ZONASULTRA.COM, PASARWAJO – Gemuruh air yang jatuh dari ketinggian memecah kesunyian hutan belantara sore itu. Tak ada lagi suara selain gemuruh air. Kicau burung pun tak lagi terdengar. Pemandangan indah terpampang nyata di depan mata.
Air Terjun Bhembe. Begitu warga setempat menyebutnya. Terletak di hutan belantara Kecamatan Lasalimu, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Kami mendatangi surga tersembunyi di belantara hutan Pulau Buton ini sekira pukul 15.30 WITA pada 4 Juli 2020. Dari Kota Baubau kami menempuh perjalanan sekira dua jam sampai di Desa Nambo, Kecamatan Lasalimu. Kami menempuhnya dengan kendaraan roda empat.
Di Desa Nambo kami berjumpa dengan Ari, warga setempat yang kemudian menemani kami menuju tempat tujuan.
Dari rumah pemuda itu kami berkendara lagi menyusuri jalan tambang aspal di Dusun Lagunturu. Di tepi jalan tambang kami memarkirkan kendaraan, dan berjalan kaki menyusuri hutan rimba. Sekira satu jam perjalanan kami akhirnya tiba di Air Terjun Bhembe.
Saat berjalan kaki menyusuri hutan rimba kami harus berhati-hati. Jalan setapak yang sesekali dirintangi dahan jatuh dan akar pohon jadi tantangan tersendiri. Tidak itu saja, banyak anak sungai menjadi rintangan menuju spot wisata nan indah itu.
Belum lagi hutan rimba merupakan rumah bagi satwa dan hewan buas. Itu sebabnya kami membawa Ari dan beberapa orang temannya. Selain penunjuk jalan, warga Desa Nambo yang telah mengenal stuktur hutan berguna untuk menunjukan jalan yang aman dari hewan buas.
Kami berjalan mendaki perbukitan. Selama berjalan kaki, kami menjumpai beberapa penunjuk arah dan tempat peristrahatan. Fungsinya kata Ari, agar pengunjung tidak tersesat dan sesekali beristrahat saat menuju air terjun.
“Ini tempat peristirahatan kedua. Dari sini menuju air terjun tinggal 500 meter, 30 menit berjalan kaki kita akan sampai,” terang Ari pada kami sembari menunjuk penunjuk jalan yang tertulis hati-hati ada jurang.
Sangat disarankan bagi Anda untuk memerhatikan semua petunjuk jalan agar bisa sampai di tempat tujuan dengan kondisi yang baik.
Air Jernih Jatuh dari Tebing Hitam
Air Terjun Bhembe punya dua tingkatan. Masing-masing tingkatan punya ketinggian yang berbeda. Diperkirakan setinggi kurang lebih 50 – 100 meter.
Dari air terjun pertama menuju air terjun kedua, kami harus menyusuri kaki bukit. Hati-hati jalan licin jika musim penghujan. Tidak disarankan pula bagi mereka yang fobia ketinggian.
Namun begitulah, pada air terjun kedua ini kami dibuat terpana. Menyaksikan air yang jatuh menyusuri tebing hitam dari ketinggian kurang lebih 100 meter.
Air Terjun Bhembe memiliki air yang jernih. Anda dapat menyaksikan bagaimana air itu jatuh dari ketinggian mengikis tebing hitam pekat yang mengkilap.
Tak seperti air terjun lain yang tebingnya terdiri dari struktur batuan kars. Sekilas tebing Air Terjun Bhembe seperti besi kokoh yang menjulang tinggi. Atau kemungkinan air terjun itu telah mengikis bukit tambang aspal Pulau Buton.
Air jernih itu terlihat menguning setelah jatuh menghantam keras ke dasar tebing. Percikannya menghembuskan angin kencang membentuk kabut tipis menghalagi lensa kamera untuk sekadar berswafoto.
“Ini dinamakan Air Terjun Bhembe. Dari dulu orang sini sudah menyebutnya begitu. Air Terjun ini baru sekarang ramai dikunjungi wisatawan,” terang Ari.
Habitat Anoa
Beberapa saat setelah menikmati keindahan air terjun kami memutuskan pulang. Saat berjalan pulang kami dikagetkan oleh suara cabang kayu yang keropos dan dengusan napas menyerupai kerbau.
Ari lalu melakukan gerakan memukul-mukul pahanya sembari berucap menggunakan bahasa lokal. Saat bersamaan dia memerintahkan kami agar tetap berjalan dengan tertib.
Belakangan setelah kami tiba di peristrahatan, Ari mengatakan bahwa suara dengusan napas tadi berasal dari hidung Anoa. Satwa liar yang menjadi maskot Sulawesi Tenggara. Hutan Lasalimu, Pulau Buton memang merupakan tempat satwa Anoa bermukim.
Anoa sendiri dikisahkan sebagai satwa liar yang ganas. Itulah sebabnya kami meminta Ari yang merupakan warga lokal untuk menemani kami. Karena mengenal struktur hutan, Ari bisa menghindarkan kami dari satwa liar.
Di perjalanan pulang Ari sempat bercerita. Beberapa hari lalu ada tiga orang wisatawan yang tersesat saat pulang dari air terjun. Beruntung mereka bertemu dengan penduduk desa yang sedang mencari rotan.
“Tiga orang perempuan itu tersesat karena tidak sadar, mereka terus berjalan menyusuri kaki sungai sampai tidak menemukan jalan pulang. Untungnya mereka bertemu dengan warga yang sedang merotan, lalu diantar pulang ke desa,” Ari mengisahkan.
Sungai dari Air Terjun Bhembe sendiri mengalir sampai ke Desa Lawele. Air terjun itu juga bisa diakses lewat Desa Lawele, namun jaraknya harus menempuh 3 jam berjalan kaki dengan rintangan yang lebih esktrim. Desa Nambo sendiri dulunya bagian dari Desa Lawele yang dikemudian hari mekar.
“Kami sendiri membuat jalan setapak ini agar wisatawan bisa lebih mudah mengakses air terjun. Kami warga Desa Nambo berharap agar pemerintah bisa membuat akses jalan yang dapat dilintasi motor dan mobil, sehingga lebih mudah diakses oleh wisatawan,” harap Ari. (SF/*)
ontributor: Risno Mawandili
Editor: Jumriati