ZONASULTRA.COM, KENDARI – Penampakan Bandara Haluoleo Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dari waktu ke waktu semakin menarik. Bandara yang dulunya dinamai Wolter Monginsidi ini terus melakukan pembenahan.
Ini tidak terlepas dari tangan dingin Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Halu Oleo, Rudi Richardo. Dengan semangatnya membenahi wajah Sulawesi Tenggara melalui bandara.
Ibarat orkestra, Rudi menempatkan dirinya sebagai seorang dirigen. Mengarahkan semua pemain alat musik dengan kompetensinya masing-masing menghasilkan alunan musik yang merdu didengarkan.
Sumber daya manusia yang bekerja di Bandara Halu Oleo mempunyai kompetensi bagus, selayaknya pemain musik dalam orkestra. Namun, jika masing-masing memainkan alat musiknya sesuai dengan kesenangannya, maka tidak akan bagus didengar orang.
“Harus ada dirigen yang memberdayakan potensi sumber daya manusianya agar menjadi bagus sehingga menghasilkan sesuatu yang maksimal,” ujar Rudi ditemui di ruang kerjanya, baru-baru ini.
Ia pun melihat semua personel secara utuh, mengenal, menempatkan di tempat yang tepat kemudian melakukan komunikasi, dan memberikan apresiasi jika kerjanya bagus. Termasuk memberikan arahan jika pekerjaan yang dikerjakan masih kurang maksimal.
Rudi mengatakan, bekerja dengan hati, maka pasti hasilnya bagus. Juga, memberdayakan mitra yang ada, agar kerja menjadi lebih ringan.
“Kalau kerja pakai hati, hasilnya bisa baper. Jadi kerjalah dengan hati, bukan pakai hati,” candanya.
Sejak awal ia ingin membangun dengan cara bermitra, baik secara internal maupun dengan pihak luar (eksternal). Bagi Rudi, bermitra dengan internal manajemennya sederhana yaitu dengan manajemen kekeluargaan.
Semua hal dikomunikasikan dan dibicarakan agar diketahui apa yang salah. Saat melihat sesuatu di lapangan yang tidak sesuai, jangan buru-buru menyatakan itu salah. Tetapi mencari solusinya, prinsip-prinsip itulah yang ia laksanakan.
Kenangnya pada 2017 lalu, pihaknya harus melakukan penataan terminal di Bandara Halu Oleo. Menurutnya, hal itu bukan sesuatu yang mudah, karena ketika melakukan penataan terminal, operasional penerbangan dan pelayanan kepada penumpang pun tidak boleh berhenti.
Meskipun harus mengalami ketidaknyamanan saat pembangunan penataan, operator dan pengguna jasa mendukung. Sebab, semua menyadari bahwa dengan mengorbankan kenyamanannya, maka akan memperoleh hasil yang lebih baik ke depannya.
“Saya bersyukur kita sudah maksimal sehingga kita bisa punya terminal dengan luasan area dan kenyamanannya bertambah,” ujarnya.
Rudi mengajak stakeholder atau pihak luar untuk bermitra, mengingat banyaknya potensi di Sulawesi Tenggara yang bisa dikembangkan dan diperkenalkan melalui Bandara Halu Oleo.
Contohnya, layanan kargo yang dulu kondisinya tidak sesuai ketentuan sekarang pelaksanaannya sudah bagus bahkan pihaknya mendapatkan benefit dari keberadaan layanan kargo tersebut.
“Bermitra dengan Bea Cukai, Karantina, sehingga Sultra bisa mengekspor komoditi unggulan. Kalau ini kita jalankan terus, maka kita bisa maksimal,” ucap Rudi.
Meningkatkan Kualitas SDM
Pertama kali ditugaskan di Kota Kendari menjadi Kepala Bandara HO pada 2017 lalu, Rudi melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebelum penataan terminal.
Ia tidak hanya ingin mengajari dan memberikan informasi, pria berkacamata itu, menginginkan timnya melihat langsung sehingga saat diberikan informasi terkait regulasi, mereka akan paham apa yang harus dilakukan.
“Saya ingin teman-teman itu melihat karena kalau kita hanya memberikan informasi bisa jadi itu hanya dianggap sebagai persepsi,” tambahnya.
Personel yang ada di bandara, ketika itu, ia berikan tugas untuk mensurvei ke bandara yang dianggap bagus seperti Bali, Surabaya, dan Balikpapan untuk menjadi contoh, sebelum penataan terminal.
“Mereka melihat bagaimana seninya di sana, bagaimana melayani penumpang,” sambung Rudi.
Sehingga, hal-hal yang mereka lihat saat diberikan tugas dapat diimplementasikan di Bandara Halu Oleo. Dan tidak ada lagi pertahanan dari mereka untuk tidak melakukan, karena sudah melihat langsung di tempat lain yang memang bagus.
Selain itu, ketika ada pertemuan Dirjen Perhubungan Udara, personel-personel di Bandara Halu Oleo selalu ia ikutsertakan, bahkan sampai ke luar negeri. Namun, mereka harus presentasi, karena ilmu yang didapatkan harus diteruskan kepada personel lainnya di bandara.
Ia juga memberikan pelajaran bahasa Inggris kepada seluruh personel. Sebab, untuk memenuhi standard internasional, maka bahasanya harus dipahami dan dimengerti. Sehingga ia memandang perlu bagi para personel untuk melakukan pengembangan diri.
“Saya tidak ingin menciptakan sumber daya manusia yang kualitas grammarnya sangat bagus. Setidaknya mereka punya kepercayaan diri untuk berkomunikasi,” tambahnya.
Rudi menuturkan perubahan yang terjadi di Bandara Halu Oleo bukan hanya atas kerjanya sendiri, tetapi atas bantuan mereka yang mengerti dan mendukung penuh apa yang ia sampaikan.
“Jadi ini bukan hanya kerjanya kepala bandara, ini kerja tim semua personel di bandara,” lanjutnya.
Tak melulu hanya soal kerjaan di dunia penerbangan, ia juga merangkul timnya dalam kegiatan olahraga, nonton bareng, rekreasi, perlombaan untuk membangun keakraban satu sama lainnya.
“Saya membangun dengan konsep kekeluargaan, sehingga acaranya tidak hanya kerja, ada acara-acara keluarga. Artinya tidak hanya berteori, prakteknya harus dilaksanakan,” ucap Rudi.
Maksimalkan Potensi
Memaksimalkan potensi letak geografis Kendari atas wilayah timur Indonesia, untuk mengurangi kepadatan Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Untuk mengembangkan hal tersebut tentunya harus didukung dengan moda transportasi, khususnya udara.
Ia berupaya mengadakan peralatan keamanan dan kargo. Memperluas area penumpang. Membenahi toilet, area pemeriksaan, area wrapping. Memperluas area counter check-in. Layanan ATM Center, lounge, ruang bermain anak, live musik, tempat ibadah, dan customer service juga dibenahi agar lebih menarik.
“Area penumpang pun menjadi lebih nyaman dan alur kedatangan dan keberangkatan tertata dengan lebih baik,” ujarnya.
Lanjutnya, pihaknya menyediakan eskalator melalui pintu turun langsung dari garbarata. Kemudian penyediaan ruang promosi destinasi pariwisata dalam bentuk 3D. Hal ini semua dilakukan untuk kemajuan Bandara Halu Oleo.
Ia menyebutkan pihaknya melayani penerbangan dengan maskapai Garuda Indonesia, Batik Air, Citilink, Sriwijaya, Wings Air, Lion Air, untuk rute dari Kendari ke Baubau, Wakatobi, Morowali, Jakarta, Surabaya, dan Makassar.
Karir
pertama kali ditempatkan di Unit Hukum Ditjen Perhubungan Udara. Di mana ia menangani perjanjian, kerjasama, dan hal lainnya tentang hukum pada tahun 1994.
“Saya bersyukur karena itu memberikan saya pengetahuan untuk belajar banyak terkait prinsip dasar yang tertulis. Karena sering kali orang melaksanakan tugas karena melihat dan diberitahu. Tetapi kalau kita bacanya aturan kita tahu cara yang benar dalam mengerjakan seperti apa. Hal itu mendidik saya dan melakukan sesuatu sesuai aturan,” jelasnya.
Pada tahun 1998, ia dipromosikan di Sekretariat Jendral, sekitar 7 sampai 8 tahun menjabat Eselon IV. Kemudian, pada tahun 2007 ia ditarik lagi ke Perhubungan Udara menjadi Kepala Bagian Hukum Perhubungan Udara menangani cukup luas seperti pelaksanaan peraturan, advokasi, kerjasama luar negeri dan humas. Hampir selama lima tahun ia menjadi Kepala Bagian Hukum.
“Pada masa itu, kita membuat undang-undang penerbangan, memperbaiki undang-undang sebelumnya yaitu UU Nomor 15 tahun 1992 menjadi UU Nomor 1 Tahun 2009. Pada 2 Juni 2008 pembahasan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan. Paripurnanya 17 Desember 2008,” paparnya.
Pada tahun 2011, ia lalu diminta untuk menjadi Kasubdit di Direktorat Keamanan Penerbangan membawahi seluruh penyidik dan personel keamanan penerbangan se-Indonesia. Selanjutnya, pada tahun 2016, ia kembali dipercaya menjadi Kepala Bagian Hukum.
Kemudian, pada 24 Februari 2017, ia dilantik menjadi Kepala Bandara Halu Oleo. Tetapi, sebelum dilantik menjadi Kepala Bandara Halu Oleo banyak pendidikan terkait penerbangan yang pernah ia ikuti.
Sejak 2017, segala sesuatunya berubah, karena dulunya ia menjadi regulator, dengan kepercayaan yang diberikan sebagai Kepala Bandara berarti ia menjadi operator pelaksana di lapangan.
Menurutnya ini seni tersendiri karena praktek di lapangan tujuannya tidak boleh berubah, strateginya yang harus disiasati. Jadi, jangan pernah mengubah tujuan tetapi buat strategi agar tepat sasaran dan sesuai tujuannya.
Kerja-kerja nyata yang dilakukan oleh Rudi pun mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak seperti Anggota DPR RI Ridwan Bae, dan Haerul Saleh. Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengapresiasi Bandara Halu Oleo sudah mengalami banyak perubahan yang sangat baik.
Mereka pun mensupport Bandara Halu Oleo agar menjadi lebih baik lagi ke depan. Memperjuangkan Bandara Halu Oleo menjadi bandara transit untuk bagian wilayah timur Indonesia. Termasuk ke depan menjadikan Bandara Halu Oleo sebagai embarkasi haji.
Pendidikan dan Keluarga
Rudi Richardo menyelesaikan pendidikannya strata satu dan dua di bidang hukum. Ia juga pernah mengikuti pelatihan-pelatihan tentang ilmu hukum lainnya. Ia menyelesaikan pendidikan S-2 pada tahun 2000.
Ia banyak mengikuti diklat-diklat teknis penerbangan seperti Diklat Pengelolaan Manajerial Bandara, Mitigasi, Aviation Security baik di dalam dan luar negeri.
Pria yang pernah menjabat sebagai Penyidik PNS Kementerian Perhubungan ini memiliki dua orang anak. Sang istri pun bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Perhubungan Udara.
Dengan adanya teknologi seperti sekarang ini tidak terlalu menjadi masalah karena ada WhatsApp Video Call untuk terus berkomunikasi dengan keluarga. Bila ada tugas ke Jakarta ia akan menghabiskan waktu bersama keluarga.
Selama tiga tahun menjabat sebagai Kepala Bandara Halu Oleo, Rudi Richardo kini kembali dipercayakan untuk penugasan sebagai Kasubdit PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) Ditjen Perhubungan Udara yang pernah ia jabat lima tahun lalu. (*)
Kontributor : Sitti Nurmalasari
Editor : Jumriati