Pengamat Nilai Kebijakan Menaikkan Harga BBM Keputusan yang Dilema

Pengamat Ekonomi dari Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Syamsir Nur
Syamsir Nur

ZONASULTRA.ID, KENDARI – Pengamat ekonomi Sulawesi Tenggara (Sultra) Syamsir Nur menilai, kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah keputusan yang dilematis.

Syamsir mengatakan, penentuan harga BBM di Indonesia mengacu pada dua aspek, yaitu ditentukan oleh harga minyak mentah dunia dan nilai tukar rupiah (kurs). Saat ini harga minyak dunia mengalami kenaikan akibat tendensi geopolitik yang terus mengalami dinamika di dunia.

“Karena mengalami fluktuasi, pemerintah melakukan penyesuaian terhadap perubahan harga ini. Katakanlah jika harga minyak mentah mengalami penurunan, kenapa pemerintah masih harus menekan harga BBM?,” ucapnya saat dihubungi pada Selasa (6/9/2022).

Ia melanjutkan, dalam hitung-hitungan pemerintah, ketika menyusun keuangan negara melalui kebijakan fiskal, pemerintah menggunakan asumsi berapa harga minyak dunia per barelnya sebagai alokasi belanja atau konsumsi subsidi. Di dalam hitungan pemerintah, 1 barel itu di harga 52 atau 60 dolar Amerika.

Kata Syamsir, saat ini harga per barel minyak mentah tersebut melebihi 60 dolar Amerika, sehingga dilakukan penyesuaian harga. Hal tersebutlah yang mengakibatkan adanya selisih harga jual pemerintah ke masyarakat dalam hal ini Pertamina dengan harga minyak mentah dunia yang mengalami pembengkakan.

Sehingga, mau tidak mau pemerintah harus melakukan penyesuaian harga. Selain itu, dengan situasi geopolitik yang tidak stabil mengakibatkan nilai tukar rupiah belum terlalu baik, sehingga berimplikasi pada kesehatan harga minyak atau BBM. Menurutnya, itulah yang menjadi akar permasalahan harga BBM Indonesia mengalami pembengkakan di luar hitungan pemerintah.

“Substansinya adalah pilihan pemerintah memang dilematis. Apakah melepas saja harga itu dalam arti tidak menaikkan BBM, tetapi menambah subsidi BBM atau menaikkan harga BBM seperti sekarang dengan cara mengalokasi sebagian subsidi tadi dipindahkan melalui subsidi individu. Kira-kira begitu,” tambah Syamsir

Lanjutnya, kenaikan BBM tentunya akan berdampak pada sektor-sektor ekonomi yang memiliki kaitan terhadap BBM. Sektor paling terdampak adalah transportasi dan logistik yang implikasinya akan mendorong penyesuaian harga keduanya.

Dampaknya adalah ketika harga naik maka daya beli atau konsumsi masyarakat akan mengalami penurunan. Selanjutnya, sektor usaha juga ikut terdampak, BBM yang digunakan sebagai bahan baku produksi penting di dalam menentukan pusaran atau volume yang dihasilkan usaha.

Dalam kondisi tersebut, pelaku usaha hanya bisa melakukan efisiensi produksi dengan dua cara, yaitu antara menaikkan harga jualnya atau mengurangi jumlah tenaga kerja. Jika harga jual dinaikkan maka harga di konsumen akhir juga mengalami peningkatan, namun jika mengurangi tenaga kerja maka dampaknya yaitu produksi berkurang dan terciptanya pengangguran.

“Juga ada kemungkinan ketika daya beli masyarakat mengalami peningkatan, kemampuan konsumsinya menurun maka implikasinya dalam jangka panjang adalah penambahan angka kemiskinan di daerah,” tuturnya. (B)

 


Kontributor: Ismu Samadhani
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini