Masa Depan Perairan Wawonii: Berharap Ikan Berlimpah dari Pengelolaan Akses Area Perikanan

163
Masa Depan Perairan Wawonii: Berharap Ikan Berlimpah dari Pengelolaan Akses Area Perikanan
NELAYAN WAWONII - Pada suatu pagi di tanggal 30 Agustus 2022 di Perairan Wawonii, nelayan tampak keluar dari perkampungan menuju ke laut lepas. (Foto: Muhamad Taslim Dalma)

ZONASULTRA.ID, WAWONII – Permasalahan penangkapan ikan secara terlarang (illegal fishing) menjadi hal yang kompleks di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan. Dampak dari masalah itu yang paling merasakan langsung adalah masyarakat setempat yang mayoritas bekerja sebagai nelayan.

Sudah satu dekade ini, ibu Mbati (35) merasa hasil tangkapan ikan suaminya terus berkurang. Padahal, Laut sekitaran pulau Wawonii, Konawe Kepulauan (Konkep) menjadi harapan bagi Mbati sekeluarga yang menggantungkan hidup dari hasil laut.

Dugaan sementara, menurunnya hasil tangkapan suaminya karena maraknya penggunaan bom ikan. Bom menghancurkan karang tempat hidup dan berkembang biak, sementara sang suami merupakan nelayan penangkap ikan-ikan karang.

Oleh karena itu, Mbati mendukung adanya program Pengelolaan Akses Area Perikanan(PAAP). Ketika mendengar ada program itu, ia berinisiatif ikut sosialisasinya sedangkan sang suami tidak bisa ikut karena rutin pergi melaut.

PAAP digagas oleh sebuah lembaga konservasi bernama Rare Indonesia bersama-sama Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Rare dan pemerintah provinsi bekerja sama dengan Dinas Perikanan Konawe Kepulauan (Konkep) dalam mengimplementasikan PAAP dengan melibatkan masyarakat setempat.

PAAP adalah instrumen pengelolaan perikanan berkelanjutan yang didasari pemberian akses dan tanggung jawab pengelolaan di wilayah Pulau Wawonii kepada kelompok masyarakat setempat yang berbadan hukum. Total ada tiga kecamatan yang masuk dalam kawasan program ini.

Dalam sosialisasi PAAP, Mbati mendengarkan pemaparan tentang menjaga laut dan bagaimana pengelolaannya. Kendati demikian, ia terbatas memahami secara keseluruhan karena kesulitan dalam memahami kosa kata para narasumber yang begitu formal.

“Programnya bagus karena seperti laut dijaga dan kita kelola. Saya suka juga karena ada alat tangkap yang dilarang seperti bom, potas. Nah itu bagus untuk kita-kita ini kasihan, suami saya, dan yang lain. Karang-karang itu dijaga, jadi ada tempat berlindung ikan untuk berkembang biak,” tutur Mbati di rumahnya, Desa Langara Tanjung Batu Kecamatan Wawonii Barat, 29 Agustus 2022.

Mbati mengaku masih banyak yang belum dipahaminya soal PAAP karena itu merupakan hal asing baginya dan baru satu kali ikut sosialisasinya. Kendati begitu, ia menceritakan beberapa materi yang dipahaminya kepada suami dan anaknya, seperti kawasan larang tangkap dan alat penangkap ikan yang dilarang.

Mbati mengenang masa-masa kejayaan nelayan lokal lebih dari satu dekade lalu, yang mana hasil tangkapan ikan melimpah. Kala itu, dari pekerjaan sang suami yang hanya melaut, mereka bisa membangun rumah beton, menyekolahkan anak, dan Mbati sendiri membuka usaha dengan berjualan sembako.

Kini, karena menurunnya hasil tangkapan ikan, penghasilan mereka pas-pasan dan Mbati menutup usaha sembakonya.  Penghasilan sang suami hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, dan dua putranya juga turut menjadi nelayan.

Mbati berharap program pengelolaan kawasan laut itu berhasil agar hasil tangkapan ikan kembali melimpah serta suami dan anaknya tidak perlu terlalu jauh melaut dari kawasan perairan Wawonii untuk menangkap ikan.

Masa Depan Perairan Wawonii: Berharap Ikan Berlimpah dari Pengelolaan Akses Area Perikanan
Mbati & Kiong (Foto: Muhamad Taslim Dalma)

Sementara sang suami, Kiong (40) mengaku sudah mendapat informasi dari istrinya dan teman nelayan tentang kawasan perikanan yang akan dilestarikan. Namun, dia belum mengetahui di mana saja batas-batasnya karena belum ada pemasangan penanda kawasan.

Sehari-hari Kiong biasa beraktivitas dengan dengan memancing dan memukat ikan. Baginya, dengan tidak menggunakan alat tangkap terlarang sudah cukup untuk beroperasi di kawasan yang dilestarikan.

Kendati demikian, soal titik kasawan larang tangkap, Kiong sebetulnya kurang setuju karena bila ikan berkurang maka ia akan tetap berkeinginan untuk memasuki kawasan larang tangkap untuk menangkap ikan. Namun, bila mayoritas masyarakat bersepakat, maka dia akan mengikuti aturan.

Kiong mengungkapkan kawasan yang saat ini masuk program PAAP adalah tempat yang selalu diandalkannya dalam menangkap ikan. Oleh karena itu, keberlimpahan ikan di area itu sangat menentukan tingkat penghasilannya.

“Saya sudah dengar dari teman-teman tentang kawasan itu, ditunjukan di sana tapi belum jelas alat pembatasnya. Kalau saya, yang penting saya tidak gunakan alat terlarang,” ujar Kiong.

Nelayan lainnya dari desa itu, Rustam (47) mengaku sebelum maraknya bom ikan seperti saat ini, dirinya dengan mudah mendapatkan ikan. Dia mengenang, dulu hanya puluhan meter dari pinggir laut Pulau Wawonii dirinya sudah bisa mendapat ikan-ikan mahal seperti kerapu sunu dan berbagai jenis ikan karang dalam bubu yang dipasangnya.

Namun dengan adanya penangkapan ikan secara terlarang, Rustam menduga menjadi penyebab utama berkurangnya ikan. Dia mengamati pelaku bom ikan bukan hanya dari masyarakat Wawonii, tapi ada juga nelayan dari luar yang hanya datang membom lalu pergi.

Soal praktik bom ini, selama ini nelayan sekitar hanya membiarkan saja tanpa ada upaya untuk melarang. Bahkan kata Rustam, kadang bila ada yang membom maka nelayan lain akan datang mengerumuni untuk turut menangkap ikan hasil pemboman.

“Sekarang ini banjir pembom kiri-kanan, racun juga. Batunya hancur juga. Ikan pertamanya agak dekat, sekarang sudah berapa puluh mil dari pantai. Mungkin sudah takut atau sudah habiskah,” ujar Rustam di kediamannya,  29 Agustus 2022.

Masa Depan Perairan Wawonii: Berharap Ikan Berlimpah dari Pengelolaan Akses Area Perikanan
Rustam menunjukkan hasil tangkapannya berupa belut pada 29 Agustus 2022. Belut itu ditaruhnya dalam kotak yang telah diisi es batu. (Foto: Muhamad Taslim Dalma)

Dengan usianya yang sudah mulai menua, Rustam tak ingin terlalu jauh-jauh lagi melaut. Apalagi, pekerjaan yang dilakoninya cukup berisiko yaitu dia harus selalu menyelam ke dasar laut untuk memasang dan mengambil bubu.

Oleh karena itu, Rustam merasa senang ketika mengetahui ada program PAAP yang bertujuan melestarikan laut dan pengelolaan perikanan berkelanjutan. Dia pun turut aktif dalam kelompok yang dibentuk untuk program PAAP.

Dia memiliki harapan besar laut sekitar Wawonii kembali berlimpah dengan ikan bukan hanya untuk dirinya tapi bagi anak-cucunya di masa depan. Bila ikan di sekitar Wawonii terus berkurang, dia khawatir anak-cucunya akan meninggalkan Pulau Wawonii untuk ke daerah lain yang potensi sumber daya perikanannya lebih besar.

Tantangan Pengelolaan Akses Area Perikanan

Salah satu yang mendukung dan aktif mensosialisasikan program PAAP adalah Lisna (49), warga Desa Langkowala, Kecamatan Wawonii Barat. Ia adalah istri nelayan yang sehari-hari keliling kampung menjajakan ikan. Ibu empat anak ini, biasa menjual ikan hasil tangkapan suaminya dan kadang juga menjual ikan dari nelayan tetangganya.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

Pengelolaan area perikanan yang lestari jadi begitu penting bagi diri dan keluarganya yang menggantungkan hidup dari hasil laut. Makanya begitu mendengar ada program pelestarian laut, ia langsung mewakili suaminya yang tidak bisa ikut karena pergi melaut.

Ia kemudian bergabung jadi anggota Kelompok PAAP yang mereka beri nama “Sumber Laut Mandiri”. Kelompok ini telah berbadan hukum dan menjadi simpul awal dalam pengelolaan kawasan secara bersama-sama.

Lisna yang didapuk menjadi Kepala Divisi Pengembangan Ekonomi, Usaha Produktif dan Pemberdayaan Perempuan Kelompok Sumber Laut Mandiri ini dengan lancar menjabarkan tentang program PAAP mulai dari spot-spot kawasan larang ambil hingga ukuran ikan yang boleh ditangkap dan tidak. Ia bahkan rajin memberi tahu nelayan tentang kawasan PAAP dan untuk tidak menangkap ikan yang masih kecil.

“Biasanya kalau lagi ngumpul sama-sama nelayan di malam hari ketika lagi bikin pancing, di situ cerita-cerita tentang PAAP itu. Hanya mereka kadang tidak paham, suka tanya ‘apakah itu PAAP’. Saya jawab itu semacam tempat pengelolaannya kita,” ujar Lisna.

Terkait dampak adanya program ini, Lisna mengatakan belum begitu kelihatan karena tergolong baru dikenalkan ke masyarakat. Namun minimal, informasi sudah menyebar ke masyarakat bahwa kampung mereka masuk dalam program pelestarian laut.

Lisna mengaku sangat berharap agar program ini berhasil diterapkan sehingga populasi ikan meningkat. Dengan demikian, para nelayan akan merasakan langsung manfaatnya, termasuk suaminya sendiri.

“Terus terang seperti suamiku karena memancingnya jauh maka kita perlu bensin beberapa liter, tapi mungkin kalau hanya dalam kawasan (PAAP) ini, artinya sudah terjaga dengan baik, yah mungkin satu liter kita sudah bisa untuk melaut,” ujar Lisna.

Susahnya memberi pemahaman kepada masyarakat jadi tantangan tersendiri bagi kelompok PAAP Sumber Laut Mandiri yang terbentuk sejak 13 Februari 2019 lalu. Mereka yang terdiri dari 30 orang perlu pendekatan khusus karena nelayan kebanyakan hanya tamatan sekolah dasar. Selain itu, praktik illegal fishing berupa penggunaan bom ikan masih sering dilakukan oknum-oknum tertentu.

Ketua Kelompok PAAP Sumber Laut Mandiri, Muhammad Fahry mengaku kehadiran PAAP mendapatkan respon bagus dari masyarakat yang juga menginginkan kawasan laut dikelola dengan baik. Hanya saja, dampak dari program ini belum begitu tampak di masyarakat.

Sebelum ada program itu, secara kultur sudah ada di masyarakat tentang larangan-larangan untuk tidak merusak alam. Namun kata dia, tidak semua memiliki kesadaran yang sama, apalagi sebelumnya tidak ada instrumen secara formal yang mendorong masyarakat untuk menjaga kelestarian laut.

“Tanggapan mereka saat ini bagus, seperti inginnya supaya tidak melaut jauh-jauh. Supaya ikan yang bermusim datang bergerombol itu ada lagi seperti terakhir 2016-2017 itu masih melimpah tapi sekarang tidak ada lagi. Itu kan ikan yang bergerombol, tapi ketika dibom terus yah tidak ada sekarang,” ujar Fahry.

Fahry tak memungkiri ada beberapa orang masyarakat yang malas pusing atau tak peduli dengan program tersebut. Pada umumnya masyarakat lebih senang dengan program yang dampaknya langsung kelihatan seperti bantuan alat tangkap ikan atau mesin perahu.

Kendati demikian, kelompok PAAP Sumber Laut Mandiri terus melakukan sosialisasi mulai dari proses pengelolaan, bagaimana pemanfataan kawasan yang ramah lingkungan, pemberdayaan perempuan, hingga pengawasan. Satu kesyukuran bagi Fahry adalah tidak ada penolakan dan sedikit demi sedikit  masyarakat mulai paham.

Fahry mengakui ada dukungan penuh dari Pemerintah Daerah (Pemda) Konkep, mulai dari Dinas Perikanan, dinas-dinas terkait, hingga pemerintah desa. Salah satu yang paling antusias adalah Kepala Dinas Perikanan Konkep.

“Dinas Perikanan sekarang sangat support kita punya kegiatan. Apalagi kadisnya, itu sangat luar biasa. Ketika kita laksanakan sosialisasi itu, Kadis Perikanan bahkan yang duluan datang. Dia sangat antusias ketika kita sudah sebut Rare sama PAAP. Hanya kalau kadis-kadis lain kita belum tahu karena saat ini yang bersentuhan langsung baru memang baru kadis perikanan,” ujar.

Cikal Bakal Pengelolaan Akses Area Perikanan

Dukungan nyata Dinas Perikanan Konkep ditunjukkan sejak awal kedatangan Rare Indonesia di Wawonii pada 2018 yang memperkenalkan program pengelolaan akses area perikanan (PAAP). Dinas Perikanan mengutus tiga pegawainya sebagai Tim Implementasi yakni Sitti Ramayana sebagai ketua tim, Aris Laria sebagai pendamping masyarakat, dan Darmayanti sebagai pendamping teknis. Tim implementasi ini kemudian mendapatkan SK dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Awalnya yang menjadi lokus PAAP hanya Kecamatan Wawonii Utara. Namun ternyata sebelumnya pada 2016 Pemerintah Provinsi Sultra sudah pernah menggodok tentang pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) yang tidak hanya mencakup Wawonii Utara, tetapi juga Kecamatan Wawonii Barat dan Wawonii Timur Laut.

Rare Indonesia bersama Tim Implementasi kemudian memperluas area PAAP dengan mengikuti KKPD tersebut. Kawasan laut yang masuk PAAP yakni radius 0-2 mil dari garis pantai tiga kecamatan yang didukung dengan adanya Peraturan Gubernur (Pergub) Sultra Nomor 36 Tahun 2019 tentang PAAP.

Mereka juga mengkoordinir pembentukan kelompok Sumber Laut Mandiri. Para anggota kelompok ini merupakan perwakilan masyarakat dari tiga kecamatan  PAAP yang berjumlah 30 orang. Setelah itu, tim implementasi bersama kelompok Sumber Laut Mandiri melakukan sosialisasi.

Kemudian, keluar Keputusan Menteri (Kepmen) Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (RI) Nomor 23 Tahun 2021 tentang kawasan konservasi di perairan Pulau Wawonii seluas 27.044 hektare yang mencakup 3 kecamatan PAAP dan radius 0-4 mil dari bibir pantai. Kepmen ini merupakan tindak lanjut KKPD yang diusulkan Pemerintah Provinsi Sultra sebelumnya.

Di dalam kawasan tersebut telah ditetapkan titik koordinat kawasan konservasi, titik batas zonasi, batas kecamatan, dan garis pantai. Zonasi juga telah ditetapkan yakni zona inti, zona pemanfaatan terbatas, zona rehabilitasi, serta zona bangunan dan instalasi laut. Isi Kepmen inilah yang kini menjadi rujukan pengelolaan kawasan PAAP, tapi radiusnya tetap yakni yang hanya masuk 2 mil dari bibir pantai.

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi
Masa Depan Perairan Wawonii: Berharap Ikan Berlimpah dari Pengelolaan Akses Area Perikanan
Pemetaan wilayah Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP) dan Kawasan Larang Ambil (KLA) di Perairan Wawonii. (Sumber gambar: Rare Indonesia).

Anggota Tim Implementasi, Aris Laria mengakui bahwa memang manfaat program PAAP ini belum terlihat atau dirasakan. Namun minimal, program PAAP telah menjadi pintu masuk bagi masyarakat dalam pelestarian sumber daya alam.

Sebelum ada program itu, masyarakat bersikap “masa bodoh” dengan kondisi kawasan laut yang terus dirusak dengan adanya praktik illegal fishing. Untuk mengubah pola pikir ini, kata Aris, membutuhkan waktu sehingga hasilnya bisa kelihatan.

Saat ini tim implementasi dan kelompok PAAP dihadapkan dengan karakteristik masyarakat yang berbeda-beda dengan wilayah 3 kecamatan 44 desa dan 3 kelurahan. Selain itu, ada begitu banyak kepentingan di kawasan laut bagi masyarakat, khususnya terkait ekonomi.

Kondisi demikian tak menghalangi mereka untuk terus memberikan pemahaman kepada masyarakat melalui sosialisasi. Gerakan yang dilakukan seperti kampanye PAAP dengan membagikan kalender, baju, masker hingga menggelar lomba foto dan membuat video kampanye secara kreatif.

“Kita tetap bekerja, terpola, dan kita ikuti ketentuan yang ada. Berdasarkan elemen PAAP itu, pada akhirnya orang akan patuh dengan aturan kawasan. Untuk patuh ini tentu orang harus tahu dulu ini apa sih ini PAAP,” ujar Aris.

Masa Depan Perairan Wawonii: Berharap Ikan Berlimpah dari Pengelolaan Akses Area Perikanan
Aris Laria

Butuh Dukungan dari Berbagai Pihak

Namun begitu, dalam melakukan aktivitasnya, Kelompok PAAP terbatas pada memberitahukan, mengajak, mengedukasi, dan bentuk-bentuk sosialisasi lainnya. Mereka tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penangkapan, penggeledahan karena itu merupakan ranah aparat penegak hukum.

Oleh karena itu dibutuhkan pihak-pihak lain sehingga program PAAP dapat dijalankan dengan maksimal. Sebagai bentuk sinergi awal dengan pemangku kepentingan lintas sektor, pada 22 Juni 2022 lalu telah dilakukan penandatanganan berita acara kesepakatan bersama dalam rangka dukungan terhadap program PAAP.

Penandatanganan berita acara di kantor Bupati Konkep itu dilakukan oleh Bupati Konkep yang diwakili Asisten 3, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMD), TNI Angkatan Laut, Polairud, Polsek, Babinsa, Bhabinkamtibmas, hingga para kepala desa di kawasan PAAP.

“Itu supaya semua stakeholder ini mengambil perannya masing-masing dalam rangka perikanan berkelanjutan. Misalnya teman-teman APH (aparat penegak hukum) bisa konsen dalam soal perikanan berkelanjutan ini, kemudian BPMD terkait programnnya yang menggalakkan ketahanan pangan, yang mana ikan juga masuk kategori pangan,” ujar Aris.

Kepala Desa Langara Tanjung Batu, Janus Munandar turut menandatangani berita acara tersebut. Dirinya mendukung program PAAP demi kepentingan warga desanya dengan jumlah 209 KK yang 99 persen bekerja sebagai nelayan.

Janus mengaku warganya ada yang menyambut positif program PAAP dan ada juga yang tidak merespon. Mereka yang menyambut positif ini adalah yang paham bahwa generasi ke depan akan diuntungkan dengan pengelolaan kawasan perikanan yang berkelanjutan.

Dukungan yang ditunjukkan Pemerintah Desa Langara Tanjung Batu saat ini adalah membantu sosialisasi, misalnya tempat sosialisasi di balai desa, bahkan hingga di rumah kepala desa. Janus optimis bila program ini dikawal baik-baik dan dilaksanakan sesuai apa yang disepakati maka dampaknya akan bagus.

“Kalau untuk saat ini mayoritas masyarakat masih mengamati. Kalau soal dibicarakan memang sudah mulai di masyarakat, apalagi kita juga sudah sampaikan bahwa ada daerah-daerah yang dilarang ambil,” ujar Janus.

Peran Rare Indonesia

Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP) diperkenalkan oleh Non-Governmental Organization (NGO) Rare Indonesia. PAAP adalah sebuah bentuk pengelolaan perikanan skala kecil berkelanjutan yang didasari oleh pemberian akses dan tanggung jawab pengelolaan di wilayah perairan tertentu kepada kelompok masyarakat setempat yang berbadan hukum dengan jangka waktu tertentu.

Sebelum menentukan perairan Wawonii sebagai lokasi PAAP, Rare Indonesia awalnya datang ke daerah itu pada tahun 2018 untuk mengambil data observasi. Rare juga berdiskusi dengan DKP Provinsi Sultra dan Dinas Perikanan Konkep, hingga akhirnya dapat memulai program pada 2019.

Salah satu zonasi yang penting dalam PAAP adalah Kawasan Larang Ambil (KLA) yakni lokasi yang disepakati ditutup secara permanen, sebagai “bank ikan”. KLA memberikan kesempatan bagi ikan untuk dapat meregenerasi populasinya sehingga dapat pulih secara alami agar dapat kembali ditangkap oleh nelayan.

Perwakilan Rare Indonesia, Imanda Pradana menjelaskan KLA tersebut ditentukan berdasarkan usulan masyarakat. Hal ini agar masyarakat mempunyai komitmen dan rasa kepemilikan terhadap sumber daya ikan yang ada di sekitar mereka.

Masa Depan Perairan Wawonii: Berharap Ikan Berlimpah dari Pengelolaan Akses Area Perikanan
Ilustrasi Pengelolaan Akses Area Perikanan dan Kawasan Larang Ambil. (Sumber gambar: Rare Indonesia)

“Meskipun penentuannya tidak terlepas dari studi dan latar belakang. Kenapa kami lebih cenderung ke apa yang masyarakat tentukan karena kami ingin masyarakat mempunyai rasa memiliki,” ujar Iman melalui telepon, 15 September 2022.

Dalam menjalankan program itu, Rare Indonesia hanya berada “di belakang layar”, dalam artian tidak berada di Wawonii tapi implementasinya diserahkan kepada mitra yakni Dinas Perikanan Kabupaten Konkep. Ini dilakukan agar masyarakat tidak bergantung pada Rare yang mana programnya berbasis proyek yang ada jangka waktunya.

Rare Indonesia lebih banyak memberikan pelatihan kepada staf Dinas Perikanan Konkep agar bisa menjalankan tupoksinya membimbing, membina, dan mengayomi masyarakat. Staf Dinas Perikanan juga dilatih untuk bisa turun ke lapangan dengan efektif misalnya dengan bisa mendengarkan keluh kesah, dan mendengarkan sudut pandang masyarakat.

Dalam program PAAP, Rare juga berkoordinasi dengan beberapa instansi terkait seperti pihak Babinsa, Bhabinkamtibmas, Polairud, TNI Angkatan Laut, Polairud. Hal ini agar semakin memudahkan kolaborasi antara masyarakat, dinas, dan aparat penegak hukum dalam mengatasi praktik penangkapan ikan secara ilegal.

Hingga saat ini, rencananya Rare Indonesia hanya akan berperan di Wawonii hingga tahun 2024. Setelah itu, akan dipertimbangkan untuk lanjut atau tidak dengan sejumlah faktor, misalnya bila proyeknya berhasil, maka Rare bisa lanjut membantu dari aspek yang berbeda meskipun masih beririsan dengan pengelolaan perikanan skala kecil.

“Kalau Rare masih harus berada di sana itu harus dengan problem atau isu yang baru. Contohnya, anggap saja PAAP sudah berhasil dan stok ikan sudah berlimpah, tapi nelayan masih kesusahan akses terhadap es sehingga ikan hasil tangkapan cepat busuk, nah mudah-mudahan Rare bisa menjembataninya,” ujar Iman. (*)


Reporter: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini