ZONASULTRA.COM, LASUSUA – Sejumlah masyarakat suku Bajo di Desa Lawata, Kecamatan Pakue Utara, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara (Sultra) mengikuti implementasi proyek perubahan budaya dan ada istiadat yang digelar oleh Pusat Pelatihan dan Pengembangan (Puslatbang) Kajian Manajemen Pemerintah (KMP) LAN Makassar.
Salah satu peserta Diklat Kepemimpinan (Diklatpim) II Masmur Lakahena mengatakan, saat ini pihaknya sedang mengikuti Pelatihan Kepemimpin Nasional (PKN) dalam rangka peningkatkan dan kemampuan sebagai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur pemerintah.
Sebagai tahapan seleksi, dirinya memilih dan menggali potensi suku Bajo di Kolut yang diberi judul “Bangkitlah Komunitas Adat Terpencil Suku Bajo Kolaka Utara (Bakat Bajoku).
Kata dia, berdasarkan hasil pengamatannya, ada beberapa wilayah pesisir di Kolut yang didiami suku Bajo, di antaranya Desa Sulaho dan Desa Pitulua Kecamatan Lasusua serta Desa Bahari Kecamatan Tolala. Namun terbanyak berada di Desa Lawata Kecamatan Pakue Utara sekitar 70 sampai 80 kepala keluarga.
“Salah satu implementasi program diklatpim yang saya ikuti harus adanya proyek perubahan. Kenapa saya pilih suku Bajo karena saya ingin menggali potensi yang ada mulai dari kelompok pemuda sampai tokoh-tokoh masyarakat yang mayoritas berprofesi nelayan tersebut,” kata Masmur kepada awak zonasultra.id, Rabu (1/9/2021).
Baca Juga :
Kisah Tiwang, Penyelam Ulung dari Suku Bajo
Dikatakan, adanya pola pikir bahwa suku Bajo selalu merasa terkucilkan, serta adat ataupun budayanya yang semakin hilang, pihaknya mulai menyusun solusi dan mengembangkan gagasan perubahan sesuai dengan hasil identifikasi kondisi dan permasalahan yang dihadapi masyarakat setempat.
Di mana sebenarnya mereka memiliki potensi luar biasa yang nantinya akan dituangkan dalam bentuk Rancangan Proyek Perubahan (RPP) tersebut.
“Kita tahu mereka bermukim di pesisir pantai nah kebanyakan profesi nelayan jadi potensi itu kita manfaatkan. Sebab selama ini sering terdengar ada nelayan menangkap ikan dengan cara racun atau bom selalunya orang Bajo jadi sasaran perusak terumbu karang dan ekosistem biota laut, padahal itu oknum,” ujarnya.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pemkab Kolut ini menambahkan, sejauh ini ada beberapa permasalahan yang dihadapi masyarakat tersebut, di antarannya masalah lingkungan karena masih ada warga yang belum memiliki jamban yang terkendala air bersih. Kemudian anak-anak remaja yang terbelakang dengan informasi dan melakukan penangkapan ikan yang tidak sesuai aturan.
“Untuk menggali kehidupan perlu pengamatan secara langsung, di mana ada empat perubahan yang saya buat dan semua sudah terlaksana seperti kita latih remaja untuk tarian, budayakan membaca, pembuatan sumur bor untuk kebutuhan air bersih dan terakhir pembuatan rumpon ikan di tengah laut sebagai media untuk menangkap ikan yang ramah lingkungan,” terangnya.
Setelah adanya proyek perubahan tersebut pihaknya akan melakukan evaluasi dengan harapan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
“Ini bagian dari edukasi untuk memberikan informasi arah yang lebih baik, jadi kita berharap masyarakat suku Bajo ini bisa menerima dan meningkatkan taraf kehidupannya ke depan,” ucapnya.
Sementara Kepala Desa (Kades) Lawata Arham mengatakan, pihaknya mengapresiasi dan mendukung penuh program tersebut. Sebab, hal itu sangat besar manfaatnya di masyarakat dan akan lebih sadar lagi terhadap lingkungan.
“Saya ucapakan terima kasih, Pak, masyarakat mulai sadar. Mereka sangat senang kesulitan air bersih teratasi, bantuan rumpon, dan bakat seni anak Bajo mulai dikembangkan,” ujarnya. (b)
Kontributor: Rusman Edogawa
Editor: Jumriati