2 Desa Fiktif di Konawe Diduga Masih Terima Dana Desa

Kapolda Sultra Brigjen Pol Merdisyam
Brigjen Pol Merdisyam

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) Brigjen Pol Merdisyam membeberkan hasil penyelidikan yang dilakukan jajarannya, terkait desa fiktif di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Merdy membeberkan, awal dari penyelidikan kasus ini berdasarkan informasi dari masyarakat ke Kepolisian Resor (Polres) Konawe tentang adanya kucuran dana desa yang diduga tidak ada masyarakatnya di empat desa yaitu Desa Wiau, Napoha, Lerehoma dan Desa Arombo.

Menurut Merdy, secara kronologis, 2014 pemerintah Kabupaten Konawe menerbitkan peraturan daerah (Perda) nomor 1 tahun 2014 tentang pendefinitifan desa di Konawe, namun terkendala dengan surat Kemendagri nomor: 140/418/ tanggal 13 Januari 2012 perihal moratorium pemekaran desa dan kelurahan pemerintah daerah. Sehingga tidak diizinkan untuk melakukan pemekaran desa.

“Setelah 13 Januari, tidak akan lagi diterbitkan kode wilayah administrasi. Sehingga hal tersebut oleh pemerintah Kabupaten Konawe untuk mengurus kode wilayah desa membuat perda nomor 7 tahun 2011 dengan jumlah desa sebanyak 56,” kata Merdisyam dalam acara Sapa Indonesia malam di Kompas TV, Kamis (7/11/2019)

(Baca Juga : Soal Desa Fiktif, Pengamat: Tak Ada Desa Dibentuk dalam Sekejab)

Kapolda Sultra mengungkapkan, 56 desa ini masih dalam penyelidikan apakah prosesnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang. Dari 56 desa ini, pihaknya melakukan pengecekkan fisik terhadap 23 desa yang pada saat itu tidak terdaftar di Kementerian desa dan provinsi.

“Dari 23 desa tersebut memang ada 2 desa yang tidak ada warganya yaitu desa Wiau dan Desa Napoha. Ini masih dalam proses penyelidikan lanjut. Maksudnya ini kami sedang dalami karena dari 23 desa tersebut 21 desa ini memang ada desanya namun mungkin belum sesuai dengan undang-undang desa. Namun hal tersebut ada pembangunan,” tegasnya.

Merdisyam menjelaskan, bahwa terjadi perbedaan data antara Kementerian Desa dan PDTT itu kemungkinan karena faktor adiministrasi atau dari faktor lainnya. Tapi dari hasil penyelidikan polda sendiri ada 2 desa dari 23 desa.

(Baca Juga : Konawe, Penerima Dana Desa Terbesar Kedua di Sultra)

“Sementara kita juga meminta dari BPKP untuk diaudit menghitung kerugian keuangan negara. Sekarang ini kasus ini sudah kami naikkan dari tahap penyelidikkan ke penyidikkan. belum ada tersangka, belum kita tentukan karena kita masih menunggu audit BPKP terkait kerugian negara,” jelasnya.

Menurut Merdy, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) perkara tersebut diterbitkan 16 Juli 2019. Polisi juga sudah mengirim tembusan ke Kejaksaan, Bareskrim dan ke KPK. Hingga saat ini, kata dia, saat ini kita sudah memeriksa 57 saksi lebih banyak di kabupaten. Saksi ahli, hukum pidana maupun ahli administrasi negara.

“Kita nanti akan menentukan apakah itu melanggar atau tidak, ada kerugian keuangan negara atau tidak, atau proses sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang. Makanya kita akan bekerjasama dengan Kemendagri dan BPKP untuk audit invenstigasi ini,” tukasnya.

Ia menambahkan, dua desa itu tidak memiliki penduduk namun hasil penyelidikan pihaknya masih menerima dana desa.

(Baca Juga : KPK Selidiki Dalang Desa Fiktif Penyedot Duit Negara di Konawe)

Untuk diketahui desa Wiau berada di kecamatan Routa dan desa Napoha masuk dalam administrasi kecamatan Latoma.

Dalam acara itu hadir Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDTT) Taufik. Ia menguraikan ada 297 desa di Konawe itu melalui beberapa tahapan. Hasil pengkajian dan pencermatan dan sumber-sumber dari pendamping desa, lokal desa, tenaga ahli yang ada di kabupaten bahwa pertama tidak seluruhnya 297 desa.

“Ada perda nomor 2 tahun 2011 itu hanya mengatur 241 desa. Kemudian ada perda nomor 1 tahun 2014 mengatur 34 desa. Kemudian muncul lagi ada perda nomor 7 tahun 2011 mengatur 56 desa tambahan. Ternyata dari 56 desa melalui penetapan perda Kabupaten Konawe, hanya 3 saja, bukan fiktif tetapi telah berubah dan tidak diberikan anggaran pagunya sampai di kabupaten,” bebernya.

Menurut Taufik, anggaran dari APBN itu tidak dicairkan ke desa, karena desa itu telah berubah menjadi kelurahan. Lalu, desa itu double input karena sudah ada pemekaran kecamatan. Tiga desa itu ada warganya karena telah berubah menjadi kelurahan yaitu desa Ulu Meraka, Morehe dan Uepai.

“Tidak dikucurkan dananya sampai ke tingkat desa,” terangnya. (a)

 


Kontributor: Fadli Aksar
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini