ZONASULTRA.COM, KENDARI – Meninggalnya Bripda Muh Fathurrahman Ismail akibat dianiaya dua seniornya di Polda Sultra, 4 September 2018 lalu masih menyisakan duka mendalam bagi keluarga bintara muda itu. Sang ibu hingga saat ini bahkan belum pernah lepas dari tangis dan sedih, jika mengingat putranya kesayangannya itu.
Dari Kolaka Utara, keluarga bintara muda itu jauh datang ke Kendari membawa harapan kepada Kapolda Sultra, Brigjend Iriyanto, agar memberi atensi penuh terhadap kasus ini. Apalagi kasus tersebut cukup menyita perhatian publik
(Baca Juga : Sanksi Etik Penganiaya Bripda Fathur Tunggu Putusan Pengadilan)
“Kami betul-betul berharap Kapolda menghukum berat dua anggotanya, Bripda Zulfikar dan Bripda Fislan yang telah membuat saudara kami, Fathurrahman meninggal dunia. Kami ingin keduanya dijerat pasal 355 KUHP, penganiayaan berat yang direncanakan,” pinta Asdin Surya SH, pengacara keluarga Fathurrahman, saat ditemui di Kendari, Rabu (19/9/2018).
Asdin mengaku, Selasa (19/9/2018) pagi dirinya bersama keluarga korban yang diwakili Mahyuddin ikut menghadiri rekonstruksi penganiayaan yang merenggut nyawa Fathurrahman. Sayangnya, mereka tak sempat menyaksikan keseluruhan adegan yang ternyata berjumlah 24 adegan itu.
“Kami datang tepat waktu sebenarnya, hanya tak langsung diizinkan masuk ke lokasi, di Barak C Polda. Saat kami masuk, sudah diadegan ke 13. Tentu ini membuat kami tidak bisa utuh memberi penilaian bagaimana penganiayaan itu terjadi,” sesal pengacara yang akrab disapa Aceng Kolut itu.
(Baca Juga : Dua Polisi Penganiaya Bripda Fathur Sangat Mungkin Dipecat)
Di adegan ke-13, kata Aceng, pihaknya menyaksikan bagaimana Zulfikar dibantu Fislan menghantam ulu hati Fathurahman dengan kekuatan penuh menggunakan dua tangan yang disatukan. Pukulan itulah yang diduga membuat bintara dari Kolut tersebut tersungkur hingga akhirnya meninggal.
Meski tidak utuh menyaksikan reka ulang itu, Aceng berani mengatakan bahwa peristiwa tersebut adalah penganiayaan yang direncanakan. Motifnya, adalah cemburu dan dendam. “Dua tersangka itu layak dihukum berat. Mereka merencanakan penganiayaan itu,” tukas Aceng.
Untuk itulah, mewakili suara hati keluara, Asdin Surya meminta agar proses penyidikan kasus ini diseriusi. Harapan terbesar keluarga adalah melihat dua pelaku itu dipecat cepat, dan upacara pencopotannya terbuka, supaya disaksikan publik.
“Tanpa bermaksud mengintervensi proses yang ada, kami minta agar pemecatan disegerakan, jika perlu tanpa harus menunggu pidana umum selesai. Setidaknya, ini bisa menenangkan keluarga korban yang sampai sekarang masih terpukul, marah dan kecewa,” tukas Aceng yang diamini Mahyuddin, wakil keluarga korban.
(Baca Juga : Mengenang Bripda Fathur, Polisi Muda dari Kolut yang Tewas Dianiaya Senior)
Asdin menyebut, ibunda Fathurrahman sampai sekarang seperti masih tak percaya jika anak kebanggaanya itu sudah tiada. Sesekali sang ibu masih menangis bahkan pingsan saat mengingat anaknya itu.
“Setidaknya, kalau dua pelaku ini dipecat dan diupacarakan terbuka, kami juga sudah sedikit terhibur hatinya. Soal hukuman pidananya juga harus maksimal, karena ini perencanaan dan penganiayaan berat yang berakibat meninggal. Maksimal 15 tahun (penjara) saya kira,” tukasnya.(*)
Penulis : Abdi MR