ZONASULTRA.COM, RUMBIA – Kepala Puskesmas (Kapus) Kabaena Timur, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra) Toni Budianto dituding melakukan tindak pidana penggelapan dana aspek pelayanan kesehatan masyarakat. Hal ini diketahui dalam proses hearing di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat, Senin (3/9/2018).
Ia dilaporkan oleh beberapa orang perawat dan dokter di Puskesmas itu karena dinilai tidak transparan dalam mengeluarkan kebijakan. Walau sudah disiapkan Mini Lokakarya (Minlok) sebagai sarana ruang kesepakatan, namun Kapus tersebut malah mengabaikannya.
Berdasarkan pernyataan sikap yang diandatangani 30 tenaga kesehatan di Puskesmas tersebut, ada beberapa pernyataan penting yang merupakan laporan dan permintaan mereka.
Pertama, terkait kebijakan yang dikeluarkan Toni sebagai Kapus, kerap bertentangan dengan amanah. Kedua, terkait pinjaman 40 persen dari BPJS yang semestinya dibayarkan hak tenaga medis, dana tersebut digunakan untuk persiapan akreditasi Puskesmas.
Ketiga, gaji honorarium PHTT tidak terbaryakan menyeluruh di tahun anggaran 2017. Keempat, ambulance laut malah dijadikan sebagai sarana untuk mengeruk keuntungan pribadi dan bukannya mengurangi beban masyarakat.
Para tenaga medis dan staf ini meminta agar Bupati Bombana, Tafdil segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Toni, atau bahkan diganti sebagai Kapus.
Atas laporan tersebut, DPRD yang melibatkan lintas komisi dan Badan legislatif (Baleg) mengupas satu persatu persoalan itu melalui hearing yang dipimpin wakil Ketua DPRD Bombana, Amiadin. Saat itu pula Amiadin memberi ruang bagi Toni untuk menjawab persoalan tersebut.
Toni yang baru setahun menjabat di Puskesmas itu membantah jika dirinya disebut menggelapkan dana. Toni mulai geram dan mejelaskan bahwa semua dugaan tersebut adalah keliru.
“Ada Minlok tempat kami untuk berdiskusi terkait program kerja. Hanya, kalau saya mau jelaskan satu persatu itu terlalu panjang dan masih banyak urusan lain, makanya saya buat melalui tulisan yang saya amanatkan kepada bendahara saya,” kata Toni dalam RDP itu.
Toni pun menjabarkan, dana pinjaman 40 persen dari BPJS itu digunakannya sebagai persiapan akreditasi Puskesmas yang akan digelar Oktober nanti. Dana pinjaman itu digunakan untuk pembenahan pagar, cat, plur lantai dan aspek pembenahan lainnya.
Kemudian, hak-hak tenaga medis dan PHTT yang tak terbayarkan itu telah melalui beberapa pertimbangan yakni, ada dari mereka yang kerap tidak hadir hingga mencapai 67 hari tak berkantor dengan total kehadiran 8 hari saja.
“Untuk hak mereka tetap akan dibayar dan kami upayakan bayar di tahun 2018,” kata Toni.
(Baca Juga : DPRD Bombana Desak ASDP Segera Benahi Pelabuhan Feri Dongkala)
Selain itu, Toni menganggap tudingan penyalahgunaan ambulance laut, merupakan kekeliruan besar. Hal itu dibuktikan melalui pembacaan jumlah pasien yang telah diantar ke RSUD Bombana, RSUD Buton dan lainnya. Menurut dia, meski ada beberapa pasien yang menyisakan selisih dana operasional ambulance itu, namun tidak sampai melampaui batas.
“Mengantar pasien menggunakan angkutan laut itu sangat beresiko loh. Memang ada beberapa pasien yang kita lebihkan hingga Rp100 ribu. Jika ongkosnya Rp2 juta, maka dibayar Rp2,1 juta. Lebihnya ini kami gunakan sebagai ongkos jalan buat perawatnya. Kan kasian juga, apalagi kalau pelayanannya diluar jam kerja atau malam hari,” keluhnya.
Menanggapi hal itu, lintas komisi DPRD Bombana pun menganggap jika polemik yang terjadi diinternal Puskesmas Kabaena Timur saat ini merupakan miskomunikasi antara Kapus dan anggotanya.
Amiadin selaku pimpinan rapat menegaskan pihaknya segera merekomendasikan hal tersebut ke Pemkab Bombana untuk dilakukan evaluasi kinerja seluruh Kapus di 22 Kecamatan, khususnya Puskesmas Kabaena Timur. (B)
Reporter : Muhammad Jamil
Editor : Abdul Saban