ZONASULTRA.ID, KENDARI – Penerimaan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mengalami peningkatan hingga Rp144 triliun pada 2022 dibanding tahun 2014 yang hanya tercatat sebanyak Rp40,7 triliun.
Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ghufron Mukti mengatakan, peningkatan penerimaan iuran JKN tersebut selaras dengan melonjaknya kepesertaan JKN dari 133,4 juta jiwa pada 2014 menjadi 248,7 juta jiwa pada 2022.
“Artinya, saat ini lebih dari 90 persen penduduk Indonesia telah terjamin Program JKN,” ucap Ghufron dalam acara Diskusi Publik Outlook 2023 dengan tema 10 Tahun Program JKN melalui zoom meeting pada Senin (30/1/2023).
Kata Ghufron, khusus untuk peserta JKN dari segmen non Penerima Bantuan Iuran (PBI), yang mencakup Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja, pada 2014 berjumlah 38,2 juta jiwa. Tahun 2022, angka tersebut juga naik tajam menjadi 96,9 juta jiwa.
Dengan bertumbuhnya cakupan kepesertaan JKN, angka pemanfaatan pelayanan kesehatan pun turut meningkat. Dari 92,3 juta pemanfaatan pada tahun 2014, menjadi 502,8 juta pemanfaatan pada tahun 2022.
Di sisi lain, BPJS Kesehatan juga giat mengusung program promotif preventif, termasuk melalui skrining kesehatan. Langkah ini dilakukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari penyakit tertentu.
Tahun 2022, tercatat sebanyak 15,2 juta peserta JKN telah memanfaatkan layanan skrining BPJS Kesehatan mulai dari skrining riwayat kesehatan, skrining diabetes melitus, skrining kanker serviks, dan skrining payudara.
Ghufron membeberkan fakta bahwa bukan orang kaya yang paling banyak menggunakan BPJS Kesehatan. Justru, yang paling banyak memanfaatkan BPJS Kesehatan dengan biaya terbesar adalah kelompok PBI.
Tercatat jumlah kasus pemanfaatannya lebih dari 31 juta kasus dengan biaya lebih dari Rp27,5 triliun. Sementara, penyakit dengan biaya terbesar yang paling banyak dimanfaatkan oleh PBI adalah penyakit jantung, yaitu sebesar 4,2 juta kasus dengan biaya Rp3,2 triliun.
” BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program JKN sudah matang menjalankan tugas. Pelaksanaan JKN selama ini sudah on the right track, bahkan ada perbaikan
terus menerus yang nyata. Untuk menciptakan ekosistem JKN yang sehat, semua pihak harus mengoptimalkan kerja sama sesuai dengan peran, kewenangan, dan tanggung jawabnya masing-masing,” tambahnya.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan bahwa meski penyelenggaraan Program JKN saat ini sudah mengalami banyak perbaikan di berbagai aspek, tetap ada sejumlah hal yang perlu ditingkatkan. Mulai dari isu kepesertaan, mutu layanan kesehatan, efektivitas pembiayaan, hingga soal pembiayaan.
Sama halnya dengan Deputi Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP), Abetnego Tarigan yang mengungkapkan bahwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan program JKN ke depan, yaitu terkait peningkatan kualitas pelayanan, memastikan iuran terjangkau dan upaya mewujudkan UHC.
” Yang diperlukan masyarakat saat ini adalah standarisasi pelayanan kesehatan, bukan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Kemudian dengan naiknya tarif pelayanan kesehatan, maka fasilitas kesehatan wajib meningkatkan mutu pelayanannya,” tutupnya. (B)
Kontributor: Ismu Samadhani
Editor: Jumriati