Untung Rugi Pelemahan Rupiah Bagi Perekonomian Sultra

Ilustrasi uang, ilustrasi rupiah
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Sejumlah pengamat ekonomi di Sulawesi Tenggara (Sultra) menilai pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang terjadi hampir tiga pekan terakhir ini belum berdampak secara signifikan terhadap perekonomian Bumi Anoa.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK) Samsul Anam mengatakan, pelemahan rupiah terhadap dolar merupakan fenomena yang sudah sering terjadi.

Dampaknya ke perekonomian Sultra, kata Samsul, jika melihat dashboard perekonomian daerah, nampaknya pelemahan rupiah belum terlalu dalam mempengaruhi perekonomian Sultra.

Terbukti, angka pertumbuhan ekonomi Sultra triwulan II 2018 tumbuh sebesar 6,1 persen dan berada di atas rata-rata nasional. Begitu pula inflasi terjaga di posisi 1,7 persen.

“Yang perlu dijaga adalah jika akhirnya pemerintah menaikan harga jual BBM jenis solar dan premium yang lazimnya akan mendorong kenaikan harga-harga umum dan tentu berpengaruh ke daya beli masyarakat kita,” ungkap Samsul Anam kepada zonasultra.id di Kendari beberapa waktu lalu.

Di sisi lain, nilai ekspor Sultra di Juli 2018 tercatat 124 juta dolar AS. Jika ini bisa didorong lebih besar lagi, malah akan menguntungkan bagi penerimaan daerah.

Masyarakat Sultra akan terpapar risiko pelemahan rupiah ini jika konsumsi berasal dari barang impor. Fakta di lapangan barang yang menjadi kebutuhan pokok di Sultra berasal dari pasar lokal dan paling jauh antar pulau se- Indonesia.

Misalnya, kebutuhan pokok seperti beras datang dari Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Jawa Timur (Jatim), ayam potong dan telur juga berasal dari wilayah Indonesia. Sehingga, pelemahan rupiah ini belum berdampak terlalu dalam terhadap perekonomian dan daya beli masyarakat Sultra.

“Kalau eksportir kita sudah pasti menikmati dampak pelemahan rupiah,” kata Samsul sembari berkelakar.

Sementara pengamat ekonomi Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari Syamsir Nur menilai, ada dua sisi yang terdampak kenaikan dolar.

Pertama, pelemahan nilai tukar rupiah berdampak terhadap sejumlah aspek, diantaranya terjadi kenaikan beban fiskal atau defisit APBN.

Di mana nilai uang pemerintah dan utang swasta mengalami peningkatan. Kemudian, sektor industri akan mengalami kelesuan karena umumnya industri di Indonesia, termasuk Sultra membutuhkan bahan baku impor.

Selain itu, depresiasi nilai tukar juga cenderung memberikan dampak positif bagi daerah yang memiliki kegiatan ekonomi di sektor pertambangan, terutama bagi pelaku ekonomi yang bersentuhan langsung dengan investor.

Sebab, kenaikan pendapatan tentu akan berimplikasi pada sektor lain misalnya konsumsi swasta akan meningkat. Konsumsi swasta tetap diharapkan dapat mendrive growth ekonomi Sulta.

“Akan ada peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan royalti dari sektor pertmbangan sebagi komponen penerimaan dalam APBN,” ungkap Syamsir.

Senada dengan Syamsul Anam, dampak lokal terhadap perekonomian Sultra pada umumnya tidak terlalu berpengaruh. Setidaknya hanya pada kenaikan harga batang kebutuhan yang sifatnya impor dan itu jumlahnya tidak terlalu besar.

“Daya beli yang turun pada produk-produk impor atau pada industri yang menggunakan bahan baku impor, ada kecenderungan akan terjadi kenaikan harga pada kebutuhan sekunder dan tersier misalnya sektor transportasi dan komunikasi,” jelasnya.

“Bisa dicek bagaimana tren penjualan alat berat, handphone dan kendaraan bermotor saya kira belum signifikan. Tapi bagi petani kakao, pengekspor ikan atau penghasil komoditas yang diekspor mereka dapat untung,” tukasnya.

Syamsir menambahkan, peluang yang bisa diambil oleh pemerintah dan masyarakat dengan fenomena ini adalah mendorong ekspor, memperbaiki daya saing produk dalam negeri, mencuri minat konsumen untuk memperoleh barang yang relatif murah namun berkualitas.

Kemudian, pemerintah daerah dapat mendorong dan meningkatkan kualitas sektor pariwisata dengan menciptakan destinasi wisata baru untuk menarik wisatawan mancanegara.

Untuk diketahui, sejak pagi hingga menjelang siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp15.187 per dolar AS hingga Rp15.195 per dolar AS. Apabila dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 12,08 persen.

Beberapa hal lain yang dilakukan oleh masyarakat Sultra dengan melemahnya rupiah ini adalah meningkatnya transaksi penukaran dolar AS di PT Haji La Tunrung Kendari.

Kepala Cabang PT Haji La Tunrung Kendari Indah Pujianti mengatakan, terjadi peningkatakan dibanding hari biasanya sekitar dua kali lipat. Awal September 2018 lalu transaksi bahkan bisa mencapai Rp600 juta.

“Jumlah transaksi kita mencapai Rp600 juta sehari,” kata Indah Pujianti kepada zonasultra.id melalui layanan WhatsApp, Rabu (5/9/2018) lalu.

Puji menambahkan tidak menutup kemungkinan jika rupiah terus melemah angka transaski dalam sehari bisa mengalami peningakatan yang signifikan. Guna mengantisipasi ketersedian uang rupiah pihaknya sudah menyediakan stok yang cukup, sehingga masyarakat dapat terlayani. (A)

 


Reporter: Ilham Surahmin
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini