Menengok Desa Puusuli di Konawe Utara, Tak Punya Listrik, Pelayanan Kesehatan Sekali Sebulan

Menengok Desa Puusuli di Konawe Utara, Tak Punya Listrik, Pelayanan Kesehatan Sekali Sebulan
DESA PUUSULI- Kondisi Desa Puusuli Kecamatan Andowia, Konawe Utara. Nampak tiang-tiang listrik yang terbuat dari kayu hasil buatan masyarakat setempat.MURTAIDIN/ZONASULTRA.COM
Menengok Desa Puusuli di Konawe Utara, Tak Punya Listrik, Pelayanan Kesehatan Sekali Sebulan
DESA PUUSULI– Kondisi Desa Puusuli Kecamatan Andowia, Konawe Utara. Nampak tiang-tiang listrik yang terbuat dari kayu hasil buatan masyarakat setempat. (MURTAIDIN/ZONASULTRA.COM)

 

ZONASULTRA.COM, WANGGUDU– Jarak dengan ibu kota kabupaten ternyata tak menjamin suatu desa atau perkampungan akan lebih maju dari wilayah lainnya yang jauh dari pusat pemerintahan. Potret desa yang tertinggal justru kini disandang desa Puusuli yang terletak di kecamatan Anodwia.

Desa tersebut hanya berjarak sekitar 8 kilo meter dari ibukota pemerintahan Ruksamin-Raup di Wanggudu. Namun justru masyarakat di desa ini belum menikmati fasilitas lampu penerangan dari perusahaan listrik negara (PLN).

Desa yang memiliki luas wilayah 15 ribu meter bujur sangkar itu tak satupun tiang listrik yang terlihat berdiri. Bandingkan dengan desa-desa tetangga yang berada diruas jalan trans Sulawesi, yang sudah menikmati listrik. Warga setempat dengan 83 kepala keluarga dan 318 jiwa hanya menggunakan listrik seadanya.

Bantuan dari pemerintah, berupa genset berkekuatan 30 PK menjadi alat satu-satunya penerangan yang dapat digunakan dalam menerangi perkampungan saat malam tiba. Namun penerangan genset ini tak dapat melayani 83 kepala keluarga (KK). Genset itu pun hanya bisa dinikmati dari pukul 18.00 Wita hingga pukul 06.00 wita.

“Hanya 67 KK yang nikmati listrik pake genset. Jadi masih ada masyarakat yang menggunakan lampu pelita,” kata Kepala Desa Puusuli, Jumadil Haruna.

Untuk menutupi kebutuhan bahan bakar minyak jenis solar mesin diesel tersebut, warga dibebankan iuran per bulan sebesar Rp.100 ribu hingga Rp.120 ribu per KK. Mengingat, kebutuhan bahan bakar semalam untuk menerangi pedesaan itu sebanyak 150 liter.

Sementara iuran Rp.100 ribu per bulannya dibatasi penggunannya. Setiap rumah hanya boleh menggunakan tiga mata lampu dan barang elektronik lainnya.

“Sebulan itu sekitar 450 liter solar dia gunakan,” ujar Jumadil.

Untuk memasuki Desa Puusuli cukuplah muda dilalui. Kita dapat menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Dengan melalui jalur Desa Lamondowo, daerah pertama yang akan kita jumpai adalah Desa Puuwonua. Waktu yang dibutuhkan hanya sekitar 15 sampai 20 menit dari ibukota Konawe Utara.

Desa Puusuli sendiri berada dilembah Tirio Labungga. Akses jalan yang belum diaspal menjadi salah satu kendala. Belum lagi beberapa aliran sungai yang memotong badan jalan yang akan dilalui. Bebatuan jalan yang diselimuti debu disiang bolong menjadi tantangan tersendiri memasuki perkampungan itu.

***

Pelayanan Kesehatan yang Buruk

Persoalan listrik tak hanya menjadi masalah bagi masyarakat setempat. Namun, buruknya pelayanan kesehatan juga menjadi sorotan warga yang mayoritas mata pencaharian sebagai pekerja disalah satu perusahaan kelapa sawit itu.

Meski jarak dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Konut hanya sekitar 6 kilometer saja, namun pelayanan kesehatan hanya dilakukan sekali dalam sebulan. Padahal, di desa tersebut terdapat bangunan puskesmas pembantu (Pustu) dan gedung posyandu untuk pelayanan kesehatan.

Bangunan permanen dengan lantai keramik itu sangat bertolak belakang dengan sistem pelayanan kesehatan. Pada sisi depan bangunan pustu terdapat pepohonan kelapa sawit yang membalut megahnya bangunan. Namun sayang pintu Pustu itu terlihat masih tergembok.

Menengok Desa Puusuli di Konawe Utara, Tak Punya Listrik, Pelayanan Kesehatan Sekali Sebulan
Terlihat pintu puskesmas pembantu (Pustu) masih tertutup rapat oleh gembok

 

Lantai yang menggunakan kemarik, dihiasi oleh kotoran-kotoran hewan yang berserakan. Seakan menandakan, bangunan megah tersebut tidak pernah dikunjungi oleh pemiliknya.

Kata Jumadil, sejak tahun 2013 lalu hingga saat ini tidak pernah lagi dilakukan kegiatan posyandu desa. Hal tersebut telah disampaikannya kepihak Puskesmas dan Dinas Kesehatan Konut. Namun hal ini, belum mendapat respon.

“Di sini pelayanannya kadang setiap bulan, bahkan dua bulan sekali,” ujarnya.

Bidan yang berstatus sebagai pegawai tidak tetap (PTT) yang ditempatkan di desa itu ternyata jarang menemui masyarakat. Bidan itu hanya menghabiskan waktu di Wanggudu, sebagai tempat berdomisili. Sehingga, tak ayal ketika ada warga yang ingin melahirkan hanya dapat dibantu dengan pertolongan dukun kampung.

“Kalau ada warga yang melahirkan, kita telepon dulu bidannya. Kadang dia datang, kadang juga tidak,” kata Jumadil.

Jumadil berharap pemerintah dapat memberikan perhatian serius terhadap kampung halaman yang dipimpinnya.

Sementara itu, Wakil Bupati Konut Raup, saat berkunjung ke Desa Puusuli beberapa waktu lalu mengungkapkan, bakal menjadikan perkampungan tersebut memiliki akses ekonomi pedesaan yang baik.

Raup mengakui jalan transportasi menuju desa tersebut masih terbilang kurang bagus. Namun, persoalan jalan akan menjadi prioritas pada tahun anggaran 2017 mendatang.

Dirinya pun mengamini, jika Desa Puusuli memiliki banyak potensi perekonomian. Diantaranya, hasil pertanian, laut dan hutan. Dimana ketiga potensi tersebut diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat.

“Kalau tahun ini belum bisa, mengingat anggaran di daerah-daerah itu dipangkas,” ujarnya.

Persoalan kurangnya pelayanan kesehatan, langsung mendapat respon dari pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Konut Nurjannah. Sepengetahuannya, setiap desa telah ditempatkan tenaga medis untuk melayani masyarakat.

“Informasi seperti ini sangat baik. Nanti saya tindaklanjuti sama kepala puskesmasnya,” ucap Nurjannah. (B)

 

Reporter : Murtaidin
Editor   : Rustam

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini