ZONASULTRA.COM, WANGGUDU – Warga korban banjir Kecamatan Landawe dan Langkikima yang bermukim di Desa Polora Indah, Landawe Utama dan Tamba Kua menuding penyebab utama banjir bandang bercampur lumpur merah yang memporak-porandakan desa mereka akibat aktivitas penambangan biji nikel di wilayah itu.
Bahar, warga Polora Indah mengungkapkan, ia bersama keluarga sudah menempati desa itu sejak 20 tahun lalu. Namun baru kali ini banjir besar menerjang desanya. Tahun-tahun sebelumnya hujan tidak sampai membanjiri kawasan itu.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua BPBD di desa itu melanjutkan, air yang masuk di rumah 34 kepala keluarga sudah bercampur lumpur kental berwarna merah bekas galian tanah tambang. Air masuk melalui arus Sungai Landawe.
(Baca Juga : Ini Penyebab Banjir Dua Kecamatan di Konut)
“Penambangan sudah sejak 2011, sejak zamannya pak Aswad jadi bupati, tapi dulu belum ada pengerukan, kalau hujan tidak sampai banjir dan airnya masih jernih, tapi setelah adanya pegupasan langsung muncul ini banjir besar ditambah lumpur berwarna merah,” ungkap Bahar ditemui di tempat pengungsiannya dekat pinggir jalan Polora Indah, Jumat (25/5/2018).
Banjir disertai lumpur yang menghantam desanya menghancurkan 7 rumah warga. Sebanyak 22 balita harus bergelut dengan dinginnya malam. Mereka bahkan ada yang jatuh sakit.
Para balita ini bersama kedua orang tuanya tidur di tenda berukuran 5 kali 7 meter beralaskan papan tanpa kelambu, kasur dan alat penutup. Sementara sisanya tidur di masjid.
Unang, warga setempat yang juga menjadi korban banjir mengatakan, kehadiran perusahaan tambang di kawasan itu hanya memberikan kerugian besar terhadap masyarakat. Aktivitas pengerukan lahan gunung berada di sekitar hulu Sungai Landawe yang merupakan sungai terbesar bermuara di Kecamatan Andowia.
(Baca Juga : Banjir dan Longsor, Sejumlah Akses Jalan di Konut Lumpuh)
“Sungai Landawe dulu airnya jernih, sekarang merah, berlumpur dan keruh,” kata Unang.
Menghancurkan Lahan Pertanian
Banjir juga menerjang Desa Landawe Utama, Kecamatan Landawe. Luapan Sungai Amereo yang menghubungkan Sungai Landawe dengan cepat menenggelamkan rumah warga hingga membuat 279 jiwa mengungsi di kantor balai desa. Tak hanya itu, sekitar 100 hektar lebih lahan jagung milik warga siap panen ludes terbawa arus banjir.
“Rugi total kita, ratusan ton jagung habis disikat banjir padahal ini menjadi produk unggulan kami untuk bisa mendapatkan uang,” ungkap Sekretaris Desa Landawe Utama, Yunus.
Dia menambahkan, sejak kampung itu berdiri pada 2002 lalu, baru kali ini banjir dahsyat menghantam desanya. Ia menuding aktivitas penambangan sebagai dalang penyebab banjir.
Begitupun banjir di Desa Tambakua menyebabkan 300 jiwa harus mengungsi ke gunung. Sawah seluas 70 hektar juga ludes diterjang banjir.
(Baca Juga : Banjir di Konut Rendam 100 Hektar Sawah Milik 214 Petani)
“Baru ini banjir besar terjadi begini selama ada perusahaan tambang, air bersih di desa juga tercemar menjadi merah. Bahkan pipa air yang dari gunung banyak pecah,” beber Rusmin, warga desa setempat.
Tercatat ada beberapa perusahaan tambang yang beroperasi di sekitar wilayah tersebut, seperti PT KKU, PT BMS, PT Metamineral, PT Adi Kartiko Pratama, PT Bosowa, dan Tiran lndonesia.
Sampai hari ini warga mengaku belum ada bantuan dari perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah itu. Saat ini korban banjir membutuhkan pakaian dan bahan perlengkapan bayi. Bantuan baru diberikan oleh Pemda Konut dan para relawan. (B)