Mengenal Kain Tenun Pencelupan Pewarna Alam Buton yang Go Internasional

Mengenal Kain Tenun Pencelupan Pewarna Alam Buton yang Go Internasional
Kain Tenun Buton

Mengenal Kain Tenun Pencelupan Pewarna Alam Buton yang Go Internasional Kain Tenun Buton

 

ZONASULTRA.COM, PASARWAJO – Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra) tak hanya dikenal sebagai daerah penghasil aspal. Budaya serta hasil seninya juga sangat tersohor, bahkan mampu menembus pasar dunia.

Salah satunya adalah kain tenun pencelupan dengan pewarna alam. Dinamakan seperti itu karena pewarna yang digunakan memang berasal dari alam, yaitu akar, batang, daun dan buah. Tanaman yang digunakan juga tidak sembarangan, melainkan pohon mahoni, pohon nila, pohon tarum, pohon ketapang, pohon pisang dan pohon sukun.

Di Buton terdapat dua desa yang menjadi sentra pengrajin kain tenun pencelupan pewarna alam ini, yaitu Desa Wabula dan Desa Wabula Satu, Kecamatan Wabula. Hampir 75 persen ibu-ibu dan gadis remaja di dua desa tersebut menjadi penenun.

Sejak zaman sebelum Kesultanan Buton, masyarakat Wabula sudah mengenal tenun. Hanya saja pada saat itu masih menggunakan alat tradisional dan bahan baku seadanya yang ada di alam, serta belum mengenal bahan pewarna seperti saat ini.

Maryam, salah satu pengrajin kain tenun pencelupan pewarna alam mengatakan saat ini produk mereka sudah dilirik pasar dunia alias go internasional.

“Untuk internasional sendiri, yang sudah berhasil kita pasarkan dan menggunakan kain tenun pencelupan pewarnaan alam Buton ini yaitu negara Selandia Baru, Singapura dan Amerika Serikat,” kata Maryam ditemui di kediamannya di Desa Wabula, Minggu (7/1/2018).

Mengenal Kain Tenun Pencelupan Pewarna Alam Buton yang Go InternasionalSedangkan di level nasional, sejak dua tahun terakhir ratusan lembar kain tenun sudah berhasil terjual, khususnya di daerah Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

Bahkan desainer ternama Indonesia seperti Samuel Wattimena dan Ivan Gunawan serta sejumlah artis sudah banyak menggunakan kain tenun pencelupan pewarnaan dari Buton itu. Mereka memesan langsung melalui Dekranasda Buton.

“Mereka sudah mengetahuinya sejak kami terus mengikuti kegiatan rakernas, event, fashion show dan pameran-pameran dalam dua tahun terakhir ini. Jadi di situlah kita pamerkan produk tenun buatan kita,” kata Maryam.

Menurut Maryam, semua itu tidak lepas dari campur tangan Pemda Buton, dalam hal ini Dekranasda Buton karena telah membantu para pengrajin pengadaan benang, alat tenun dan bahan pewarna.

“Jadi dengan bantuan tersebut kami merasa senang dan terbantu, serta tidak susah lagi menjual hasil dagangan dari kampung ke kampung bahkan dari daerah satu ke daerah lain. Sebab dari pihak Dekranasda langsung membeli produk kami berapa pun banyaknya. Hasilnya nanti dibagi,” kata Maryam.

“Contoh hasilnya Rp1 juta, maka kita (pengrajin) dapat setengah yaitu Rp500 ribu. Dan pastinya harga per lembar itu dari kami yang menentukan,” tambahnya.

Cara Pembuatan

Untuk membuat kain tenun pencelupan pewarna alam, pertama yang harus disiapkan adalah benang putih yang dicelup ke dalam pewarna alam yang telah diracik sendiri. Setelah itu dikeringkan kemudian ditenun dengan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) dan alat tradisional yang biasa disebut masyarakat setempat gendokan (pimoorua).

Jangka waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu lembar kain tenun tergantung dari proses pencelupan benang dan juga cuaca. Jika cuaca panas, dalam waktu dua hari benangnya sudah kering. Namun jika hujan, membutuhkan waktu 3 hingga 4 hari untuk kering. Paling cepat memakan waktu 9 sampai 10 hari lamanya untuk satu lembar kain.

Mengenal Kain Tenun Pencelupan Pewarna Alam Buton yang Go InternasionalAda lima motif kain tenun yaitu motif garis, motif ikat, motif pluring, motif kotak dan motif cap. Harganya sendiri bervariasi tergantung kesulitan bahan pewarnanya dan kesulitan pembuatannya.

“Yang pasti harga paling rendah kalau dijual sekitar Rp450 per lembar, adapun yang tinggi sekitar Rp1 juta per lembar. Itu khusus harga di luar daerah,” jelas Maryam.

Adapun untuk penjualan dalam daerah sendiri tidak jauh berbeda, harga paling rendah sekitar Rp250 per lembar. Sedangkan untuk harga paling tinggi itu sekitar Rp650 per lembar.

Kepala Dinas Perindustrian Buton Sadisu mengatakan, pemerintah daerah sangat mendukung industri kain tenun pewarnaan alam ini. Terbukti pada 2017 pemda mengeluarkan anggaran pembuatan sentra industri tenun di Desa Wabula. Di sana gedung industri dengan ruang pamer khusus pewarna alam juga sudah dibuat.

“Industri ini akan terus dikembangkan ke depan karena semakin banyak yang mengenal prosesi pewarnaan alam itu maka semakin baik. Dan kita antisipasi jangan sampai ada permintaan yang membludak apakah itu dari dalam negeri maupun luar negeri,” terang Sadisu.

Nah, jika Anda berada di Buton jangan lupa membawa buah tangan kain tenun khas Buton untuk orang-orang terkasih. (B)

 

Penulis: Nanang Suparman
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini