PT Antam Kemukakan Alasan Belum Bangun Smelter di Konut

PT Antam Kemukakan Alasan Belum Bangun Smelter di Konut
Hearing DPRD – PT Antam UPBN Sulawesi Tenggara (Sultra) menghadiri rapat dengar pendapat (hearing) di DPRD Sultra, Senin (24/6/2019). Pihak Antam menjelaskan alasan belum membangun smelter di Konawe Utara. (Muhamad Taslim Dalma/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, KENDARIPT Antam Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UPBN) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyampaikan alasan terkait belum bisa membangun smelter atau pabrik pemurnian nikel di Konawe Utara (Konut). Penyampaian itu ketika rapat dengar pendapat (hearing) dengan DPRD Sultra dan LSM Konsorsium Nasional Aktivis Agraria (Konasara) di DPRD Sultra, Senin (24/6/2019).

Eksternal Relation Manager PT ANTAM Tbk, UPBN Sultra Pamiluddin Abdullah, mengatakan memang sejak 2010 PT Antam sudah peletakan batu pertama untuk pembangunan smelter di Konut. Namun, karena ada permasalahan hukum maka investor asing dari India tidak jadi menanamkan modalnya untuk smelter PT Antam.

Antam memiliki izin usaha pertambangan (IUP) di Konut yakni di Blok Tapunopaka, Kecamatan Lasolo Kepulauan dengan luas sekitar 6 ribu hektar dan Blok Mandiodo Kecamatan Molawe sekitar 16 ribu hektar. Yang bermasalah adalah di Blok Mandiodo, IUP Antam tumpang tindih dengan 11 IUP perusahaan tambang lainnya.

“Di sana masih ada persoalan hukum yang belum selesai, Antam tentu tidak bisa berdiri sendiri karena butuh investor dan setiap investor tidak akan menanamkan investasinya kalau ada permasalahan hukum sehingga mereka mengundurkan diri,” ujar Pamiluddin.

Baca Juga : Ekspor Perdana, Antam Komitmen Berkontribusi untuk Masyarakat Konut

Memang kata dia, yang tumpang tindih di Mandiodo hanya seribu hektar dan masih ada 15 ribu hektar IUP Antam. Namun, hanya yang seribu hektar itu dipastikan potensi cadangan nikelnya tinggi, sedangkan di 15 ribu hektar sisanya ada yang tidak punya potensi cadangan nikel dan ada yang masih menjadi lahan masyarakat.

Menurut hitung-hitungan Antam dengan kondisi yang demikian maka tidak memungkinkan untuk dibangun smelter. Kata Pamiluddin, diharapkan ada langkah-langkah dari pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Penjelasan PT Antam tersebut menjawab tuntutan LSM Konasara yang menuntut agar PT Antam menunaikan janjinya membangun smelter. Dengan dibangunnya smelter diharapkan akan mengurangi pengangguran di Konut dan membuka banyak lapangan pekerjaan.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sultra yang hadir dalam hearing tersebut menyebut bahwa pihaknya telah menerbitkan surat penghentian aktivitas pertambangan pada akhir 2018 lalu terhadap perusahaan tambang yang IUP-nya tumpang tindih dengan Antam. Alasan penghentian itu karena tidak clean and clear (CnC), namun perusahaan itu tidak mau melepas wilayah IUP-nya.

Kepala Bidang (Kabid) Minerba Dinas ESDM Sultra Yusmin mengatakan dengan adanya surat penghentian tersebut bila perusahaan masih beroperasi maka dapat dikatakan ilegal. Namun, untuk penindakan perusahaan yang demikian, Dinas ESDM dibatasi kewenangan sebab sudah menjadi ranah pihak penegak hukum.

“Sekarang adalah bagaimana mencari win-win solution (solusi terbaik), dari 16 ribu hektar IUP PT Antam, hanya seribu yang tumpang tindih, jadi bukan alasan bagi Antam untuk tidak membangun smelter,” ujar Yusmin dalam hearing tersebut.

Untuk diketahui, 11 IUP perusahaan swasta yang berada di atas PT Antam, di antaranya PT Wanagon Anoa Indonesi, PT Hapar Indotec, PT Sangia Perkasa Raya, PT Mugni Energi Bumi, PT Rezki Cahaya Makmur, PT Sriwijaya, PT James Armando Pundimas, PT Apri Raya, PT Karya Murni Sejati (KMS) 27, dan CV Anakia.

Ada putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 225 yang memerintahkan pencabutan SK Bupati Konut terdahulu yang mencabut IUP PT Antam di lahan yang kini ada 11 IUP lain. Namun problemnya, MA tidak memerintahkan pencabutan 11 IUP yang tumpang tindih dengan Antam.

 


Reporter: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini