ZONASULTRA.ID, RAHA – Desa Laiba yang terletak di Kecamatan Parigi, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) ternyata menyimpan ragam destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi. Objek wisata di desa ini terbilang paket komplet. Mulai dari wisata gua hingga pemancingan yang terbuat secara alami.
Desa Laiba memiliki kurang lebih 600 kepala keluarga (KK) dengan jumlah penduduk sekitar 2.000 jiwa. Penduduk desa ini rata-rata bekerja sebagai petani.
Lantas apa saja destinasi wisata yang menjadi pesona di desa ini? Zonasultra.id telah merangkumnya di bawah ini.
1. Gua Lamburaea
Objek wisata Gua Lamburaea dapat dijangkau dengan mudah. Dari Raha, ibu kota Kabupaten Muna, waktu tempuh sekitar 65 menit menggunakan roda dua atau roda empat.
Jarak masuk dari desa ke lokasi gua sekitar 3 kilometer, kemudian dari tempat parkir tersisa 300 meter.
Pintu masuk gua sangat sempit. Namun di dalamnya sangat luas. Sejauh ini hanya 26 ruang yang pernah dijelajahi oleh pengunjung dan masih banyak lagi ruang-ruang yang belum dijelajahi.
Gua Lamburaea terbilang unik karena di dalamnya ada beberapa jenis batu dengan tekstur dan model kuda, kubah masjid, bahkan batu-batunya ada yang bercahaya atau batu kristal dan masih alami tanpa campur tangan manusia.
“Berkelap-kelip (batu). Gua ini sudah banyak yang kunjungi sejak 2015. Sudah masuk di TV,” kata Kepala Desa Laiba, Laode Ndipolo.
Menurut Laode Ndipolo, pengembangan yang baru dilakukan di objek wisata ini yakni pengerasan jalan pada 2018. Saat ini pengembangan objek wisata Gua Lamburaea masih terus dilakukan, baik dari pihak dinas pariwisata (dispar) maupun pemerintah desa bersama tokoh-tokoh masyarakat setempat sehingga kelestarian objek wisata ini terjaga dengan baik.
“Pemkab sudah berupaya mendukung dengan datang ke sini untuk melihat langsung, bersama kepala dinas pariwisata,” ujar Laode Ndipolo.
Tokoh pemuda Desa Laiba, Gamsir, menceritakan, Gua Lamburaea ditemukan sekitar tahun 1957 oleh almarhum La Mpesa. Konon penemuan gua ini sangat unik dan di luar nalar manusia karena melalui jalur mimpi.
La Mpesa bermimpi didatangi seorang laki-laki berpakaian putih, memiliki bentuk muka agak lonjong dan bercambang lebat yang memberikan informasi bahwa di sekitar lahan kebun ini ada gua yang di dalamnya terdapat sebuah sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Awalnya La Mpesa tidak menghiraukan mimpi tersebut, namun malam berikutnya ia kembali mengalami mimpi yang sama. Dalam mimpi ia diajak dan diantar untuk mengambil air bersih di dalam gua.
Dalam perjalanan menuju ke tempat air, La Mpesa sekali-kali berdialog, salah satunya menanyakan siapa nama orang tersebut. Pria itu menjawab dirinya adalah Lambuarea.
Dalam mimpi itu, Lamburaea mengatakan dirinya salah satu manusia yang hidup di dalam gua pada zaman dahulu kala. Mereka tinggal di dalam gua untuk menghindari ancaman binatang buas yang berkeliaran di darat.
Olehnya, La Mpesa memberi nama gua tersebut dengan Gua Lamburaea yang kini dikenal masyarakat sampai sekarang.
“Kisah ini dikutip dari Bapak La Hadia yang merupakan anak kandung La Mpesa,” kata Gamsir.
2. Pemandian Mini Motobano
Pemandian Mini Motobano berjarak kurang lebih 10 menit dari jalan poros. Pemandian ini dikelilingi pepohonan. Di permandian ini terdapat mata air sehingga airnya sangat jernih. Air di permandian ini mengalir hingga ke laut. Dahulunya air dari permandian ini jadi sumber air untuk masyarakat (PAM).
Kata Laode Ndipolo, dulu permandian ini sangat dalam. Namun kini tidak terlalu dalam lagi karena batu yang dibuang ke dalamnya. Di bagian bawah permandian ini juga terdapat danau yang tidak pernah kering.
Laode Ndipolo berharap pemerintah daerah bisa mengambil peran menjaga objek wisata ini.
“Misalnya di radius sekian dilakukan penghijauan kembali dan tidak bisa diganggu oleh masyarakat agar airnya tetap terlindungi,” kata Laode Ndipolo.
Pemerintah desa, kata dia, pernah mengusulkan penataan di pemandian ini, namun hingga saat ini belum ada realisasi.
3. Pemancingan Kamonu
Pemancingan ini terbentuk secara alami. Untuk mencapai pemancingan ini sekitar 50 meter berjalan kaki.
4. Benteng Lakakoda
Benteng Lakakoda merupakan benteng raja atau kepala kampung pertama, anak Raja Muna, Sugimanuru.
Laode Ndipolo mengaku salah satu kendala mengembangkan objek wisata di desanya adalah masalah anggaran.
“Dari sisi dana desa belum bisa dikembangkan karena dana desa diprioritaskan untuk kepentingan lain,” tutupnya. (*)
Kontributor: Ismu Samadhani
Editor: Muhammad Taslim Dalma