ZONASULTRA.COM, KENDARI – PT Panca Logam Group yang beroperasi di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra) diduga menyalahi aturan undang-undang ketenagakerjaan. Pasalnya, perusahaan penambang emas itu menggaji karyawannya di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP). Parahnya juga, para karyawan tidak mendapatkan jaminan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan.
Filsinus La Dika, salah seorang mantan karyawan PT Panca Logam yang sudah bekerja selama lima tahun di perusahaan itu mengaku digaji di bawah UMP. Kata dia, sejak bekerja di PT Panca Logam sejak tahun 2013 lalu, dia hanya diberi gaji sebesar Rp1,2 juta ditambah tunjangan Rp500 ribu.
“Pertama masuk, gaji Rp1,2 juta. Lalu tahun 2015 saya melakukan protes terkait persoalan gaji. Setelah protes itu, gaji saya dinaikkan oleh pihak perusahaan menjadi Rp1.452.000 dengan tunjangan Rp600 ribu, tambah premi Rp250 ribu,” kata Dika di salah satu warung kopi di Kendari, Kamis (10/1/2019).
Tak tahan dengan kebijakan itu, ia langsung mengundurkan diri dari PT PLM. Sebab selama bekerja ia selalu digaji di bawah UMP.
Berita Terkait : PT Panca Logam Didesak Tinggalkan Areal Pertambangan
“Saya mengundurkan diri, karena saya sudah lama bekerja gaji begitu-begitu saja, padahal teman-teman saya yang bekerja di perusahaan lain gaji mereka sesuai UMP. Bayangkan tahun 2018 gaji saya hanya Rp1.452.000, sementara UMP Sultra tahun 2018 sebesar Rp2.177.052. Itu kan tidak rasional sekali, padahal saya selalu mempertanyakan hal itu ke pihak perusahaan, tapi mereka hanya memberikan janji untuk menaikan gaji karyawan sesuai UMP,” ungkapnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ashadi Syamsuddin yang juga mantan karyawan PT Panca Logam. Selama bekerja sebagai driver di perusahaan itu, dirinya hanya mendapat gaji dibawah UMP. Dan hampir semua karyawan diperlakukan seperti itu.
“Saya kerja tiga tahun di sana (PT Panca Logam), digaji hanya sebesar Rp1.452.000,” kata Ashadi.
Pernyataan Dika dan Ashadi itu dibantah Human Resources Department (HRD) PT Panca Logam, Jamaluddin.
“Kami menggaji karyawan sesuai UMP. 2018 sampai saat ini masih terpenuhi,” kata Jamaluddin saat dihubungi awak zonasultra.id, Kamis (10/1/2019).
Tapi saat ditanya terkait dengan persoalan BPJS Ketenagakerjaan, ia langsung mengalihkan pembicaraan sembari beralasan bahwa ada tamu yang ia terima.
“Nanti sebentar ya, ada tamu yang saya layani. Tapi terkait masalah upah kita tidak bisa bicara seperti ini,” ujarnya sembari mengakhiri pembicaraan.
Terpisah, praktisi hukum Sulawesi Tenggara (Sultra) Yahyanto mengatakan, perusahaan semestinya menggaji karyawan seusai UMP.
“Pemerintah memasukkan data standar UMP berdasarkan kebutuhan di daerah tersebut, maka semestinya perusahaan harus menggaji karyawan sesuai UMP. Jadi kalau UMP Rp2,1 juta, seharusnya perusahaan menerapkan seperti itu juga,” ungkapnya kepada zonasultra.id.
Dekan Hukum Universitas Sembilanbelas November (USN) ini menjelaskan kewajiban perusahaan mengganji karyawan sesuai UMP telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 90 ayat 1.
Jika hal itu diabaikan, maka sama halnya pihak perusahaan melakukan tindakan kejahatan dan bisa dipidana, seperti tertuang dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 185 ayat 1, yang menyebutkan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 90 ayat 1 dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun, dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta.
“Artinya, kalau memang perusahaan tidak bisa menggaji seperti itu, maka ada penyelesaian tripartit antara perusahaan, buruh dan pemerintah. Perusahaan itu melakukan mediasi yang diselenggarakan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans). Dari mediasi itu dibuat kesepakatan penyelesaian tentang UMP,” tuturnya. (A)