Revisi UU Lemahkan KPK, Ramai-ramai Akademisi dan CSO di Kendari Tolak RUU

261
Revisi UU Lemahkan KPK, Ramai-ramai Akademisi dan CSO di Kendari Tolak RUU
RUU KPK - Akademisi Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK) bersama organisasi masyarakat sipil menyerukan penolakan terhadap RUU KPK. Seruan ini dikemas dalam bentuk diskusi yang digelar di UMK Rabu (11/9/2019) di Kendari. (Ilham Surahmin/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM,KENDARI– Dukungan penolakan terhadap revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari DPR terus berdatangan. Rabu (11/9/2019) siang tadi, sejumlah akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK) dan organisasi masyarakat sipil (CSO) antara lain Pusat Studi Advokasi dan Hak Asasi Manusia (PuspaHAM) dan Aliansi Perempuan (Alpen) Sultra juga menyuarakan penolakan revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jika revisi harus dilakukan sejatinya itu harus menguatkan posisi KPK sebagai lembaga independen pemberantasan korupsi bukan sebaliknya melemahkan dan melumpuhkan KPK. Mereka pun meminta Presiden Joko Widodo menolak tegas upaya pelemahan ini.

Dosen Fakultas Hukum UMK Hariman Satria mengungkapkan, poin-poin revisi UU KPK justru mendegradasi lembaga anti rasuah itu. Dia pun menilai sikap DPR yang berusaha merevisi UU KPK patut dipertanyakan. Padahal dengan adanya KPK sebagai lembaga independen sejumlah kasus korupsi besar bisa terungkap. Sejak efektif bekerja pada 2003 hingga Juni 2019 KPK telah menangani 1.064 perkara dengan tersangka dalam berbagai wujud sebut saja anggota DPR, kepala daerah, kepala lembaga, pebisnis, advokat, jaksa, hakim dan lainya.

Hariman menyampaikan paling tidak ada tujuh pasal krusial yang dapat melemahkan posisi KPK. Pertama pasal 1 butir 7 dan pasal 24 ayat 2 dan ayat 3. Ketentuan ini secara eksplisit menempatkan KPK tidak lebih dari sekedar ASN pada umumnya. Kondisi ini katanya akan menyulitkan independensi pegawai KPK dalam menangani korupsi sebab mulai dari promosi hingga mutasi semua ditentukan oleh kementerian atau lembaga.

“Pegawai KPK tidak lagi independen dan status pegawai tetap akan berubah. Hal ini akan menyebabkan wadah pegawai KPK akan digantikan oleh Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) karena statusnya pegawainya berubah jadi Aparat Sipil Negara (ASN), sehingga tidak aka ada lembaga yang mewakili kepentingan pegawai KPK.

Kemudian, adanya poin menyebutkan mengenai dewan pengawas yang dipilih dan dibentuk DPR atas usul presiden. Penyadapan dan penggeledahan serta penyitaan harus seizin dewan pengawas kepada. Cara ini, kata Hariman sama saja menggembosi KPK dari dalam sebab tugas-tugas penyelidik dan penyidik ditentukan oleh dewan pengawas. Padahal hakikatnya dewan pengawas adalah produk partai politik perpanjangan tangan DPR dan presiden di KPK.

(Baca Juga : Ratusan Mahasiswa di Kendari Dukung Revisi Undang-undang KPK)

Penyelidik hanya boleh dari pihak kepolisian, poin ini akan menyebabkan penyelidik menjadi tidak independen. Karena selama ini KPK merekrut pegawai sebagai penyelidik dari berbagai latar belakang secara independen. Bukan hanya itu, penyidik independen juga akan terhapuskan karena revisi ini mengharuskan penyidik hanya berasal dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kepolisian dan Kejaksaan.

Padahal adanya penyidik independen sejalan dengan tujuan hadirnya KPK mendorong dan membenahi institusi lain lebih optimal sehingga dibutuhkan penyidik yang tidak berkepentingan dan jauh dari kepentingan.

Organisasi masyarakat sipil terdiri dari PuspaHAM dan Alpen Sultra menyerukan penolakan terhadap RUU KPK yang diusulkan oleh DPR.
Organisasi masyarakat sipil terdiri dari PuspaHAM dan Alpen Sultra menyerukan penolakan terhadap RUU KPK yang diusulkan oleh DPR.

“Dari beberapa poin penting ini, secara tidak langsung memberikan dampak terhadap kewenangan KPK selama ini, dan kami tidak setuju dengan keinginan revisi ini oleh DPR RI,” katanya dalam diskusi menolak revisi UU KPK di UMK, Rabu (11/9/2019) yang dihadiri mahasiswa, jurnalis, dan CSO.

Dalam melakukan tuntutan, KPK juga harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung). Belum lagi, KPK kewenangannya dibatasi dalam hal menangani kasus yang meresahkan publik dan membatasi kerugian negara dari kasus itu sebatas Rp1 miliar. Artinya, penanganan kasus suap akan sulit ditangani KPK.

Poin terakhir dari revisi UU KPK ini adalah diberikannya kewenangan menghentikan penyidikan dan penuntutan.

Hal ini akan mengakibatkan, KPK yang selama ini melakukan penyidikan dan penuntutan selalu berdasarkan prinsip kehati-hatian sehingga tidak adanya penghentian penyidikan penuntutan kasus di tengah jalan.

Kasus yang belum tertangani dalam jangka waktu satu tahun pun berpotensi dihentikan. Ini akan menimbulkan lahirnya intervensi kasus menjadi rawan.

“Saya mau tekankan fokus DPR mau menjadikan KPK sebagai lembaga pencegah korupsi bukan lagi sebagai pemberantas korupsi, nah kalau sudah begini DPR tak perlu repot cukup tugas ini diberikan saja pada para ulama, apotek dan yang sejenisnya karena kan tugasnya hanya mencegah,” jelas Hariman.

Senada dengan Hariman, Kisran Makati Direktur PuspaHAM Sultra mengatakan aksi DPR merevisi UU KPK sebagai bentuk mengamputasi KPK. Pelemahan ini katanya sudah kali ke empat sejak KPK berdiri pada 2002 lalu.

Menurut Kisran keberadaan KPK tidak perlu ada jika saja pemberantasan korupsi yang sedianya dilakukan oleh para penegak hukum sudah baik dan benar, namun kenyataan yang ditemui jauh api dari panggang. Pungli marak terjadi dan oknum penegak hukum membackup korporasi, dan masih banyak lagi kasus lainya yang menunjukan penegak hukum tidak memiliki komitmen kuat untuk memberantas korupsi dan memberangus pelakunya.

Menurut Kisran pelemahan terhadap tugas dan fungsi KPK terindikasi dilakukan melalui dua jalan pertama saat proses seleksi capim KPK beberapa waktu lalu. Hal itu terlihat dengan lolosnya nama capim terindikasi memiliki catatan merah serta capim yang mempunyai visi melemahkan KPK.

“Dan yang kedua adalah RUU KPK yang menjadi inisiatif anggota DPR diakhir masa jabatan mereka terhitung beberapa hari saja. Keberadaan KPK ini merupakan energi besar bagi pemberantasan korupsi sehingga upaya pelemahan ini harus kita lawan. (A)

 


Reporter: Ilham Surahmin
Editor Tahir Ose

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini