ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) DPD RI Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan agenda pembuktian, Senin (29/7/2019). Dalam persidangan, hakim sempat menegur keras Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Baubau.
Hakim MK memeriksa saksi yang dihadirkan pemohon calon DPD RI, Fatmayani Harli Tombili bernama Agus Tombili. Agus memberikan keterangan terkait adanya rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bawaslu terikait Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 02 dan 03 Bataraguru, namun tidak dilaksanakan oleh KPU Baubau.
Tak berlama-lama, memeriksa Agus, hakim Suhartoyo kemudian memeriksa saksi Ketua KPU Baubau Edi Sabara melalui video confrence. Edi menerangkan bahwa rekapitulasi TPS 2 dan 3 Bataraguru sempat dipending lantaran adanya ketidaksinkronan antara jumlah pemilih dan jumlah surat suara yang digunakan. Sementara terkait rekomendasi PSU Bawaslu, Edi menyatakan bahwa rekomendasi tersebut tidak memenuhi syarat formil.
Baca Juga : Sengketa Pemilihan DPD Dapil Sultra, Ini Penjelasan Pihak KPU
Penjelasan ketua KPU Baubau itu membuat kesal hakim Suhartoyo, sebab persoalan PSU seharusnya bisa diselesaikan di tingkat daerah sebelum berlanjut di Mahkamah. Bawaslu Kota Baubau bertahan dengan rekomendasi PSU dua TPS Bataraguru, sedangkan KPU kekeh dengan haknya untuk menolak rekomendasi Bawaslu.
“Akhirnya menjadi preseden tidak baik ini. Ada persoalan yang terpendam meskipun pada akhirnya KPU bisa menyelesaikan pleno Provinsi, Bawaslu juga masih bertahan dengan pikirannya yang masih mengganjal itu, tapi kan persoalan yang medasar tidak terangkat itu,” ujar Suhartoyo saat memandu pemeriksaan saksi di Gedung MK, Senin (29/7/2019).
Ia menegaskan bahwa persoalan ini bisa diselesaikan. Bahkan kata hakim, untuk melakukan PSU di beberapa TPS bukanlah hal yang sulit. Sementara terkait ketidakhadiran KPPS yang berhalangan, mestinya KPU mempunyai diskresi untuk mengatasi persoalan secara transparan.
“Ini kan mempersulit MK. Kalau di tingkat bawah tidak menyelesaikan secara tuntas, masih ada yang mentah, kemudian dibuang ke Mahkamah,” imbuh Suhartoyo.
Pihaknya menegaskan, bahwa jika semua penyelenggara melaksanakan tugas dan menyelesaikan persoalan, namun muncul persoalan puas dan tidak puas yang dibawa ke MK, MK mempunyai pandangan dan dasar untuk memberikan penilaian. (b)