalam kurun waktu lima tahun terakhir sejak 2016 hingga 2020, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) selalu menjadi daerah langganan banjir setiap musim hujan tiba.
Berdasarkan data redaksi zonasultra.id, pada pertengahan Juli 2016 banjir bandang melanda tujuh kecamatan yakni Andowia, Asera, Molawe, Lasolo, Wawolesea, Lasolo Kepulauan (Laskep), dan Langgikima.
Di Kecamatan Andowia ada 12 desa dan ratusan rumah terendam banjir, sebanyak 688 kepala kelurga (KK) dan 1.994 jiwa menjadi korban banjir. Kecamatan Asera sebanyak lima desa dengan jumlah 103 KK dan 314 jiwa juga ikut mengalami musibah banjir. Namun air hanya menggenangi rumah warga sekitar 30 hingga 60 cm.
Selanjutnya banjir juga melanda empat desa di Kecamatan Langgikima dengan 71 KK dan 1.422 jiwa. Namun tak separah yang terjadi di Kecamatan Andowia.
Kecamatan Lasolo Kepulauan (Laskep) juga tak lepas dari banjir. Sebanyak empat desa dengan jumlah 427 KK dan 1.542 jiwa menjadi korban. Akibat banjir di wilayah itu arus gelombang naik dan tak bisa melakukan perjalanan dengan moda kapal laut.
Di Kecamatan Lasolo, yang merupakan kecamatan terluas di Konut, hanya dua desa yang menjadi korban banjir dengan jumlah korban 233 KK dan 1.017 jiwa. Sedangkan di Kecamatan Wawolesea, banjir merendam lima desa dengan jumlah korban 640 KK dan 2.524 jiwa. Namun banjir di wilayah itu tak sempat merendami barang-barang milik warga.
Kemudian di Kecamatan Molawe banjir merendam dua desa dengan jumlah 19 KK dan 64 jiwa. Banjir di wilayah itu hanya mencapai kurang lebih setengah meter dan mudah dievakuasi.
Pada akhir Mei 2017 Konut kembali dilanda banjir. Berdasarkan data dari dinas sosial setempat sebanyak 11.185 jiwa dari 1.717 KK menjadi korban banjir dan satu warga dikabarkan hilang terseret arus di Sungai Landawe.
Data korban banjir itu tersebar di enam kecamatan yakni Kecamatan Lembo, Andowia, Lasolo, Sawa, Oheo dan Landawe. Sementara untuk kerugian materi baik dari segi bangunan pemerintah setempat maupun masyarakat ditaksir mencapai miliaran rupiah.
Kerugian juga dialami warga di Konut karena ratusan hektar lahan sawah, jagung dan puluhan hektar tambak gagal panen karena terendam banjir.
Banjir kembali melanda wilayah Konut pada akhir Mei 2018. Awalnya hanya dua kecamatan yaitu Langgikima dan Landawe.
Dalam peristiwa itu sebanyak 79 rumah warga yang tersebar di tiga desa diterjang banjir. Yakni Desa Polora Indah Kecamatan Langgikima sebanyak 34 rumah, Landawe 20 rumah dan Desa Tamba Kua Kecamatan Landawe sebanyak 25 rumah.
Kemudian banjir meluas ke Kecamatan Oheo, sebanyak 2.300 orang dari 13 desa menjadi korban banjir hingga dua kecamatan lainnya Asera dan Andowia ketinggian air di pemukiman warga mencapai sekitar satu meter.
Khusus di Andowia terdapat empat desa yang dihantam banjir. Desa Laronanga 10 rumah, Labungga 13 rumah, Puwonua tiga rumah dan Desa Puusuli 20 rumah.
Berdasarkan data BPBD setempat per tanggal 6 Juni 2018 total luas sawah yang terendam banjir di wilayah Konut dan gagal panen 158 hektare, jumlah kepala keluarga (KK) 403 yang menjadi korban dengan total 1.442 jiwa. Kerugian dalam peristiwa banjir itu juga diperkiran sampai miliar rupiah.
Tahun 2019 menjadi banjir terparah yang terjadi di Kabupaten Konut dan ditetapkan menjadi bencana nasional. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah warga yang terdampak banjir per 10 Juni 2019 mencapai 5.111 jiwa dengan jumlah 1.420 kepala KK.
Ada enam kecamatan yang terimbas banjir, yaitu Andowia, Asera, Oheo, Landawe, Langgikima, dan Wiwirano. Bupati Konut Ruksamin juga menetapkan status tanggap darurat banjir di wilayah itu selama 14 hari, terhitung 2 Juni 2019 hingga 16 Juni 2019.
Disebutkan pula 185 rumah warga hanyut, 1.235 unit rumah terendam banjir. Kerusakan sektor pertanian mencakup lahan sawah 970,3 hektare, lahan jagung 83,5 hektare dan lainnya 11 hektare, sedangkan sektor perikanan pada tambak seluas 420 hektare.
Baca Juga :
Satu Desa di Konut Terisolasi Akibat Banjir
Data BMKG saat itu, intensitas hujan tinggi yang menyebakan banjir di Konut telah diprediksikan karena fenomena aktivitas gelombang atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO) yang memasuki wilayah Samudera Hindia.
Dan tahun ini banjir kembali melanda wilayah Kabupaten Konut. Data terakhir yang dihimpun redaksi zonasultra, Ruksamin telah mengeluarkan surat keputusan nomor 240 tahun 2020 tentang penetapan status tanggap darurat bencana banjir di Konut. Dalam surat tersebut ada enam kecamatan yang dianggap menjadi daerah rawan banjir yaitu Kecamatan Andowia, Asera, Oheo, Langgikima, Landawe dan Wiwirano
Berita terakhir, banjir di Konut sudah masuk siaga 1 atau dalam kondisi awas. Di beberapa titik seperti ruas jalan poros umum wilayah Kecamatan Oheo, Kecamatan Landawe, Kecamatan Langgikima dan Kecamatan Wiwirano telah terendam banjir hingga ketinggian sampai 60 sentimeter. Puluhan kendaraan tak bisa melintas, terjebak oleh banjir.
Tak hanya itu, dua desa tepatnya di Pondoa dan Tambakua telah terisolasi akibat luapan air sungai yang menutup badan jalan menuju lokasi itu hingga menyebabkan arus transportasi lumpuh.
Dari hasil pantauan tim di lapangan volume banjir semakin meningkat disebabkan curah hujan yang terus mengguyur hingga menyebabkan air sungai seperti Sungai Walasolo, Lalindu, Linomoiyo, Landawe, dan sungai Langgikima meluap.
Tim gabungan dari TNI Polri, Basarnas dan Pemerintah Kabupaten Konut juga sudah melakukan persiapan untuk mengantisipasi kejadian seperti banjir bandang tahun sebelumya.
Penyebab Banjir
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sultra sudah beberapa kali memprediksi bahwa akan terjadi banjir di Konut apabila aktivitas pembukaan lahan untuk kegiatan tambang dan perkebunan kelapa sawit terus dilakukan di wilayah tersebut.
Sejak 2014 hingga 2016 Walhi Sultra mencatat terdapat 136 izin perusahaan pertambangan serta 19 izin perkebunan kepala sawit yang telah diterbitkan oleh Pemkab Konut. Membentang dari perbatasan Kecamatan Wiwirano, Konut dan Sulawesi Tengah (Sulteng) hingga perbatasan Kabupaten Konut dan Kabupaten Konawe di Kecamatan Abeli Sawa.
Walhi menilai perombakan ekosistem hutan lindung menjadi kawasan galian pertambangan dan perkebunan sawit menyebabkan hilangnya resapan air. Sehingga saat hujan turun air langsung ke sungai. Bukan hanya itu faktor manusia atau masyarakat setempat juga menjadi penyebabnya karena adanya aktivitas pembukaaan lahan yang dilakukan secara anarkis.
Walhi pun meminta pemerintah provinsi agar merevisi dan melihat kembali izin-izin pertambangan dan perkebunan setelah Konut dua kali dilanda banjir bandang yakni 2017 dan 2019.
Ruksamin pun pernah mengeluarkan pendapatannya soal anggapan bahwa banjir di Konut akibat aktivitas tambang atau kerusakan lingkungan. Menurutnya banjir di Konut disebabkan karena aliran sungai yang berkelok-kelok. Sehingga, pemerintah kabupaten Konut melakukan upaya untuk meluruskan aliran sungai yang dinilai berpotensi meluap dalam rancangan pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD).
BMKG sendiri telah mengeluarkan peringatan dini curah hujan sedang hingga lebat yang akan terjadi di wilayah Konut selama tujuh hari atau satu pekan ke depan.
Prakirawan Cuaca Stasiun Metorologi Maritim Kendari Faisal mengatakan, setelah Pemkab Konut mengeluarkan status siaga bencana di wilayah jazirah utara Sultra itu, BMKG juga membuat satu produk prakiraan khusus cuaca di Konut selama tujuh hari ke depan dengan mengupdate informasi tersebut setiap hari, agar masyarakat di daerah itu lebih waspada dan berhati-hati terhadap potensi bencana hidrometorologi seperti banjir, longsor, angin kencang, guntur yang bisa terjadi. (a)