ZONASULTRA.COM, RUMBIA – Sudah sebulan ini Bendungan Tampabulu yang terletak di dusun Marada, Desa Tampabulu, Kecamatan Poleang Utara, Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra) ramai dikunjungi warga. Keindahan yang disajikan tempat ini seolah mampu menghipnotis para pengunjung untuk datang berwisata.
Bendungan yang dibangun sejak tahun 1982 dan mulai beroperasi pada tahun 1984 ini awalnya nampak kumuh dan terkesan bernuansa mistik. Belum lagi adanya buaya yang membuat tempat itu semakin menyeramkan.
Kini, bendungan besar yang mampu mengairi puluhan ribu hektar sawah sekaligus sumber air bagi warga setempat ini telah menjadi tempat wisata bagi warga Bombana.
Bendungan ini berada sekitar 48 kilometer dari Rumbia, ibukota Kabupaten Bombana. Lokasinya bisa diakses melalui dua arah. Pengunjung bisa masuk lurus dari pertigaan jalan Toburi-Tampabulu menuju jalan poros Desa Teppoe Kecamatan Poleang Timur. Jika pengunjung dari arah Poleang, bisa melewati jarak tempuh 10 kilometer dari Desa Teppoe menuju bendungan ini.
Adalah Brigadir Kadek Oko Budiana, Bahbinkamtibmas Desa Tampabulu yang berinisiatif memoles bendungan ini menjadi tempat wisata. Ia bersama tiga orang lainnya yakni Kepala Desa Tampabulu Arifin dan warganya, Husain, serta perwakilan dari BWS IV Poleang bernama Ngatawi.
Mereka membangun tiga unit gazebo, beberapa buah kursi dan meja untuk bersantai atau membaca, dua lapak yang menyiapkan sajian kue-kue, minuman sarabba dan kripik. Untuk makanan dan minuman ini, mereka memberdayakan ibu-ibu di desa itu.
Beberapa sarana di tempat itu dicat dengan ragam warna, di tangga, di batang pohon, dan di pagar. Aneka jenis bunga menghiasi lokasi yang memiliki luas sekitar dua hektar itu. Di tempat ini terdapat saluran air jernih dan variatif berukuran lebar 2,5 meter dan kedalaman 50 sentimeter hingga 1,5 meter. Saluran itu menjadi sasaran utama kunjungan warga bersama anak-anaknya untuk mandi-mandi.
“Tempat ini harus kami jadikan sarana yang mengasikkan, mengedukasi dengan memberdayakan ibu-ibu di desa melalui jualan mereka. Kami juga akui tempat ini masih sangat minim sarana, hanya bermodalkan kemauan saja,” tutur Kadek pada zonasultra.id, Minggu (3/2/2019).
Dan hal paling penting yang diperhatikan, lanjut Kadek, adalah keamanan pengunjung serta tidak membuang sampah di sembarang tempat hingga mencemari pengairan persawahan di desa lain.
“Keamanannya sangat kami kedepankan, seperti adanya percobaan membawa miras, anak-anak sekolah yang datang pada saat jam belajar, kami suruh pulang. Ada juga anak-anak yang bermain di tangga menjadi perhatian kami, jangan sampai terjatuh dan tercebur di saluran, termasuk batas radius warga di tepi kali di belakang bendungan tepat di areal hutan lindung, karena ada buaya di situ,” terang Kadek.
Terkendala Anggaran
Kepala Desa Tampabulu Arifin mengatakan, saat ini pengunjung masih digratiskan untuk bisa masuk di lokasi bendungan ini. Pihaknya masih mengkaji regulasi berupa peraturan desa yang mengatur sistem retribusi.
Kades yang membawahi 3.000 jiwa di Desa Tampabulu ini punya rencana khusus untuk pengembangan potensi wisata yang satu ini. Pertama, ia telah memasukkan program peningkatan kearifan lokal itu dalam sistem inovasi desa. Target utamanya adalah menarik minat warga dan PAD yang bersumber dari penerikam retribusi bagi setiap pengunjung.
Kedua, ia merencanakan penambahan sarana berupa kolam pemancingan ikan seluas 3 hektar, tepat di belakang bendungan sekitar kawasan hutan lindung yang terbentang seluas 55 hektar di wilayah itu.
Ia juga merencanakan penambahan gazebo dan musala bagi warga, termasuk sarana belajar bagi para pelajar yang kerap berkunjung memadati bendungan ini.
Namun kendala saat ini, kata Arifin adalah anggaran. Pihaknya menginginkan adanya keterlibatan Dinas Pariwisata dan DPMD Bombana untuk meninjau langsung lokasi dan memberikan solusi terhadap pengembangan wisata bendungan tersebut.
“Niat kami sangat tulus untuk pengembangan potensi wisata ini. Kami juga terinspirasi untuk terus mengembangkan ini karena padatnya pengunjung, utamanya di sepanjang hari Sabtu dan Minggu,” ujar Arifin.
Arifin menjelaskan, bendungan Tamoabulu dibangun sejak masa kepemimpinan Sugeng selaku Kepala Unit wilayah Poleang Utara pada tahun 1982. Konon, sejak masa pembangunannya sudah ada dua korban yang hilang karena mengabaikan peringatan dari pemerintah dan warga setempat. Sehingga, dirinya mengingatkan pengunjung agar berhati-hati, utamanya di ketinggian bangunan bendungan dan bahaya adanya buaya.
Arifin juga memuji semangat Brigadir Kadek yang menjadi salah satu inisiator wisata bendungan ini. Kata dia, Brigadir Kadek patut dijadikan contoh, utamanya di wilayah kepolisian.
“Banyak kontribusi yang ia sumbangkan untuk kami sebagai pemerintah dan warga Tampabulu. Mulai dari upaya membantu akses anak sekolah yang kesulitan, mempekerjakan para janda-janda di desa melalui usaha pertanian dan jualan, termasuk kearifan lokal ini, makanya kami sangat salut dengan polisi yang satu ini,” tutupnya. (a)
Kontributor: Muhammad Jamil
Editor: Jumriati