ZONASULTRA.COM, KENDARI – Modal mestinya tidak menjadi kendala untuk mengembangkan bisnis. Kemauan, ketekunan, dan niat yang kuat menjadi modal utama bagi Fausia dalam mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) sektor makanan ringan. Hebatnya, beliau memulai bisnis dengan modal nihil, alias nyaris nol.
Perempuan asal Muna ini bercerita di awal merintis bisnisnya, ia hanya bermodalkan Rp20.000. Kala itu tahun 2006, uang tersebut dipakai untuk membeli satu tandan pisang, plastik dan minyak goreng, yang kemudian dibuat keripik pisang.
“Awal memulai bisnis ini tahun 2006. Modalnya Rp20.000, itu sudah banyak, karena dulu pisang harganya Rp3.500 satu tandan,” kata Fausia saat ditemui di kediamannya, di Desa Konda I, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Senin (27/8/2018).
Fausia mengungkapkan, ide membuat kripik pisang, karena pada saat itu di Desa Konda I banyak pisang. Ia berpikir bagaimana pisang tersebut dikembangkan agar bernilai ekonomi.
“Dulu di sini banyak pisang, kasihan mau diapakan. Mau dibikin pisang goreng, sudah bosan makan pisang goreng. Nah akhirnya terpikir untuk dibuat kripik pisang dan alhamdulillah masyarakat banyak yang suka,” ujarnya.
Berangkat dari situlah, ia kemudian memasarkan kripik pisangnya di wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan pasaran Rp800 per satu kemasan. Setelah usaha kripik pisangnya berkembang, ia mencoba membuat steak bawang. Tapi karena kerjanya berat, ia tidak melanjutkannya.
“Pernah buat steak bawang, tapi kerjanya luar biasa berat, saya tinggalkan lalu bikin kacang bawang, terus bikin keju mente,” ungkapnya.
Tahun 2013, Fausia mendirikan UD Sederhana serta merekrut 14 pekerja. Produk makanan ringan yang dihasilkan pun bertambah, yang tadinya hanya tiga produk, sekarang sudah delapan produk.
“Dulu hanya kripik pisang, kacang bawang dan keju mente, sekarang itu sudah bikin friki mente, ubi jalar, labu, keju kacang, dan kaktus mente,” tuturnya.
Aral terjal pun sering ia alami, Tetapi hal itu tidak membuatnya lantas putus asa. Kini, produk dari usaha yang dirintisnya sejak tahun 2006 itu sudah dipasarkan di seluruh wilayah Sultra. Bahkan, banyak orang China yang memesan produk makanan ringan buatannya untuk mereka pasarkan di daerah-daerah tambang seperti Kalimantan dan Sumatera.
“Produk saya ini bukan hanya dipasarkan di Sultra, bahkan ada marketing saya orang China. Mereka minta kemasannya dalam bahasa mandarin, makanya saya pernah tanyakan di Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Sultra, apakah itu tidak jadi masalah. Disperindag katakan tidak masalah yang penting mereka tidak menghilangkan identintas dari produk itu,” terang Fausia.
Dikatakan, produk makanan ringannya ini tidak memakai bahan pengawet ataupun pemanis, karena ia berpikir jika memakai bahan pengawet dapat merugikan konsumen.
Ia juga mengungkapkan, produk makanan ringan yang ia hasilkan bisa bertahan hingga satu tahun yang penting berada dalam suhu yang dingin.
#Keluhkan Tempat Kemasan
Fausia mengaku, omzet dari usaha makanan ringannya kini mencapai Rp50 juta per bulan. Walaupun memiliki omzet sampai pulahan juta, ternyata Fausia masih menyimpan sejumlah keluhan dalam hatinya yang ingin ia curhatkan kepada pemerintah.
Penantian Fausia untuk bisa menyampaikan keluhan hantinya kepada pemerintah akhirnya kesampaian. Senin (27/8/2018) kemarin, Direktur Jenderal (Dirjen) Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Gati Wibawaningsih didampingi Kepala Disperindag Sultra Sitti Saleha berkunjung ke tempat usahanya.
Dihadapan Dirjen Direktorat Jenderal IKM, Fausiah mengatakan, bahwa UKM itu tidak sulit, tidak perlu punya modal banyak. Hanya saja membutuhkan rumah kemasan agar produknya lebih higenis dan tampilannya menarik.
“Saya inginkan rumah kemasan di Sultra. Ini keluhan hati saya sejak lama. Kendala kami itu hanya kemasan. Kami berharap keluhan para UKM ini bisa ditanggapi oleh pemerintah,” pungkas Fausia.
Keluhan Fausia langsung ditanggapi oleh Gati Wibawaningsih. Menurutnya, bantuan rumah kemasan itu diahlikan ke dana alokasi khusus (DAK). Tapi untuk tahun ini dan 2019 lagi ditutup, mungkin tahun 2020 baru terealisasi.
“Keluhan plastik nanti di selesaikan oleh Kadisperindag. 2019 ibu akan usahakan dari APBD. Kami hanya bisa fasilitasi pelatihannya untuk pengelolah rumah kemasannya. Nanti 2020 baru kami lengkapi,” ujar Gati.
Dirjen Direktorat Jenderal IKM juga memuji produk makanan ringan yang dihasilkan UD Sederhana. Menurutnya produk makanan ringan ini potensinya bagus sekali, karena memakai pupuk organik.
“Makanan seperti ini bagus sekali. Jadi rasanya juga tidak pakai pengawet, kemudian pupuknya pupuk organik. Kalau dibawa ke Jakarta itu pasti peminatnya banyak sekali,” tuturnya. (A)
Reporter : Ramadhan Hafid
Editor : Abdul Saban