ZONASULTRA.COM, KENDARI – Pemerintah Indonesia harus memberikan respon yang cepat atas tidak stabilnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat. Pergeseran nilai tukar ini sangat mempengaruhi biaya produksi dalam negeri, terutama usaha yang dipengaruhi dengan komponen produk impor.
Para petani tambak di Indonesia, khususnya di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) turut merasakan dampak tidak stabilnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar. Biaya produksi petani tambak udang kualitas ekspor mengalami kenaikan, sedangkan penjualan ke luar negeri tetap stabil.
(Baca Juga : Petambak Udang Bombana Butuh Investor)
“Harga pakan tiba-tiba mengalami kenaikan, saat nilai tukar naik dari kisaran Rp14.700 per dollar AS, naik menjadi Rp15.000 lebih per dollar AS. Harga pakan udang langsung naik, biaya pengiriman juga naik. Ini artinya biaya produksi langsung naik,” kata Supriansyah Yusuf, eksportir udang yang berkantor di Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Kendari.
Diungkapkan, harga pakan udang dan biaya pengiriman naik Rp 40 juta per kontainer. Jika dalam satu bulan, jumlah pakan udang yang diimport sampai 10 kontainer untuk melayani petani tambak udang di Sultra, maka terjadi kenaikan sampai Rp 400 juta.
“Kasihan petani tambak udang kita. Belum lagi biaya produksi lainnya, seperti peralatan tambak juga mengalami kenaikan. Pokoknya berat biaya produksi yang harus ditanggung petani,” jelas Anca, panggilan akrab pengusaha udang asal Kabupaten Bombana ini.
Supaya masalah ini tidak berlarut-larut, Supriansyah menyarankan pemerintah daerah ikut memikirkan keberlangsungan usaha petani tambak udang di seluruh wilayah Sultra. “Harus ada peran yang dimainkan Pemda, dalam mengantisipasi kenaikan biaya produksi petani tambak. Jangan dibiarkan, supaya usaha petani tambak udang tetap berjalan normal,” harapnya. (*)