Merajut Mimpi di Tengah Keterbatasan, Kisah Inspiratif Pasangan Tunanetra Asal Kendari

Karim dan Sindi, pasangan suami istri penyandang tunanetra asal Kendari
Karim dan Sindi, pasangan suami istri penyandang tunanetra asal Kendari

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Terlahir sempurna adalah impian setiap manusia. Memiliki fisik sempurna dan bergelimangan harta menjadi dambaan banyak orang. Pun tidak memiliki keduanya, beberapa orang di dunia ini masih merasa bersyukur atas karunia yang diberikan Tuhan.

Seperti Karim dan Sindi, pasangan suami istri penyandang tunanetra asal Kendari. Di tengah keterbatasan fisik, keduanya saling bahu-membahu mengais rezeki dengan mengamen.

Saban hari setiap pukul 13.00, Karim dan Sindi mulai beres-beres di kediaman orang tua Sindi di Kelurahan Alolama, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari. Mereka menyiapkan berbagai peralatan mengamen, mulai dari speaker kecil, mic, ember kecil hingga menghapal kembali lagu-lagu yang akan dinyanyikan.

Jika sudah merasa siap, Karim dan Sindi mulai menenteng peralatannya menuju angkutan online yang sudah mereka pesan sebelumnya. Kendaraan itu akan membawa mereka menuju pusat perbelanjaan Lippo Plaza Kendari. Mengais rupiah demi rupiah dengan lantunan lagu yang dinyanyikan keduanya.

(Baca Juga : Pandai Ceramah dan Hafal 30 Juz Al Quran, Rafi Berjuang Jadi Polisi)

Duduk di antara anak tangga, melantunkan lirik demi lirik lagu tampak dinikmati Karim. Juga Sindi, yang sesekali mengambil alih mic dari tangan Karim, bernyanyi lagu-lagu sendu menghibur pengunjung Lippo Plaza yang hilir mudik di hadapannya.

Karim bercerita, mengamen menjadi jalan baginya bersama istri untuk tetap berusaha mendapatkan uang tanpa harus meminta-meminta atau mengemis.

“Daripada meminta-minta, menyusahkan orang lain. Lebih baik seperti ini, mengamen dapat uangnya halal dan tidak merugikan orang lain. Kita juga tidak mau berpangku tangan,” kata Karim ditemui di tempatnya mengamen di depan Lippo Plaza Kendari, Jumat (5/4/2019) sore.

Bagi keduanya, rutinitas semacam itu adalah hal biasa meski dengan keterbatasan penglihatan. Kata Karim, sudah sekitar enam bulan ia bersama sang istri menetap mengamen di kawasan Lippo Plaza, mendulang rupiah demi rupiah. Jika beruntung, mereka akan mendapatkan ratusan ribu setiap hari. Namun tak jarang mereka juga hanya mendapatkan puluhan ribu saja.

Selama mengamen di Lippo Plaza, Karim mengaku tidak pernah mendapatkan perlakuan kasar, baik dari petugas maupun dari pengunjung.

“Pernah satu kali disuruh pindah. Kata petugasnya mundur-mundur saja, jangan duduk di tangga-tangga. Selebihnya alhamdulillah tidak ada,” ujarnya.

(Baca Juga : Mengais Rezeki dengan Berburu Sampah Plastik di Teluk Kendari)

Untuk urusan bernyanyi, keduanya sangat mahir. Seluruh lagu yang diputar melalui speaker dilahapnya hingga habis. Kata Karim, lagu-lagu itu telah dihapalnya terlebih dahulu dengan cara mendengarnya berulang kali.

“Kita hapal, biasanya satu lagu itu kita ulang-ulang dengar sampai tiga kali. Karena dulu juga kebiasan dengar lagu, jadi hapal karena sudah terbiasa menghapal,” kata Karim.

Setiap hari keduanya menghabiskan waktu sekitar tujuh hingga delapan jam untuk mengamen. Jika berangkat pukul 13.00 siang, maka pukul 20.00, keduanya sudah bergegas pulang.

Buta Sejak Kecil dan Dipertemukan di Organisasi

Karim dan Sindi sejatinya tidak terlahir buta. Karim mengalami kebutaan saat masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Saat itu mata Karim tiba-tiba bermasalah dan kehilangan sebagian penglihatan.

Saat diperiksa ke dokter, Karim dinyatakan mengalami katarak dan sebagaian bola matanya sudah memutih. Sejak saat itu dirinya sudah tidak bisa melihat normal. Ia beberapa kali berusaha berobat, namun hasilnya tetap sama.

Meski mengalami kebutaan sejak SD, namun tidak menyurutkan semangat Karim menempuh pendidikan. Satu per satu jenjang pendidikan diselesaikannya, mulai dari SD, SMP hingga SMA dilalui Karim dengan sisa-sisa penglihatannya.

(Baca Juga : Kisah Ibu Pemecah Batu di Maligano: Berjuang Demi Anaknya yang Mengidap Tumor)

Sedangkan Sindi mengalami kebutaan sejak berusia 16 tahun, yang diawali sakit hingga mengalami kebutaan permanen. “Dibilang sedih pasti, tapi sudah takdir Allah harus dijalani. Tidak pernah berusaha berobat karena sudah buta permanen,” katanya.

Berbeda dengan sang suami, pasca dinyatakan buta, Sindi hanya mampu melanjutkan pendidikannya hingga kelas dua SMA. Selain soal penglihatan, faktor ekonomi juga menjadi alasan Sindi memilih berhenti sekolah.

Beranjak dewasa, Sindi memilih bergabung di organisasi Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) cabang Kendari. Di sanalah awal pertemuan Sindi dan Karim hingga akhirnya dekat dan memutuskan mengucap janji suci dalam sebuah bingkai pernikahan.

“Di Pertuni pertama kali kenal, terus selama satu tahun dekat. Dan bulan Mei 2018, saya lamar Sindi dan kami menikah,” kata Karim sambil tersenyum malu.

Punya Cita-cita Jadi Penyanyi Dangdut

Kepiawaian Sindi bernyanyi tak perlu diragukan. Didukung suara yang merdu Sindi mampu membuat orang-orang berdecak kagum. Cara bernyanyi serta penghayatannya pun sangat bagus.

Merajut Mimpi di Tengah Keterbatasan, Kisah Inspiratif Pasangan Tunanetra Asal KendariSindi pun memiliki cita-cita layaknya orang-orang pada umumnya. Sambil tersenyum kecil, Sindi mengungkapkan keinginannya menjadi penyanyi dangdut.

“Punya cita-cita mau jadi penyanyi dangdut, soalnya suka saja. Saya suka bernyanyi apalagi kalau lagu dangdut,” seru Sindi.

Tidak sekadar bercita-cita, untuk mewujudkan mimpinya itu Sindi bahkan sempat mengikuti audisi dangdut salah satu stasiun televisi yang mengadakan audisi di Kendari pada 2018. Sindi memberanikan diri mengikuti audisi itu meski akhirnya tidak lolos.

Meski gagal, namun asa Sindi menjadi penyanyi dangdut tak pernah surut. Ia terus bertekad mewujudkan impiannya itu.

(Baca Juga : Perjuangan Anak-Anak di Pelosok Bombana Demi Pendidikan)

Berbanding terbalik dengan Sindi, Karim justru memiliki cita-cita ingin menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Cita-cita itu tertanam di benaknya sejak kecil, yang harus ia kubur seiring ia kehilangan sebagian penglihatannya.

“Yang namanya manusia pasti punya cita-cita, kalau saya sih mau jadi tentara. Sejak kecil mau jadi tentara, tapi sekarang mau bagaimana lagi,” cerita Karim sambil tertawa.

Mengamen untuk Modal Usaha

Organisasi Pertuni tidak hanya menyatukan hati Karim dan Sindi, tetapi membukakan jalan berwirausaha. Bersama dua orang rekannya sesama penyandang cacat, Karim dan Sindi membentuk usaha penukarang mata uang asing.

“Bisnis online, tukar beli uang asing. Mulai dari dollar, ringgit dan lain-lain. Tapi baru jalan dua minggu,” seru Karim semangat.

Pengagum lagu-lagu Ada Band ini pun memiliki tekad merubah nasib. Ia mengamen untuk mengumpulkan modal usaha. Tidak hanya satu usaha, Karim juga berkeinginan membuka usaha berjualan sembako serta membuka klinik pijat terapi khusus stroke.

“Karena saya dulu sempat bekerja sebagai tukang pijit terapi untuk orang stroke selama tiga tahun. Tapi saya berhenti, ikut istri mengamen untuk kumpul modal usaha sendiri nantinya,” ujarnya.

Dijuluki Pasangan Romantis

Ada decak kagum begitu melihat Karim dan Sindi bernyanyi di tepian jalan. Menghibur orang-orang yang berkunjung ke Lippo Plaza Kendari. Salah satu pengagum pasangan ini adalah Kiki, pedagang di kawasan Lippo Plaza Kendari.

“Wah mereka itu pasangan romantis, nyanyinya juga tidak asal nyanyi. Benar-benar dari hati, tidak kayak pengamen biasa yang hanya sekadar menyanyi,” seru Kiki.

Kiki yang sudah berjualan hampir 3 bulan di kawasan itu mengaku menjadi saksi perjuangan Karim dan Sindi.

Di satu momen Kiki mengaku terenyuh melihat kedua pasangan itu. Saat itu hujan tiba-tiba turun sangat deras. Karim dan Sindi pun berjalan perlahan menuju sebuah bangunan yang berada di dekat Kiki berjualan untuk berteduh.

“Saat itu hujan deras, terus mereka jalan ke sini berteduh. Nah istrinya ini kayak kedinginan, terus suaminya kayak meraba bangku panjang dan menyuruh istrinya tiduran, sambil tetap berdiri di sampingnya,” ungkap Kiki.

“Mungkin bagi sebagian orang itu hal biasa, tapi kita yang melihatnya di sini kagum. Walau pun dengan keterbatasan fisiknya, mereka tetap semangat cari uang dan saling bahu membahu,” sambung Kiki.

Sementara Zahra, salah satu pengunjung Lippo Plaza mengaku tergugah tatkala melihat Karim dan Sindi duduk mengamen di pinggir jalan. Ia pun tak sungkan memberikan uang kepada Karim dan Sindi.

“Karena kemanusiaan sih, kalau dibilang terhibur lumayan terhibur. Tapi kasihan juga, karena mereka kan juga tidak bisa melihat,” ucapnya.

Selain diberi uang, tidak sedikit pula pengunjung Lippo Plaza yang memberikan makanan dan minuman kepada Karim dan Sindi. (*)

VIDEO :


Reporter: Randi Ardiansyah
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini