ZONASULTRA.COM, KENDARI – Tim Project Collaboration Improvement (PCP) Gammara dari PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region (MOR) VII Sulawesi melakukan suatu inovasi dengan memanfaatkan limbah daun nanas sebagai pengganti fiberglass berbahan nabati dan ramah lingkungan.
Fiberglass sendiri merupakan material yang menjadi komponen utama bodi kapal ringan, digunakan untuk memperbaiki kapal yang mengalami kebocoran. Hal ini cocok dengan kondisi laut Sulawesi yang berkarang dan sering menyebabkan fiber boat menjadi rusak. Padahal fiber boat ini fungsinya untuk mendukung proses sandar/lepas kapal.
Daun nanas merupakan material residu serta lebih mudah untuk didapatkan, digunakan sebagai bahan dasar pengganti material sintetis atau kimia seperti fiberglass.
Daun nanas yang sudah dikumpulkan ini selanjutnya diolah kembali hingga menjadi serat daun nanas. Serat daun nanas inilah yang diproses menjadi bahan siap pakai atau patch sebagai pengganti bahan fiberglass untuk perbaikan kapal fiber yang rusak atau mengalami kebocoran.
(Baca Juga : Alternatif BBM Solar, PT Pertamina Luncurkan Dexlite)
Patch serat daun nanas ini dikemas dalam bentuk paket bersama dengan resin dan katalis sebagai bahan campuran untuk perekatan. Penggunaannya pun sangat mudah, cukup dengan menuangkan cairan resin dan katalis ke dalam kemasan patch yang berisi serat nanas lalu campurkan hingga rata.
Setelah itu, patch tersebut dapat ditempelkan ke bagian yang bocor untuk selanjutnya didiamkan 2-3 jam hingga kering.
GM Marketing Operation Region VII PT Pertamina (Persero), Werry Prayogi kepada Zonasultra mengatakan, inovasi ini berdampak positif terhadap penghematan biaya serta waktu perbaikan kapal di Pertamina.
“Melalui pembuatan dan penggunaan patch berbahan serat daun nanas, dapat menghemat biaya operasional senilai Rp413 juta per tahun. Itu pun baru di Sulawesi saja,” ungkap Werry melalui keterangan tertulis, Kamis (14/3/2019).
Inovasi Tim PCP Gammara ini juga merupakan salah satu langkah Pertamina sebagai perusahaan energi nasional yang berwawasan global untuk menuju industri 4.0, yang menjadikan inovasi ramah lingkungan berbasis pemberdayaan masyarakat sebagai pondasi pengembangan perusahaan.
Salah satu petani lokal di Luwuk, Sulawesi Tengah (Sulteng), Fatmawati Ade dengan lahan seluas 3.000 meter persegi dapat memperoleh rata-rata penghasilan sekali panen dari menjual daun nanas sebesar Rp1 juta atau Rp2.500 per kg. Jumlah tersebut meningkat drastis apabila pohon nanas sepenuhnya diganti setelah tiga kali panen.
“Setiap satu kali panen daun nanas terluar sudah mulai tua dan jika dibiarkan akan layu sendiri, bersyukur setelah ada kerjasama bisa mendapat tambahan keuntungan lain,” pungkasnya.
(Baca Juga : Pertamina Turunkan Harga Pertalite dan Pertamax Cs)
Buah nanas merupakan salah satu buah unggulan ekspor di Indonesia. Berdasarkan data BPS, Indonesia mengekspor nanas segar pada tahun 2017 sebesar 9.586 ton. Sedangkan untuk periode Januari – Oktober 2018 ekspor meningkat menjadi 11.247 ton atau naik sebesar 17,5 persen.
Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan kebutuhan pasar untuk jenis tanaman ini. Kebanyakan petani menganggap hanya buahnya yang bernilai, tanpa terpikirkan bahwa limbah daun nanas juga dapat dimanfaatkan sebagai olahan alternatif. (b)