ZONASULTRA.COM, RAHA – Pulau Muna yang terletak di jazirah ujung pulau Sulawesi bagian Tenggara, Sulawesi Tenggara (Sultra) menyimpan sejumlah destinasi wisata eksotis.
Keindahan alamnya selalu membuat rindu masyarakatnya yang gemar di negeri rantau. Menawarkan keelokan deretan pulau-pulau kecil yang hakiki tak kalah indahnya dengan Raja Ampat, itu dimiliki pantai Meleura dan Napabale di kecamatan Lohia.
Mengantongi destinasi wisata lengkap. Lihat saja keeksotisan baharinya, membius mata para penggila wisata di nusantara yang doyan relaksasi dengan birunya laut, bentangan pasir putih selalu buat betah, keindahan itu di kantongi pantai Towea yang berada dibagian Utara pulau Muna.
Apalagi wisata sejarah yang dunia pun seakan tunduk dengan keberadaannya. Mulai dari situs kerajaan hingga zaman prasejarah terpampang abadi di gua Liangkobori.
Lalu bongkahan surga juga terdapat pada wisata puncaknya, dengan karst pegunungan kapur menjulang, berjejer layaknya pioneer catur itu juga ada di puncak Lakude, desa Masalili.
Namun berkunjung di Muna, kurang lengkap rasanya jika tak menjelajahi beberapa tempat wisata yang berada di jantung Kota Raha.
Sederet tempat hangout menawarkan keindahan laut juga tak kalah asyiknya, atau tertarik dengan arsitektur bangunan rumah adat yang terbuat dari kayu Jati alam hingga menyaksikan pesona keindahan masjid kuning Al Munajat yang jadi ikon wisata ditengah kota Raha.
Barugano Wuna Rumah Adat Dengan Pengunjung Hingga Mancanegara
Sejak dibangun awal 2017 lalu, rumah adat masyarakat Muna yang di namai dengan Barugano Wuna menjadi tempat wisata yang kini selalu disesaki pengunjung tiap harinya.
Arsitekturnya menunjukkan jati diri masyarakat Muna. Rumah adat ini merupakan museum berbagai koleksi tentang budaya kearifan lokal hingga sejarah kerajaan Muna.
Pemandu wisata sekaligus penjaga museum rumah adat Bharugano Wuna, Ramadan menjelaskan sebutan Bharugano Wuna diambil dari bahasa Muna kuno yang artinya diri manusia. Bharugano Wuna merupakan bangunan yang berbahan dasar kayu jati dengan kualitas terbaik yang berasal dari kekayaan alam hutan setempat.
Proses pembuatan rumah khas ini memakan waktu yang cukup lama, dimana bangunannya dibuat tanpa menggunakan paku.
“Konsepnya dibuat menyerupai masa kerajaan. Memiliki beberapa ruangan diantaranya ruang rapat, kamar raja, kamar permaisuri, kamar putri raja dan penyimpanan benda-benda peninggalan masa kerajaan,” terang Ramadan, Senin (29/7/2019).
Kata Ramadan, diresmikan sejak Desember 2018 lalu, saat ini jumlah pengunjung sudah mencapai puluhan ribu bahkan dari berbagai mancanegara.
“Sudah ada peneliti dari luar negeri yang berkunjung seperti Amerika, Belanda untuk mempelajari sejarah Muna,” urainya.
Berselfie Ria di Tugu Pesawat Tempur Canggih Hawk MK-53
Pesawat tempur canggih Hawk MK-53 milik TNI AU yang berhome base di Skadron Udara 15 Lanud Iswahyudi Madiun itu, kini menjadi salah satu lokasi favorit masyarakat kota Raha untuk melepas penat.
Tugu yang dibangun tahun 2017 lalu tersebut, selalu menjadi wisata berswafoto yang selalu ramai dikunjungi pada sore hari.
Penyuguhkan pemandagan laut dan keindahan kota Raha. Lokasinya dipesisir pantai dan berada dikompleks pedagang kaki lima (PKL), wisata unik ini setiap harinya tak pernah sepi pengunjung.
“Setiap lewat pasti anak-anak minta singgah hanya untuk selfie. Lokasinya menarik dipinggir pantai dan mudah dijangkau,” cetus Nur, salah satu pengunjung.
Namun dia berharap keberadaan tugu pesawat itu bisa terus dijaga dan dirawat. “Saya lihat banyak coretan dibadan pesawat. Itu kan sayang, karena merusak keindahan. Harusnya dijaga,” pintanya.
Selain itu, ia juga berharap pemerintah setempat bisa kembali mempercantik wisata alutista itu, agar lebih menarik. “Kurang menarik. Kalau perlu dibuatkan taman bunga disekitarnya. Pasti cantik,” cetusnya.
Masjid Al Munajat Ikon Wisata Kota Raha
Masjid Al-Munajat merupakan masjid terbesar di pulau Muna. Ruangannya bisa menampung ribuan jamaah. Selain sebagai tempat ibadah, di sekitar masjid kini dijadikan sebagai tempat wisata dan tongkrongan keluarga warga kota Raha.
Lokasinya yang berada di pesisir pantai, masjid ini kini menjadi ikon wisata di tengah Kota Raha. Desain yang artistik dengan warna kuning mencolok, masjid yang dibangun era Bupati Ridwan Bae ini juga dijuluki masjid kuning.
Posisinya yang sangat dekat dari pelabuhan utama, selalu membius setiap penumpang yang melintas atau bahkan mereka yang berkunjung ke pulau Muna.
Hampir dikelilingi laut, di sekitar masjid juga dijadikan sebagai spot mancing dengan ikan ikan karang yang menggugah selera makan.
Sementara itu, di bagian depan masjid berjejer pohon kelapa yang melengkapi keindahan sekitar. Apalagi deretan pepohonan yang membentuk terowongan jalan, terlihat asri menambah udara sejuk.
Nuansa tenang ketika menjemput fajar dibalut dengan angin sepoi yang membuat pengunjung tak ingin beranjak. Apalagi jelang kembali matahari keufuk Barat. Pesona senja beradu warna keemasan kubah masjid menjadi spot luar biasa untuk diabadikan.
“Banyak spot menarik disini. Apalagi waktu terbit atau terbenam matahari. Suasananya sangat indah, dibalur dengan kerlipan lampu kubah masjid,” ucap Rudi yang juga seorang fotografer.
Pengunjung pun selalu ramai. Pagi apalagi di sore hari, banyak pengunjung selalu menikmati kesegaran air laut. Bahkan kadang mereka melakukan relaksasi dilaut.
Tumpah ruah pengunjung tak pernah sepi. Ada yang berolahraga, hangout sambil menikmati sejuknya udara pantai hingga menikmati jajanan setiap hari tak pernah bosan.
Program Mai Te Wuna yang dicanangkan oleh pemerintah setempat kini menggema seantero nusantara. Namun serpihan surga yang ada di bumi sowite masih membutuhkan polesan untuk diperindah lagi, agar Muna menjadi destinasi pilihan wisata di Sultra. (*)
Kontributor : Nasrudin
Editor : Abdul Saban