Menyusuri Keindahan Karst Matarombeo di Belantara Konawe Utara

Menyusuri Keindahan Karst Matarombeo di Belantara Konawe Utara
KARST MATAROMBEO - Naturevolution mengeksplore Karst Matarombeo. (Foto: Istimewa)

ZONASULTRA.ID – Bentang alam Sulawesi Tenggara (Sultra) seolah tak ada habisnya menyuguhkan keindahan yang luar biasa. Salah satunya adalah kawasan Karst Matarombeo yang terletak di Kabupaten Konawe Utara (Konut).

Matarombeo merupakan salah satu kawasan karst terluas di Pulau Sulawesi. Keindahan Karst Matarombeo bahkan disebut-sebut tak kalah menarik dengan keindahan alam karst yang ada di Madagaskar, Afrika. Namun, kawasan ini masih minim kegiatan eksplorasi dan penelitian karena letaknya yang berada di belantara.

Tim ekspedisi lembaga non-pemerintah atau NGO asal Prancis, Naturevolution, pernah mengeksplore Karst Matarombeo pada 2014. Dari hasil ekspedisi ini diketahui kawasan Matarombeo memiliki keanekaragaman hayati yang sangat besar. Di kawasan ini juga terdapat banyak peninggalan bersejarah.

Matarombeo memiliki karakter yang sangat khas, yaitu pegunungan bebatuan karst dengan ketinggian sekitar 1.500 meter di atas permukaan laut.

Mengutip laman Naturevolution, kawasan Karst Matarombeo membentang sekitar 1.200 km², kira-kira seukuran Pulau Martinik, salah satu dari 26 region milik Prancis yang terletak di bagian timur laut Karibia.

Naturevolution menyebut Matarombeo sebagai salah satu karst langka di Asia Tenggara yang bertahan sebagai “pulau di dalam pulau”, suaka alam yang terletak di jantung hutan.

Di kawasan Karst Matarombeo terbentang hutan luas dengan flora dan fauna yang beragam di dalamnya, beberapa bahkan endemik, seperti anoa dan julang sulawesi. Di sana juga terdapat situs gua prasejarah yang diberi nama Gua Tengkorak Matarombeo. Sesuai namanya, di dalam gua ini terdapat tengkorak peninggalan purba.

Seperti gua prasejarah lainnya, di Gua Tengkorak Matarombeo ini juga terdapat lukisan purba. Kompleks situs gua memperlihatkan bukti-bukti arkeologis aktivitas manusia masa lalu.

Jenis dan ciri benda arkeologis yang ditemukan, baik di permukaan maupun dari penggalian, seperti alat serpih, tatal batu, batu inti, beliung, gerabah, kerang dan arang, memberi kesimpulan bahwa sebelum menjadi lokasi penguburan, situs-situs tersebut awalnya menjadi tempat bermukim.

Menawarkan Wisata Petualangan

Menyusuri Keindahan Karst Matarombeo di Belantara Konawe Utara
Tim ekspedisi Naturevolution menyusuri sungai di kawasan Karst Matarombeo. (Foto: Istimewa)

Kawasan Karst Matarombeo memang sangat luas dan unik. Cocok bagi mereka yang menyukai wisata petualangan.

Untuk mencapai kawasan ini, harus menyusuri sungai dengan perahu bermesin atau warga lokal menyebutnya katinting. Dalam perjalanan akan melewati dua terowongan gua. Terowongan pertama bernama Rokuo Besar dan terowongan kedua Rokuo Kecil.

Perjalanan menyusuri terowongan gua ini akan berakhir di kawasan air terjun Padantaumo. Dari air terjun inilah perjalanan menyusuri Karst Matarombeo dimulai dengan berjalan kaki.

Untuk sampai ke Karst Matarombeo, pengunjung kebanyakan lewat Desa Padalere Utama, Kecamatan Wiwirano, Konawe Utara.

Desa Padalere Utama juga menyuguhkan wisata alam yang sangat indah. Jadi, sebelum naik ke kawasan Matarombeo tak ada salahnya menikmati pemandangan indah desa ini.

Dari Wanggudu, ibu kota Kabupaten Konawe Utara, Desa Padalere Utama berjarak 80 km dengan waktu tempuh lebih dari 2 jam. Sedangkan dari Kota Kendari, ibu kota Sulawesi Tenggara, waktu tempuh sekitar 5 jam.

Menyusuri Keindahan Karst Matarombeo di Belantara Konawe Utara
Tim ekspedisi Naturevolution berada di air terjun kawasan Karst Matarombeo (Foto: Istimewa)

Dari pelabuhan Padalere Utama sampai Air Terjun Padantaumo dibutuhkan waktu tempuh sekitar 1 jam 30 menit menggunakan perahu katinting. Sedangkan dari air terjun menuju kawasan Karst Matarombeo membutuhkan waktu sekitar 2 jam dengan berjalan kaki.

Di Desa Padalere Utama, ada banyak warga yang menyediakan jasa antar jemput menuju Matarombeo. Biaya yang dipatok pun berbeda antara wisatawan asing dengan lokal.

Sarif, salah satu warga Padalere Utama yang biasa mengantar pengunjung mengatakan, untuk wisatawan asing mereka mematok Rp1,2 juta sedangkan lokal hanya Rp1 juta.

Menurut Sarif biaya itu sebenarnya tidak terlalu besar jika yang datang rombongan sehingga bisa patungan. Namun, mereka membatasi maksimal 10 orang saja karena memperhatikan keselamatan pengunjung itu sendiri.

Kepala Desa Padalere Utama Ramadan mengatakan, saat ini memang tak ada peraturan resmi yang mengatur tarif antar jemput ke kawasan Karst Matarombeo. Rata-rata perahu yang digunakan juga adalah milik pribadi warga. Pemerintah desa hanya mengimbau agar para pemilik perahu tidak mematok harga terlalu tinggi.

“Apalah artinya kita patok harga tinggi, tapi wisatawan hanya sekali datang, lebih bagus kita sesuaikan (tarif) agar wisatawan senang dan mau datang kembali,” kata Ramadan.

Ke depan, kata dia, pemerintah desa akan mengusahakan pengadaan perahu lewat BUMDes agar ada pemasukan ke desa. Untuk saat ini, pemerintah desa tengah menggodok regulasinya, termasuk pembentukan BUMDes yang harus terdaftar di Kemenkumham.

Berpeluang Jadi Geowisata

Menyusuri Keindahan Karst Matarombeo di Belantara Konawe Utara
Kawasan Karst Matarombeo (Foto: Daru/Dispar Sultra)

Selain wisata petualang, Karst Matarombeo juga cocok dijadikan geowisata atau wisata minat khusus. Pasalnya, belum banyak informasi mengenai kawasan Karst Matarombeo, terutama lukisan purba yang ada di dalam Gua Tengkorak Matarombeo.

Kepala Dinas Pariwisata Sultra, Belli Harli Tombili, pada medio Agustus 2022 lalu mengatakan, bagi yang ingin berwisata ke Karst Matarombeo pihaknya mengarahkan untuk wisata minat khusus, terutama bagi para peneliti dan speleologis atau penjelajah gua yang ingin mengeksplore Gua Tengkorak Matarombeo.

Hal itu dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan meminimalisir kerusakan lukisan purba di dalam Gua Tengkorak Matarombeo.

Belli berharap para peneliti tak berhenti untuk mengeksplore kawasan Karst Matarombeo sehingga bisa menguak berbagai potensi yang ada di kawasan itu.

Salah satu pengunjung Matarombeo, Muhammad Husen mengaku takjub akan keindahan alam kawasan Karst Matarombe. Wajar, kata dia, jika para peneliti asal Prancis juga terkagum-kagum dengan pesona tersebut.

Ia berharap kawasan Matarombeo itu tetap terjaga, sehingga keindahannya masih bisa dinikmati oleh generasi berikutnya.

Sementara Muhammad Ali Abdullah, dari Naturevolution Indonesia mengaku keindahan Karst Matarombeo tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ia sudah berkali-kali mengunjungi kawasan itu dan tak berhenti mengagumi keindahan bentang alam tersebut.

Memed, sapaan akrabnya berharap pemerintah dapat memasukkan kawasan Matarombeo sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) agar ke depannya Matarombeo bisa menjadi geopark atau kawasan ilmiah.

Pihaknya takut jika tidak dijadikan KEE sampai geopark, kawasan Matarombeo akan habis dijadikan kawasan perkebunan kelapa sawit. (*)


Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini