Nestapa Petani Konsel Kala Berhadapan dengan Perusahaan Tambang

1216
Nestapa Petani Konsel Kala Berhadapan dengan Perusahaan Tambang
DIGUSUR - Rifai warga Desa Kia Ea Kecamatan Palangga Kabupaten Konsel saat menyaksikan lahan jati yang ditanaminya Empat tahun lalu digusur eksafaktor perusahaan tambang milik Pt Jagad Raya Tama, Kamis (7/11/2019) (ERIK ARI PRABOWO/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, ANDOOLO– Rifai, seorang petani asal Desa Kia Ea, Kecamatan Palangga, Kabupaten Konawe Selatan, harus merelakan ratusan pohon jati digusur Exavator milik perusahaan tambang nikel PT Jagad Raya Tama.

Pohon jati yang ditanami Rifai sejak empat tahun lalu itu, kini rata dengan tanah pasca dilindas 4 Exavator milik perusahaan tambang itu.

Ia mengatakan, aktivitas penggusuran lahan jati miliknya telah dimulai sejak sekitar 2 minggu lalu. Saat awak zonasultra mendatangi lahan Rifai, di sekitar area penggalian terlihat masih ada ratusan pohon jati dengan ketinggian 2 meter tampak masih berdiri dan belum dirobohkan pihak perusahaan.

“Dulu saya tanam jatiku di sini, saya ingat ada 4 ribu bibit itu hari, sekarang lihat mi ini. Sisa ini saja, inipun masih mau diratakan,” kata Rifai sambil menunjukan tanaman jati miliknya, Kamis (7/11/2019).

Rifai menjelaskan, luas lahan jati miliknya itu sekitar 2 hektar lebih. Ia memprediksi pohon jati miliknya telah digusur kurang lebih 500 pohon. Saat itu, ia tak tahu jika tanaman jangka panjangnya itu telah digusur alat berat.

(Baca Juga : Konkep dalam Angka, Tambang dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi)

Rifai bercerita, sebelumnya pada tahun 2018 lalu, di lokasi yang berbeda dirinya juga pernah menolak ganti rugi tanaman saat PT Jagad Raya menggusur tanaman panganya. Seperti Padi, lombo, pohon sagu dan beberapa tanaman pangan lainya, persoalanya sama, pihak perusahaan hanya mau membayar Rp20.000

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

Rifai mengaku sudah bercocok tanam sejak puluhan tahun lalu di lokasi yang saat ini telah menjadi konsesi tambang tersebut. Ia melakoni profesi itu karena ingin melanjutkan kebiasaan leluluhurnya dulu. Meski begitu, Rifai mengakui tak memiliki bukti otentik atas lahan yang digarapnya itu.

“Di sana adanya kuburanya kami punya orang tua, itu pohon sagu, kelapa di sana. Kan mereka yang tanam dulu, itu ji bukti ta,” tuturnya.

Dulunya nenek moyang mereka mendiami lahan yang kini telah dikuasai oleh izin usaha produksi (IUP).

(Baca Juga : Alpen : Perempuan yang Paling Dirugikan dari Aktivitas Pertambangan)

Rifai menolak standar harga tanaman yang ditetapkan pihak perusahaan. Dia meminta agar perusahaan tersebut membayar tanamannya seharga Rp50 ribu, sementara perusahaan hanya mau mengganti seharga Rp20 ribu per pohonya.

Awak Zonasultra.Com coba menelusuri lahan yang ditanami Rifai yang berada di atas pegunungan, secara administratif lahan itu masuk Desa Watumelewe Kecamatan Palangga.

Alasan PT Jagad Raya Tama Menolak

Pihak manajemen PT Jagad Raya Tama tak mau memenuhi permintaan Rifai. Perusahaan menegaskan telah menganggarkan dana ganti rugi tanaman jati milik Rifai dengan satuan harga Rp20 ribu. Uang tersebut belum diberikan hingga hari ini karena belum adanya kesepakatan kedua belah pihak.

Nestapa Petani Konsel Kala Berhadapan dengan Perusahaan TambangPihak perusahaan beralasan telah memiliki izin yang sah, meski tanpa harus melakukan ganti rugi. Meski begitu, perusahaan tetap akan melakukan ganti rugi sesuai kebijakan perusahaan.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

Humas PT Jagad Raya Tama, Abdul Kadir menjelaskan, pihaknya memiliki IUP seluas 764 hektar. Sebelumnya pada tahun 2011 perusahaan itu telah membebaskan tanaman tumbuhan warga yang ada di atas lahan 764 hektar tersebut untuk menerbitkan IUP, juga pembebasan lahan milik yang diklaim warga, termasuk Rifai.

“Jadi sesuai peraturan daerah, dizaman bupati Konsel sebelumnya, Imran, tanaman produktif itu pembebasanya Rp100 ribu, yang non produktif Rp50 ribu, setelah selesai barulah kami peroleh IUP”ungkap Kadir saat diwawancarai, Jumat, (8/11/2019).

PT Jagad mulai melakukan penambangan pada tahun 2012, di tahun 2014 aktifitas dihentikan karena adanya perubahan kebijakan pemerintah pusat tentang pelarangan ekspor ore nikel secara langsung.

Kadir mengurai persoalan yang terjadi saat ini, menurutnya, selama proses penambangan berhenti sementara, warga sekitar kembali melakukan penanaman. Saat perusahaan kembali mulai melakukan penambangan di tahun 2018, pihak manajemen akhirnya memutuskan untuk mengganti seluruh jenis tanaman warga seharga Rp20 ribu per pohonya.

“Karena kami berpikir perusahaan tidak akan tenang kalau masyarakat menimbulkan riak, maka kami berinisiatif untuk kembali mengganti rugi sesuai standar harga yang ditetapkan oleh manajemen kami. Bukan lagi perda, makanya jika pak Rifai bertahan di angka Rp50 ribu kami tidak akan menyetujui,” tukasnya. (a/SF)

 


Kontributor: Erik Ari Prabowo
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini